Kondisi ekonomi dan kesehatan menjadi dua hal yang paling disorot di masa pandemi seperti ini. Kesehatan memang harus tetap menjadi prioritas utama dalam masa pandemi ini, tetapi ekonomi tidak boleh dikesampingkan karena pengaruhnya cukup vital bagi kesejahteraan masyarakat. Dalam kondisi sulit saat ini, dua hal yang sebetulnya merupakan indikator utama dalam melihat Indeks Pembangunan Manusia tersebut berbalik menjadi berlawanan.
Ekonomi dan kesehatan seolah berubah menjadi kontradiktif mengingat pandemi Covid-19 membuat interaksi sosial sangat terbatas hingga berakibat pada "mati suri"-nya ekonomi. Maka untuk tetap menjaga pembangunan dalam jangka waktu yang panjang, sudah saatnya dua faktor utama kesejahteraan masyarakat tersebut berjalan beriringan dengan damai tanpa saling menyalahkan.
Nyaris empat bulan setelah kasus pertama ditemukan di Indonesia, Covid-19 masih menjangkit Indonesia dan jumlah pasien terus naik hingga menyentuh angka di atas 50 ribu kasus secara kumulatif. Tetapi tidak hanya itu, apabila dipandang dari kacamata ekonomi yang lebih besar, dapat diketahui bahwa jutaan masyarakat Indonesia juga mengalami tekanan yang berat. Pengangguran tumbuh pesat dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mulai goyang hingga berdampak pada melonjaknya angka kemiskinan.
Kebijakan pembatasan sosial di berbagai wilayah Indonesia memberikan kontraksi yang besar. Kegiatan ekonomi tersendat sehingga berakibat pada penurunan skala ekonomi yang sangat signifikan. Sebagai negara yang sangat bertumpu kepada konsumsi rumah tangga dalam ekonominya, pembatasan seperti ini tentu memukul ekonomi secara makro maupun mikro. Kementerian Keuangan memprediksi bahwa pada tahun ini ekonomi diperkirakan hanya tumbuh pada kisaran -0,4 hingga 1%. Jauh berbeda dengan kondisi pertumbuhan ekonomi normal Indonesia yang selalu berada di atas 5% akhir-akhir ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka ketika persoalan pandemi ini terus berlangsung, pemerintah memutuskan untuk melaksanakan kebijakan kenormalan baru (new normal). Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan sebagai fokus utama. Kenormalan baru diharapkan mampu menyelamatkan perekonomian Indonesia agar tidak terperosok lebih dalam, dan memberikan kesempatan dalam proses panjang melakukan pemulihan ekonomi.
Pemulihan Ekonomi
Memulihkan ekonomi di saat pandemi yang masih berlangsung tentu menjadi tantangan yang cukup besar bagi Indonesia dan keputusan sulit bagi pemerintah. Apabila tidak kunjung pulih, ekonomi akan semakin jatuh. Tetapi ketika memilih memulihkan ekonomi secepatnya, meningkatnya jumlah pasien Covid-19 menjadi bayang suram yang menghantui karena interaksi sosial berpotensi meningkatkan penyebaran.
Terdapat konsekuensi yang menjadi pertaruhan di sini, yaitu antara meningkatnya jumlah pasien Covid-19 atau meningkatnya jumlah kemiskinan. Dua persoalan yang sepertinya kontradiktif tetapi harus mendapatkan solusi yang sama.
Kemudian melalui berbagai macam pertimbangan, akhirnya Indonesia memilih kebijakan kenormalan baru. Kebijakan ini diberlakukan sebagai solusi dalam menghadapi problem pandemi dan kelesuan ekonomi saat ini. Kenormalan baru memberikan asa bagi perekonomian Indonesia yang telah lama tersendat dan bergerak dengan sangat pelan.
Kebijakan ini tidak dapat langsung dilaksanakan di seluruh Indonesia. Perlu adanya analisis dan pemenuhan indikator yang perlu dipatuhi sesuai regulasi WHO. Ketika kebijakan kenormalan baru dapat dilaksanakan di suatu wilayah, protokol kesehatan yang sesuai dengan prosedur menjadi sebuah kewajiban. Pemerintah pun menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.
Kembalinya perputaran ekonomi di Indonesia setelah lama tersendat tentu membutuhkan daya dorong agar dapat berakselerasi dengan tepat dan kembali kepada performa yang terbaik. Untuk itu pemerintah juga berusaha keras ikut memulihkan perekonomian dengan mengeluarkan berbagai langkah stimulus, dorongan, dan kebijakan insentif. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga dan memulihkan sisi permintaan seperti konsumsi, investasi, dan ekspor, serta menjaga sisi penawaran untuk tetap berproduksi.
Mengingat vitalnya kontribusi pemerintah dalam memberikan daya dorong ekonomi, maka dana yang dibutuhkan dalam pemulihan ekonomi juga cukup tinggi. Awalnya, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 405,1 triliun, kemudian melalui berbagai pertimbangan kebutuhan tersebut naik hingga menjadi Rp 695,2 triliun. Dana tersebut akan diberikan untuk seluruh sektor yang terdampak penyebaran Covid-19 seperti sektor kesehatan sebesar Rp 87,5 triliun, perlindungan sosial Rp 203,9 triliun, insentif usaha Rp 120,61 triliun, UMKM Rp 123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp 53,57 triliun, dan sektoral Kementerian atau Lembaga serta Pemerintah Daerah sebesar Rp 106,11 triliun.
Di lain sisi, besarnya kebutuhan dana dan belanja kali ini belum diimbangi dengan potensi pendapatan yang tinggi. Kondisi ini sangat berhubungan dengan kelesuan ekonomi akibat pandemi yang menyebabkan pendapatan diproyeksi turun. Defisit APBN pun pasti tidak terelakkan dan diperkirakan akan melebar menjadi 6.27 % dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kondisi ini membutuhkan proses pemulihan ekonomi yang tidak cepat sehingga diperkirakan defisit akan kembali normal 2 atau 3 tahun mendatang, dengan asumsi perekonomian akan terus bergerak dengan daya dorong yang cukup vital di era pemulihan seperti ini.
Pilihan Sulit
Pemulihan ekonomi menjadi pilihan sulit bagi pemerintah saat ini ketika Covid-19 masih menjadi pandemi di Indonesia. Untuk itu, perlu perhatian dan kerja sama masyarakat sebagai pelaku utama ekonomi. Belanja yang cukup besar yang dilakukan pemerintah untuk melaksanakan pemulihan ekonomi harus dibarengi dengan kepedulian masyarakat untuk menjaga protokol kesehatan dan kembali melaksanakan kegiatan ekonomi dengan kontribusi masing-masing. Masyarakat juga perlu paham bahwa pemulihan ekonomi tidak akan berlangsung secara instan karena membutuhkan perjuangan dan proses yang tidak mudah.
Pandemi Covid-19 memang memberikan cobaan dan tantangan yang besar bagi masyarakat Indonesia. Kesehatan dan ekonomi sepatutnya dapat berdamai dan berjalan beriringan untuk kesejahteraan masyarakat di periode yang lebih panjang. Butuh proses dan adaptasi yang luar biasa bagi seluruh elemen masyarakat untuk tetap menjaga kesehatan sebagai prioritas utama dan kembali menggerakkan ekonomi. Proses tersebut perlu dilakukan agar kesejahteraan seluruh masyarakat dapat kembali pulih seperti sediakala dan pembangunan terus berlangsung dengan baik.
Sintong Arfiyansyah pegawai Ditjen Perbendaharaan