Setelah Presiden Marah
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Setelah Presiden Marah

Kamis, 02 Jul 2020 11:40 WIB
Ade Wiharso
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Foto: tangkapan layar video Setpres RI/Youtube
Jakarta -

Video kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Sidang Kabinet Paripurna pada 18 Juni 2020 diunggah ke publik. Di video tersebut Presiden Jokowi terlihat geram, bahkan mengancam akan melakukan reshuffle dan membubarkan lembaga. Pasalnya masih ada menteri atau pimpinan lembaga yang bekerja seakan-akan masih dalam situasi normal di kala pandemi Covid-19 ini.

"Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya," kata Presiden Jokowi dengan nada geram.

Salah satu yang menjadi sorotan dari kemarahan presiden adalah penyerapan anggaran yang masih rendah seperti di sektor kesehatan, perlindungan sosial, dan insentif dunia usaha. Menurut data Kementerian Keuangan, anggaran pemulihan ekonomi nasional untuk sektor kesehatan baru terserap sebesar 4,68 persen. Serapan anggaran untuk perlindungan sosial masih mencapai 34,06 persen. Sedangkan untuk insentif dunia usaha, alokasi yang terserap baru 10,14 persen.

Realisasi anggaran yang masih belum optimal itu sangat ironi mengingat pemerintah sudah mengeluarkan Perppu 1/2020 yang menjadi payung hukum pengambilan kebijakan extraordinary dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19.

Kelambanan penyerapan anggaran APBN memang menjadi masalah krusial setiap tahun, dan membuat berbagai program terhambat. Setidaknya ada beberapa hal yang kerap menjadi penyebabnya. Pertama, lemahnya perencanaan anggaran. Rendahnya daya serap mencerminkan perencanaan program dan proyek pemerintah yang lemah dan tidak matang.

Kita ketahui bahwa di masa normal perencanaan anggaran kerap menjadi kendala, karena rencana pelaksanaan jadwal kerja tidak tepat dan sulit dieksekusi sehingga sering dilakukan revisi di APBN-P atau revisi anggaran. Namun kini para pembantu presiden harus menyadari bahwa mereka bekerja bukan di masa normal, melainkan di masa krisis. Oleh karena itu, penyusunan anggaran di awal harus segera dilakukan dengan valid dan akuntabel, sehingga tidak perlu lagi revisi anggaran yang menyebabkan tertunda alokasi anggaran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, lamanya proses pembahasan anggaran. Dalam rangka penanganan dan antisipasi dampak pandemi Covid-19, pada APBN 2020 pemerintah telah mengambil beberapa langkah kebijakan, antara lain refocusing anggaran, realokasi cadangan belanja, dan penghematan belanja kementerian/lembaga. Untuk melakukan beberapa langkah itu, maka pemerintah dalam hal ini kementerian/ embaga harus bekerja keras memastikan pembahasan kebijakan anggaran itu tidak terhambat, agar eksekusi di lapangan bisa dilakukan.

Ketiga, kehati-hatian birokrasi. Bahwa lemahnya serapan anggaran di pusat maupun daerah juga tidak lepas dari kehati-hatian pejabat birokrasi yang berlebihan, karena takut di kemudian hari eksekusi kebijakan yang dilakukan dianggap melanggar aturan. Kehati-hatian inilah yang membuat proses administrasi memakan waktu. Adanya regulasi yang kadang tumpang tindih dan ketidaktepatan data, tentu saja menambah kehati-hatian itu. Namun adanya Perppu 1/2020 yang dikeluarkan pemerintah seharusnya mampu meyakinkan jajaran birokrasi untuk berani mengambil sikap tegas dan cepat di tengah masa krisis.

ADVERTISEMENT

Keempat, masalah tender. Rendahnya penyerapan pada awal tahun bisa dibilang menjadi masalah rutin yang dialami pemerintah pusat juga pemerintah daerah di Indonesia. Realisasi belanja biasanya baru meningkatkan pada kuartal ketiga dan keempat. Di masa penanggulangan pandemi sekarang ini, persoalan penyerapan yang maksimal di kuartal ketiga dan keempat itu harus dihindari, karena situasi saat ini membutuhkan kerja ekstra cepat dan tepat sejak merebaknya pandemi covid-19 di Indonesia.

Berdampak pada Publik

Persoalan penyerapan anggaran yang rendah bisa dijadikan indikasi baik atau buruknya kinerja pemerintah di mata publik. Mengingat persoalan realisasi anggaran ini jelas berdampak langsung bagi kepentingan publik. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, di mana program penanggulangan dampak Covid-19 pasti bersentuhan dengan kebutuhan yang mendesak bagi publik seperti di sektor kesehatan, bantuan sosial, dan bantuan untuk pelaku UMKM.

Jika realisasi anggaran lambat, maka publik pada akhirnya yang dirugikan. Kita bisa melihat contoh nyata betapa kelambanan realisasi anggaran kesehatan di masa pandemi membuat terganggunya kesiapan tenaga medis dalam menangani lonjakan kasus Covid-19 di beberapa daerah, seperti minimnya stok alat pelindung diri (APD), hingga insentif bagi para tenaga medis yang tersendat. Padahal mereka adalah garda terdepan kita dalam menghadapi pandemi global ini. Pada akhirnya, dampaknya akan dirasakan publik, dengan kualitas dan kapasitas pelayanan kesehatan terhadap pasien Covid-19 yang terganggu karena minimnya anggaran.

Selain itu, lambatnya penyaluran anggaran terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terdampak covid-19 juga telah berdampak buruk bagi publik dengan makin banyaknya pelaku UMKM yang gulung tikar. Padahal, Seperti kita ketahui, UMKM adalah salah satu sektor yang menjadi sasaran penyaluran stimulus demi penyelamatan ekonomi nasional di tengah pandemi, namun realisasi anggaran untuk UMKM yang disalurkan pemerintah baru sebesar 0,06 persen. Padahal jika dibantu dengan cepat, maka kontribusi UMKM sangat besar dalam mencegah semakin besarnya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi ini.

Pada akhirnya, kemarahan presiden itu seharusnya cukup menjadi pesan kuat yang bisa meyakinkan jajarannnya dari tingkat atas hingga bawah untuk berani mengambil sikap luar biasa dan cepat di tengah masa krisis. Saat ini kecepatan kerja pemerintah mau tidak mau harus berhadapan dengan kecepatan penyebaran virus Covid-19 yang dampak buruknya tidak hanya di sektor kesehatan. Semakin cepat implementasi berbagai program di lapangan, maka penanganan dampak pandemi akan semakin berhasil. Begitu pula sebaliknya, bila semakin lamban implementasi, maka penanganan dampak pandemi akan semakin sulit diatasi.

Ade Wiharso peneliti InMind Institute

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads