Sejak Maret anak-anak kita sudah "dirumahkan". Kegiatan belajar tidak lagi diselenggarakan di sekolah, hanya melalui jaringan internet. Sejak saat itu sudah banyak suara keluhan dari para orangtua soal kesulitan yang mereka hadapi saat mendampingi anak-anak belajar. Setelah itu anak-anak memasuki masa libur Lebaran, bersambung dengan libur akhir tahun ajaran. Secara praktis kegiatan belajar di rumah hanya berlangsung beberapa minggu.
Sejak pertengahan Juli nanti anak-anak harus kembali belajar lewat jaringan. Tantangan bagi para orangtua adalah bagaimana memastikan kegiatan belajar anak-anak berlangsung dengan baik. Artinya, anak-anak menerima materi dengan baik, tanpa hambatan, dan yang lebih penting mereka memahami materi yang disampaikan.
Anak-anak akan belajar dalam lingkungan dan sistem belajar yang berbeda. Situasi ini jelas akan sangat berpengaruh pada kemampuan mereka menyerap materi pelajaran. Dalam situasi ini peran orangtua akan sangat penting. Suka atau tidak, dalam waktu beberapa bulan ke depan para orangtua harus menjalankan sistem pendidikan yang mirip dengan sistem home schooling.
Home schooling sudah dijalankan oleh sebagian kecil dari para orangtua murid. Mereka tidak memasukkan anak-anak ke sekolah. Anak-anak menerima materi pelajaran dalam bentuk materi tertulis dan video. Anak-anak belajar mandiri, di bawah bimbingan orang tua. Inilah yang nanti harus dilakukan oleh para orangtua.
Masalah kita, sangat sedikit dari orangtua yang siap dengan situasi ini. Selama ini banyak orangtua yang menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan anak-anak mereka ke sekolah. Dengan mengirim anak-anak ke sekolah banyak orangtua yang menganggap bahwa mereka telah menunaikan kewajiban mendidik anak. Urusan pelajaran sekolah 100% digantungkan kepada sekolah.
Kalau anak-anak mereka mengalami hambatan atau kekurangan dalam belajar, mereka akan mencari guru untuk pelajaran tambahan. Keterlibatan para orangtua dalam kegiatan belajar anak-anak mereka sangat minim.
Kini para orangtua tak punya lagi pilihan. Mereka harus mendampingi anak-anak belajar. Bila diperlukan, mereka harus menjadi guru pembimbing. Ini tugas yang tidak sederhana bagi para orangtua.
Hal terbesar yang harus dilakukan oleh para orangtua adalah menyadari bahwa yang sedang mereka lakukan ini, yaitu membimbing anak belajar, sebenarnya bukan tugas dalam masa darurat. Seharusnya ini tugas dalam masa normal. Orangtua yang paling bertanggung jawab soal arah dan isi pendidikan anak-anak mereka. Sekolah hanyalah pembantu para orangtua dalam urusan itu. Artinya, selama ini sebagian dari orangtua telah menjalankan sistem pendidikan yang tidak normal.
Wabah Covid-19 telah memberi kesempatan kepada para orangtua untuk kembali menyadari pentingnya peran mereka dalam pendidikan anak. Secara teknis banyak orangtua yang akan kesulitan dalam menjalankan peran mereka dalam sistem belajar yang baru ini. Kalau kesulitan ini tidak diatasi, taruhannya anak-anak akan ketinggalan materi pelajaran. Karena itu, meski sulit, para orangtua harus mencari cara untuk mengatasi kesulitan itu.
Bagi orangtua yang anak-anaknya masih di sekolah dasar, masalahnya sebenarnya tidak terlalu berat. Materi pelajaran anak-anak SD sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dipahami lalu diajarkan oleh para orangtua. Kuncinya, orangtua mau meluangkan waktu untuk belajar kembali, kemudian melakukan eksplorasi, meramu berbagai metode pengajaran agar anak-anak, bila anak-anak masih kesulitan menyerap materi yang disampaikan oleh guru-guru mereka melalui jaringan.
Pelajaran di SMP dan SMA tentu lebih berat materinya. Sangat sedikit orangtua yang punya kemampuan untuk menjelaskan materi pelajaran di tingkat ini. Sisi positifnya, anak-anak di tingkat ini sudah punya kemampuan yang lebih baik dalam melakukan eksplorasi untuk membangun pemahaman mereka sendiri.
Dalam hal untuk membimbing anak-anak SMP dan SMA peran orangtua mungkin lebih baik diarahkan untuk membantu mereka mencari sumber-sumber informasi yang mendukung mereka belajar mandiri.
Sekali lagi, bagi banyak orang ini memang bukan soal mudah. Tapi mengeluhkan kesulitan saja sama sekali tidak menyelesaikan masalah. Situasi sekarang jauh berbeda dengan saat dimulainya sistem belajar di rumah beberapa bulan yang lalu. Saat itu kita masih bisa menganggap situasi ini adalah situasi darurat 1-2 bulan. Kalau dalam situasi ini anak kita sedikit terganggu, kita masih bisa memakluminya.
Sekarang situasinya sama sekali berbeda. Besar kemungkinan keadaan ini tidak berubah sampai 6 bulan, atau bahkan 1 tahun lagi. Pola pikir kita tidak bisa lagi sama dengan pola pikir beberapa bulan yang lalu. Kalau anak-anak kita belajar, mereka akan terus tertinggal selama 6 bulan sampai 1 tahun, atau bahkan lebih dari itu.
Agar itu tidak terjadi, para orangtua harus benar-benar mengubah pola pikir mereka, kemudian segera mengambil peran dalam pendampingan anak saat belajar. Segeralah melatih diri, menyesuaikan diri untuk menjadi guru di rumah, untuk anak-anak sendiri.
Wabah Covid-19, sekali lagi, telah mengingatkan kepada para orangtua soal peran penting mereka dalam proses belajar anak-anak mereka. Sebaiknya pengingat penting ini tidak diabaikan. Kembalilah kepada peran kita sebagai pemeran utama dalam pendidikan anak-anak kita.
(mmu/mmu)