Pembelajaran daring sepertinya masih akan menjadi pilihan utama. Walaupun masih ada banyak kendala, namun di sisi lain praktik pembelajaran daring selama masa pandemi memberikan pengalaman yang luar biasa bagi guru, sekolah, dan peserta didik. Guru yang sebelumnya masih acuh tak acuh dengan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komputer (TIK) kini dipaksa agar mau belajar. Demikian juga dengan sekolah yang awalnya masih ragu-ragu, secara perlahan mulai belajar mengembangkan manajemen sekolah berbasis TIK.
Gairah Baru
Hal yang cukup menggembirakan sewaktu menyaksikan banyak guru yang belajar tutorial berbagai aplikasi pembelajaran serta beragam aplikasi digital untuk pembelajaran. Suatu aktivitas yang sangat jarang ditemukan sebelumnya. Bahkan yang terjadi sebelumnya adalah sikap yang cenderung underestimate terhadap TIK. Banyak cerita tentang guru yang pulang dari pelatihan pembelajaran berbasis TIK sekadar menyimpan materinya di dalam flash disk dan enggan membukanya lagi. Padahal sewaktu pelatihan mereka rame-rame berburu dan mengoleksi materi dari narasumber.
Kemauan guru untuk belajar TIK menjadi secercah harapan di tengah keprihatinan pandemi corona. Meskipun tetap ada sebagian guru, khususnya dari generasi baby boomer yang tersisa, yang lumayan sulit untuk ditingkatkan kemampuan TIK-nya. Adanya secercah harapan ini bisa menjadi awal bagi ditemukannya jalan keluar atas persoalan rendahnya kemampuan TIK guru yang selama ini menjadi kendala utama dalam mengimplementasikan kurikulum berbasis pembelajaran abad ke-21.
Kemampuan TIK guru menjadi persyaratan utama dalam pembelajaran abad ke-21 yang menjadikan literasi digital dan informasi sebagai fondasi dasar pembelajaran. Sejauh ini kurikulum pendidikan nasional sudah mengadopsi konsep pembelajaran abad ke-21. Ada tiga elemen yang sudah diadopsi dalam kurikulum pendidikan nasional. Pertama, fondasi dasar berupa pengetahuan inti, literasi digital dan informasi, serta pengetahuan interdisipliner. Kedua, kemampuan humanistik yang meliputi keterampilan hidup, kecerdasan emosional, dan kompetensi kultural. Ketiga, keterampilan berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif.
Di antara tiga elemen tersebut, literasi digital dan informasi di kalangan guru masih dapat dikatakan rendah. Meskipun pada elemen lainnya guru juga mengalami masalah yang cenderung sama, rendahnya literasi digital dan informasi menjadi masalah yang bisa dikatakan paling mendasar dalam pengembangan pembelajaran abad ke-21. Tanpa interaksi dengan dunia digital dan TIK, pembelajaran hanya berhenti pada wilayah teoritis. Padahal pembelajaran abad ke-21 sejatinya berorientasi pada proses dan produk pembelajaran berbasis teknologi digital. Namun karena rata-rata guru gagap teknologi, maka pembelajaran hanya berhenti pada keterampilan non digital.
Oleh karena itu, adanya gairah baru di kalangan guru selama masa pandemi ini merupakan kesempatan bagi pemerintah untuk lebih banyak mengakrabkan guru dengan literasi digital dan informasi. Kesempatan ini harus diambil oleh pemerintah dalam rangka melakukan pengembangan kurikulum baru. Kurikulum 2013 sudah berjalan tujuh tahun. Tentunya sudah saatnya kurikulum ini dievaluasi. Selanjutnya, dengan memanfaatkan gairah guru untuk belajar TIK di masa pandemi, kurikulum baru harus lebih tegas mengarah pada literasi digital dan informasi. Dengan demikian konsep pembelajaran abad ke-21 bisa diimplementasikan secara utuh.
Tidak seperti yang selama ini terjadi, keinginan kurikulum sangat tinggi, tapi sarana dan kemampuan gurunya tidak memadahi. Karenanya boleh dibilang pembelajaran abad ke-21 yang dipraktikkan berkualitas KW.
Pemetaan
Sembari mengerjakan revisi kurikulum, pemerintah bisa melakukan pemetaan wilayah yang selama ini bermasalah dengan jaringan listrik dan internet. Masalah jaringan ini juga menjadi persoalan mendasar dalam pembelajaran daring dan pengembangan pembelajaran abad ke-21. Sudah seharusnya pemerintah beranjak dari pengembangan pendekatan pengelolaan pendidikan yang sekedar berorientasi pada pemerataan akses pendidikan dan pemerataan kualitas pendidikan menuju pengelolaan pendidikan berorientasi digital. Pengembangan ini harus dimulai dengan melengkapi kebutuhan terhadap jaringan listrik dan internet.
Tentunya pemenuhan kebutuhan ini sejalan dengan visi pengembangan infrastruktur pemerintahan Presiden Jokowi. Jangan sampai hanya infrastruktur ekonomi saja yang menjadi fokus perhatian. Infrastruktur pengembangan pendidikan berorientasi digital juga tidak kalah penting untuk diagendakan. Walaupun investasi pengembangan infrastruktur ekonomi memang segera dapat dilihat hasilnya dalam jangka waktu yang lebih singkat. Sementara investasi infrastruktur pendidikan berorientasi digital mungkin baru akan terlihat 20 sampai 30 tahun yang akan datang.
Ini saat yang tepat untuk memberi penekanan pada pengembangan pendidikan berorientasi digital dalam kurikulum, yakni di saat gairah guru terhadap literasi digital dan informasi mulai menggeliat. Apalagi sejak awal sudah ada kesadaran tentang keterlambatan kualitas pendidikan yang disampaikan oleh Menteri Nadiem Makarim. Saat itu dia menyampaikan bahwa pendidikan kita tidak berkembang selama 20 sampai 30 tahun terakhir. Mungkinkah pengembangan pendidikan berorientasi digital ini akan menjadi fokus perhatian edisi merdeka belajar berikutnya? Jika benar, tentu ini merupakan salah satu hikmah besar yang dapat dipetik dari pandemi korona.
Bagus Mustakim Pengawas Sekolah dan Instruktur Nasional Kurikulum Pendidikan Agama Islam, sedang menyelesaikan tugas belajar di Program Doktor Studi Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini