Hari ini, delapan puluh lima tahun lalu lahir seorang anak bangsa di bumi Minangkabau, Sumpur Kudus, Sumatera Barat, bernama Ahmad Syafii Maarif yang kemudian akrab disapa Buya Syafii, sosok negarawan yang autentik.
Dalam konteks politik kenegaraan Indonesia, kita semua bersepakat bahwa Buya Syafii telah memberi corak yang sangat berarti dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehadiran Buya Syafii di Nusantara adalah anugerah yang patut disyukuri.
Sebagai tokoh Muhammadiyah, Buya menjadi sosok yang senantiasa hadir melintasi golongan, kelompok keagamaan, elite bangsa dan bahkan dalam pergaulan internasional. Pemikirannya selalu menjemput zaman dan benar-benar memecah ombak arus besar perkembangan problematika kemanusiaan, baik dalam kehidupan bermasyarakat, beragama dan bernegara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menjaga Jarak
Sepak terjangnya yang selama ini istikamah menjaga jarak pada kemewahan politik kekuasaan praktis telah dibuktikan dengan sekaligus sikapnya yang tidak anti-negara. Mencintai utuh negaranya diekspresikan dengan selalu mengedepankan kepentingan bangsa di atas kelompok kecilnya. Konsistensi itu menjadi karakter yang sudah disaksikan oleh banyak kalangan. Mulai elite bangsa, para aktivis baik internal Muhammadiyah dan lintas golongan. Bahkan kelompok rakyat marjinal yang terhimpit oleh bengisnya para penguasa zalim juga kerap mendapatkan sentuhan gerakan "tangan dingin"-nya.
Siapa pun yang pernah berinteraksi dengan Buya Syafii pasti mengalami bagaimana pergumulan pemikiran, kata-kata dan tindakannya selalu seiring sejalan. Sebagai tokoh bangsa, gambaran Prof Haedar Nashir tentang sosok Buya yang membawa Islam pada kancah pemikiran kemanusiaan universal tanpa sekat telah menjadi teladan selama hidupnya. Pemikiran-pemikiran humanisme Islamnya telah memberi warna pada orientasi kemanusiaan universal. Baik dalam kehidupan politik kenegaraan, sosial dan juga elan vital bidang kehidupan berbangsa dan bernegara lainnya.
Khazanah kenegarawanan Buya Syafii setidaknya bisa tergambar jelas ketika para tokoh bangsa menyampaikan pengalaman hidupnya dalam acara Bincang Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB) #85thSyafiiMaarif bertajuk Mencari Negarawan, Sabtu (30/5) malam. Para tokoh dengan berbagai latar belakang mengungkapkan bahwa di tengah kekeringan Bangsa Indonesia, kehadiran sosok negarawan Buya Syafii telah memberi keteladanan yang genuine. Konsistensinya pemikiran Islam inklusif, kejujurannya, pembelaan pada kaum marjinal dan perhatiannya pada generasi muda dan masa depan bangsa telah menjadi sikap hidup yang nyata.
Bagi setiap orang yang pernah bertemu Buya pasti akan meyakini bahwa ajaran Buya tidak hanya sekadar teori dan kata-kata belaka. Apa yang Buya katakan sudah pasti sejalan dengan tindakannya. Nilai kesederhanaan, gerakan kulturalnya, visi berkemajuannya, integritas dan sikap anti korupsinya sangatlah layak untuk menjadi benchmark bagi seluruh anak bangsa.
Sikap objektivitas, independensi dan jiwa Pancasilanya bersenyawa dalam kiprah hidupnya, baik sebagai pegiat Muhammadiyah, pengajar dan aktivitas kemanusiaannya. Perilakunya benar-benar telah menyatu sebagai sikap hidup yang khas. Beriringan dengan perjalanan perjalanan bangsa Indonesia, baik sejak orde lama, orde baru bahkan hingga kini 22 tahun lahirnya Reformasi.
Masa Sulit
Bersamaan dengan hari kelahiran Buya Syafii, saat ini bangsa Indonesia telah menghadapi masa sulit. Pandemi global virus corona baru (Covid-19) telah memberikan ujian nyata bagi seluruh komponen bangsa, baik unsur pemerintah, pemimpin di berbagi level, ormas, pengusaha, dan elemen civil society. Kondisi terbaru, tak kurang 25.773 manusia Indonesia sudah terjangkit dan mengakibatkan 1.573 nyawa hilang menjadi fakta yang membuat kita harus berpikir keras dalam menghadapi wabah ini.
Dampak krisis ekonomi, politik dan sosial akibat Covid-19 sekaligus juga menjadi sarana ujian apakah seluruh komponen bangsa mampu keluar menghadapi pandemi global yang telah menyebabkan 5.9 juta orang lebih terjangkit dan mematikan hampir 367 ribu manusia di muka bumi ini.
Selain pandemi corona, pekerjaan besar bangsa Indonesia yang menjadi tantangan sampai saat ini masih sangat kompleks. Misalkan saja perilaku pejabat koruptif, tingginya angka kemiskinan, belum meratanya akses pendidikan dan kesehatan, dan juga masalah konflik sosial yang masih menjadi pemandangan sehari-hari.
Belum lagi fakta dikuasainya sumber daya alam dan kekayaan negara oleh segelintir kekuatan oligarki, dan cengkeraman kapitalisme modal global sangat perlu dijawab dengan sikap dan langkah strategis seluruh anak bangsa. Diperlukan pikiran dan visi berkemajuan untuk menjawab problematika yang disebutkan di atas. Sikap seseorang seperti yang Buya Syafii amalkan selama hidupnya.
Komitmen Kolektif
Di tengah problematika bangsa Indonesia yang sedemikian kompleks seperti saat ini, memperingati milad Buya Syafii tidak cukup dengan mengucapkan selamat. Kader Muhammadiyah dan pemuda di Indonesia tidak cukup dengan membedah pemikiran dan perjalanan hidupnya. Seperti ajaran konsistensi Buya, bahwa nilai kenegarawanan harus menjadi komitmen kolektif seluruh anak bangsa untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pemuda Muhammadiyah sebagai anak kandung organisasi yang dilahirkan Kiai Ahmad Dahlan ini memiliki panggilan ideologis sekaligus mandat untuk kemudian mendorong konsepsi moral keagamaan Buya Syafii bisa dijiwai oleh seluruh kader. Konsepsi Buya yang sering disampaikan misalnya, soal anak bangsa jangan hanya jadi politisi yang bersifat seperti lele (kanibalistik) dan politik gincu (citra) harus menjadi doktrin perjuangan.
Pemuda Muhammadiyah harus meneladani Buya dengan menyiapkan kader-kader yang tidak hanya sebatas pada konsepsi nilai keagamaan tetapi harus merasuk dalam praktik kenegaraan. Muaranya, sifat kenegarawanan menjadi praktik budaya setiap kader Muhammadiyah dan segenap komponen bangsa.
Saat ini, Pemuda Muhammadiyah sedang menyiapkan bagaimana nilai pemikiran Buya dituangkan dalam tantangan kehidupan kekinian. Perilaku dan kecenderungan Buya harus kemudian dikaji dan diamalkan seluruh generasi muda dalam praktik kehidupan bernegara, bermasyarakat dan bernegara. Secara khusus, Pemuda Muhammadiyah akan berusaha semaksimal mungkin mewujudkan dengan kerja-kerja kaderisasi organisasi.
Muara dari meneladani Buya Syafii adalah bagaimana Pemuda Muhammadiyah berhasil menciptakan negarawan baru secara massal. Negarawan dari berbagai latar belakang, mulai aktivis partai politik, intelektual kampus, kelompok civil society, pengusaha dan juga kader-kader yang tersebar di birokrasi pemerintahan dan latar belakang lainnya. Sosok Buya yang selalu gelisah dengan keadaan negaranya dan berani melawan ketidakadilan dan segala kesenjangan harus melekat dan menjadi komitmen kolektif.
Akhir kalam, seperti yang disampaikan Prof Haedar Nashir semalam, pentingnya perspektif yang luas bagi generasi muda dan sikap membuka horison kebangsaan bagi kemajuan generasi akan datang harus diwujudkan bersama.
Kenegarawanan Buya Syafii jangan hanya dijadikan sebagai khazanah keilmuan yang bersifat menara gading. Kita semua memiliki kewajiban menjadikan kenegarawanan Buya sebagai orientasi dalam pikiran dan tindakan seluruh keluarga bangsa. Maka kemudian lahirlah kemudian sosok-sosok yang senantiasa meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongannya semata.
Mudah-mudahan seluruh anak anak bangsa dapat meneladani khazanah pemikiran dan keteladanan Buya Syafii Maarif untuk mewujudkan Indonesia yang berkemajuan. Seperti yang berkali-kali disampaikan Prof Haedar Nashir, sosok autentik, jujur dan berjiwa Pancasilais.
Selamat ulang tahun, Buya! Kita berharap Buya senantiasa diberi kekuatan memberikan obor pencerahan bagi seluruh anak bangsa. Kita semua generasi muda akan senantiasa berkomitmen menjalankan mandat para pendiri bangsa menuju negara yang adil, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Sunanto Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah
(mmu/mmu)