Semarak Dakwah Perempuan Muda di Media Sosial
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Semarak Dakwah Perempuan Muda di Media Sosial

Jumat, 29 Mei 2020 14:00 WIB
Rizka Nur Laily Muallifa
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
LONDON, ENGLAND - AUGUST 03:  The Instagram logo is displayed within the opened app on an iPhone on August 3, 2016 in London, England.  (Photo by Carl Court/Getty Images)
Ilustrasi: Carl Court/Getty Images
Jakarta -

Kita dan rasa-rasanya masyarakat global secara umum mengalami hari-hari tetap produktif di tengah pandemi, kendatipun lebih banyak berada di rumah. Kejadian ini tentu tidak pernah mampir dalam bayangan kita sebelumnya. Sebagai manusia modern, waktu kita demikian padat untuk melakoni hari-hari bekerja dan berkarya, yang sebelumnya mungkin banyak dilakukan di luar rumah.

Kini, kita dipaksa keadaan untuk bertahan di rumah demi kemaslahatan diri sendiri dan orang lain. Para ulama dan intelektual muslim pun mengimbau supaya umat Islam melakukan praktik keagamaannya di rumah saja. Termasuk ibadah-ibadah selama Ramadhan dan Syawal. Berbagai pihak yang memiliki otoritas keagamaan mumpuni menyebarluaskan panduan tata laksana beribadah Ramadhan dan Syawal di rumah guna memudahkan umat Islam menjalani keberimanannya.

Pada saat bersamaan, kita menyaksikan betapa geliat dakwah para perempuan muda meramaikan berbagai platform media sosial. Untuk menyebut di antaranya "Kajian Gender Islam" (KGI) yang diampu Dosen Pascasarjana Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Nur Rofi'ah, "Narasi Puan" besutan penulis dan aktivis perempuan Kalis Mardiasih, serta beragam media, komunitas, bahkan perorangan yang memiliki fokus kajian tentang perempuan seperti Magdalene.co, "Perempuan Berkisah", "Diskusi Perempuan Islam", dan masih banyak lagi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari Pertemuan Fisik ke Daring

Sebelum pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, para perempuan muda yang memiliki otoritas ilmu dan pengetahuan keagamaan yang mumpuni itu rajin melakukan diskusi yang melibatkan pertemuan fisik. Diskusi --atau ada juga yang menyebutnya ngaji-- dengan tema besar keperempuanan itu makin hari makin mekar gaungnya di sekian daerah. Meskipun sebagian besar masih terjadi di Jakarta dan Yogyakarta.

ADVERTISEMENT

Setidaknya, dua bulan belakangan ini gerakan dakwah para perempuan muda terasa lebih inklusif karena bisa disimak oleh masyarakat dari berbagai kalangan dan daerah. Diskusi-diskusi daring memangkas banyak hal yang kerap menjadi penghalang bagi seseorang saat hendak menghadiri pertemuan fisik, seperti kendala jarak, kendaraan, dan waktu.

Tuntutan lebih banyak berada di rumah yang kita alami saat ini memberi kesempatan lebih luas untuk menyimak diskusi-diskusi yang kita inginkan. Hari-hari ini, kita terbiasa menyimak diskusi sembari menyelesaikan tanggungan pekerjaan, mengasuh anak, memasak, menyetrika, mengepel, dan lain sebagainya. Kewajiban bekerja dan kebutuhan aktualisasi diri rupanya bisa bersama dalam bina damai saat di rumah saja.

Menyelami Keperempuanan

Tema-tema yang dibahas oleh para pendakwah perempuan tersebut sangat beragam, meskipun tetap berpijak pada tema besar keperempuanan. Mulai dari yang padat rujukan sejarah hingga kejadian sehari-hari. Misalnya, bagaimana menghadapi krisis pegangan hidup pada usia 20-an, sejarah perempuan dalam perjalanan Islam, menjadi perempuan berdikari sesuai ajaran Islam, peran perempuan dalam menciptakan peradaban, pernikahan, keluarga, dan lain sebagainya.

Komunitas Ngaji Kajian Gender Islam (KGI) selama bulan Ramadhan ini setidaknya terlibat dalam 12 diskusi daring melalui berbagai platform media, seperti Zoom, Skype, Google Meet, Instagram, dan Youtube. Tema yang dibahas antara lain peran dan kontribusi perempuan muslim pada era modern, pengalaman perempuan pada masa pandemi, jati diri perempuan dalam konteks agama dan negara, pelaminan bukan taman bermain anak, keluarga muslim yang adil dan setara, dan lain-lain. Tema-tema ini dibahas dalam diskusi yang melibatkan pihak di luar KGI, dalam hal ini pendiri KGI Nur Rofi'ah diundang sebagai pembicaranya.

Sementara itu, kegiatan intern KGI sendiri tidak kalah semaraknya. Edisi Ngaji KGI Daring yang disiapkan jauh-jauh hari sebelum Ramadhan menetapkan empat bahasan pokok, yakni Gender dan Jenis Kelamin, Keadilan Hakiki Perempuan, Level Kesadaran dan Kemanusiaan Perempuan, dan Revolusi Islam atas Kemanusiaan Perempuan. Empat tema tersebut dijadwalkan selama bulan Ramadhan dan diikuti terbatas oleh para peserta yang sudah mendaftar dan lolos seleksi admin.

Untuk publik yang lebih umum, Ngaji KGI sempat menggelar diskusi yang disiarkan langsung melalui akun Instagram @ngaji_kgi. Diskusi bertajuk Ngabuburit KGI itu mengambil dua bahasan yang sedang tren saat ini, "Bidadari Surga" dan "Kritis Beragama seperti Aisyah RA". Sayangnya, siaran langsung itu tidak disimpan di fitur IGTV sehingga tidak bisa dilacak ulang.

Media Inklusif yang Progresif

Di ranah media, sebagian perempuan milenial rasanya cukup akrab dengan media alternatif magdalene.co. Kemunculan Magdalene dikenal publik karena keberpihakannya pada perempuan dan minoritas lain seperti LQBT. Beberapa kali Magdalene juga mengunggah bahasan yang melibatkan para perempuan muslim. Salah satu yang paling menarik disimak adalah wawancara Hera Diani dengan The Lady Imam, Amina Wadud. Dari wawancara itu, pembaca menangkap progresivitas dan militansi Amina dalam pemahaman dan tindakannya menafsir perempuan sesuai teks dan konteks keislaman.

Dalam suasana Ramadhan, Magdalene juga memiliki agenda diskusi bertema keagamaan. Yakni diskusi bertema "Perempuan-Perempuan Sufi" yang menyibak aspek feminisme dalam spiritualitas bersama Profesor Yurisprudensi Islam dan aktivis gender Musdah Mulia. Diskusi termutakhir bersama Kalis Mardiasih membahas perihal makna hijrah yang sesungguhnya.

Selain Magdalene, ada media komunitas perempuanberkisah.id. Diskusi-diskusi daring dan tulisan yang ditampilkan di laman bersangkutan bertujuan memberi energi positif serta sarana pembelajaran bagi perempuan dan kaum marjinal untuk mencapai keberdayaannya.

Sementara itu, media berbasis keislaman yang terus naik daun, iqra.id jauh-jauh hari mengumumkan submisi tulisan khusus edisi perempuan. Pengumuman itu disambut hangat oleh para penulis baik perempuan maupun laki-laki. Setiap hari, Iqra menampilkan tulisan-tulisan segar perihal keperempuanan.

Geliat Perorangan

Di luar gerak komunitas dan media, kita menjumpai sekian muslimah muda yang pandangan atau komentarnya terhadap fenomena keagamaan di era modern nyaring di media sosial. Menyebut dua di antaranya yakni Kalis Mardiasih dan Esty Diah Imaniar. Penyebutan ini subjektif karena kebetulan saya berada dalam lingkungan yang cukup dekat dengan keduanya --sama-sama alumnus Univesitas Sebelas Maret (UNS) Solo dan hilir-mudik berkegiatan di Solo dan Yogyakarta.

Kalis dan Esty sama-sama rajin menyampaikan pandangannya berkaitan dengan fenomena yang sedang terjadi. Belakangan ini, keduanya menyampaikan pandangannya tentang nikah muda dan pernikahan anak. Sebabnya semakin banyak narasi di media sosial yang mengampanyekan seruan nikah muda dengan dalih agama. Salah satu yang cukup menggemparkan jagat maya yakni konten Youtube Ukhti Mega Official yang menceritakan pengalaman menikah dan hamil pada usia 17 tahun. Usia yang belum diperbolehkan negara untuk melangsungkan pernikahan karena secara biologis perempuan di usia itu rentan terhadap kehamilan.

Kalis dan Esty terbiasa menyampaikan pandangannya dengan cukup panjang dan runtut melalui Instagram dan Facebook mereka. Tidak jarang pula keduanya menulis lebih panjang disertai dengan rujukan-rujukan keislaman yang kontekstual menjadi opini yang disiarkan kanal media daring.

Apa yang diikhtiarkan para pendakwah perempuan berusia muda ini kiranya masih di taraf alternatif, belum menjadi mainstream. Meminjam pernyataan Roy Murtadho, yang alternatif memang cenderung sedikit peminatnya, namun ia bisa menjadi oase yang menyejukkan di tengah kegerahan narasi keagamaan yang minim penghayatan. Dengan demikian, tugas kita sebagai penyimak-pendengar-pembaca adalah terus membumikan dan memviralkan narasi-narasi alternatif yang sarat keadilan, keberagaman, dan kedalaman sebagai upaya menjadi muslim dan muslimah rahmatan lil alamin. Tsah!

Rizka Nur Laily Muallifa reporter media daring dan penulis lepas

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads