Tahun Perawat dan Apresiasi di Masa Pandemi

Kolom

Tahun Perawat dan Apresiasi di Masa Pandemi

Gading Ekapuja Aurizki - detikNews
Rabu, 13 Mei 2020 15:32 WIB
Jakarta -

Dua belas Mei, dua ratus tahun lalu, lahir seorang bayi perempuan mungil dari pasangan bangsawan Inggris, William Edward dan Fanny Nightingale. Bayi itu diberi nama Florence, sesuai nama Inggris dari kota kelahirannya Firenze, Italia. Kedua orangtuanya berharap Florence menjadi perempuan yang baik dan hidup normal lazimnya putri bangsawan: menikah dengan sesama bangsawan dan membangun keluarga kecil yang bahagia.

Namun, Florence memiliki cita-cita dan jalan hidup sendiri. Dia memilih "bunuh diri kelas" dengan bekerja sebagai perawat. Orangtuanya sempat menentang karena pada zaman itu perawat dianggap sebagai pekerjaan rendahan. Florence bergeming. Ia tetap menjalani karier sebagai perawat hingga kelak namanya masyhur sebagai pendiri keperawatan modern. Namanya lekat dengan profesi keperawatan seperti lekatnya nama Hipokrates dengan profesi kedokteran.

Florence mendapat julukan The Lady with the Lamp (perempuan pembawa lampu) karena kegigihannya merawat para tentara Inggris hingga larut malam selama Perang Krimea. Perjuangannya itu diganjar penghargaan tinggi oleh Ratu Victoria, yang kemudian membuat keluarganya bangga. Sejak saat itu, Florence dikenal sebagai pahlawan bagi masyarakat Inggris, hingga hari ini. Bahkan, rumah sakit darurat untuk pasien Covid-19 di Inggris diberi nama Rumah Sakit Nightingale untuk menghormati jasa-jasanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak hanya sebagai perawat, Florence juga dikenal sebagai seorang reformis sosial. Dia banyak mengadvokasi isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan, salah satunya mendorong disahkannya Undang-undang Kesehatan Masyarakat di Inggris. Dia juga secara terbuka menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat miskin dan kelas pekerja lewat komunikasinya yang intens dengan para pejabat Inggris yang memang banyak dikenalnya --sebagian bahkan kerabatnya.

Selain itu, Florence juga merupakan penulis yang piawai. Dia telah menulis ratusan artikel dengan berbagai topik. Salah satu yang paling terkenal adalah Notes on Nursing (Catatan tentang Keperawatan) yang terbit pada 1859. Catatan ini menjadi dokumen acuan awal yang menjelaskan apa itu keperawatan dan apa yang membedakannya dengan medis. Ia juga menulis Notes on Hospital (Catatan tentang Rumah Sakit) yang memuat dasar-dasar pengelolaan rumah sakit. Kemajuan rumah sakit seperti sekarang tidak lepas dari buah pemikirannya.

ADVERTISEMENT

Yang unik, meski dikenal sebagai pencetus keperawatan modern, di Wikipedia titel utamanya justru ahli statistik. Hal itu tidak lepas dari kepakaran Florence di bidang statistik. Mentornya adalah matematikawan dan ahli statistik ternama Adolphe Quetlet. Bahkan, pada 15 Maret 2020 lalu, American Statistical Association (ASA) dalam situs This is Statistics menjuluki Florence sebagai The Lady with the Data. Itu tidak lepas dari peran Florence menggunakan data statistik untuk menemukan penyebab tingginya kematian pasien. Dengan data tersebut, ia membuat diagram coxcomb yang pada zaman itu merupakan terobosan luar biasa.

Berkat jasa-jasanya, tanggal lahir Florence dirayakan setiap tahun sebagai Hari Perawat Internasional. Bahkan, 12 Mei sempat menjadi Hari Palang Merah Internasional sebelum diubah ke 8 Mei mengikuti tanggal lahir Henry Dunant. Tema hari perawat internasional tahun ini, seperti yang ditetapkan International Council of Nurses, adalah A Voice to Lead: Nursing the World to Health. Tema ini seiring dengan situasi global sekarang yang sedang berjuang menghadapi pandemi Covid-19, di mana perawat menjadi tulang punggung sistem layanan kesehatan yang melindungi masyarakat di seluruh dunia. Tanpa perawat, apa jadinya kita?

World Health Organization (WHO) menetapkan 2020 sebagai Tahun Internasional Perawat dan Bidan. Itu juga bertepatan dengan peringatan dua ratus tahun kelahiran Florence Nightingale. Sayangnya, sampai hari ini perawat masih kurang mendapatkan apresiasi dan kesejahteraan mereka belum mendapatkan perhatian serius, baik dari pemerintah maupun pihak manajemen fasilitas layanan kesehatan. Masih ada kasus kekerasan terhadap perawat, baik fisik maupun non-fisik, seperti yang terjadi belum lama ini. Gaji mereka sangat kecil jika dibandingkan dengan profesi lain. Bahkan, di beberapa tempat, ada perawat yang bekerja tanpa digaji. Hal ini kontras dengan tanggung jawab dan beban kerja perawat yang sangat berat.

Saya mendengar banyak perawat yang dirumahkan di tengah pandemi karena rumah sakit tidak sanggup membayar gaji mereka, sementara di tempat lain tenaga perawat sangat dibutuhkan. Ini terjadi khususnya di rumah sakit swasta non-rujukan Covid-19, khususnya layanan rawat jalan, yang menggantungkan diri dari kunjungan rutin pasien. Ketika jumlah kunjungannya menurun drastis karena pandemi, kontrak para perawat yang "menganggur" pun diputus sepihak. Sebuah anomali yang terjadi pada profesi mulia ini.

Masih banyak isu-isu soal perawat dan keperawatan yang belum selesai, khususnya di Indonesia. Oleh karenanya, tahun ini adalah momen yang tepat untuk menyelesaikannya, dimulai dari mengapresiasi sekaligus memperhatikan kesejahteraan perawat. Jika Florence Nightingale harus melewati Perang Krimea untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat, saya berharap pandemi Covid-19 ini membuka mata dunia tentang perjuangan para perawat.

Selamat ulang tahun, Florence! Selamat Hari Perawat Internasional!

Gading Ekapuja Aurizki mahasiswa Master Advanced Leadership for Professional Practice (Nursing) The University of Manchester, Inggris; staf Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, Surabaya

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads