Mudik, Polusi, Virus

Kolom

Mudik, Polusi, Virus

Wiwin Effendi - detikNews
Rabu, 06 Mei 2020 14:34 WIB
India tengah menghadapi kualitas udara terburuk dan paling parah selama beberapa dekade terakhir.
Foto: Reuters
Jakarta - Terhitung 24 April, pemerintah mulai melarang warga untuk mudik. Aturan ini demi mengurangi penyebaran wabah Covid-19 yang semakin meluas. Selain itu, penurunan aktivitas transportasi darat secara langsung juga berdampak pada perbaikan lingkungan. Di antara sekian dampak akibat penyebaran corona adalah penurunan polusi udara. Aktivis lingkungan di Indonesia mencatat bahwa anjuran work from home (WFH) cukup efektif menekan kadar polutan di Jakarta dan Indonesia pada umumnya.

Apakah aturan angkutan umum dan pribadi dilarang keluar dari zona merah akan efektif menurunkan wabah Covid-19? Tulisan ini akan sedikit mengupas pengaruh polusi udara akibat emisi tersembunyi roda-roda kendaraan terhadap infeksi virus corona.

Kualitas Udara

Kualitas udara yang tidak sehat jelas berpengaruh negatif bagi kesehatan. Air pollution is a silence killer. Infeksi pernapasan ringan, gangguan kecerdasan, peningkatan risiko sakit jantung, gangguan kehamilan hingga kanker paru merupakan akibat jangka pendek dan panjang polusi udara.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Air Pollution and Respiratory Viral Infection menunjukkan bahwa polusi udara dapat menambah keparahan infeksi akibat virus influenza. Tikus percobaan yang sudah diinfeksi virus influenza saat diberikan pajanan gas nitrogen dioksida (NO2) ternyata lebih rentan mengalami infeksi paru dan saluran pernapasan serta memiliki angka morbiditas lebih tinggi. Kadar ozon (O3) di atas ambang normal juga berdampak pada risiko kerusakan paru yang lebih berat.

Selain itu, makin tinggi konsentrasi particulate matter (PM) akan menyebabkan kemampuan imunitas sel makrofag alveoli dan lapisan surfaktan paru menurun. Bisa dipastikan jika daya bunuh makrofag menjadi tumpul maka sistem pertahanan tubuh akan lebih rentan terhadap invasi patogen berbahaya. Zat polutan PM juga memicu terbentuknya oksidatif stres dan radikal bebas yang berpotensi merusak sel parenkim paru dan juga organ lain.

Meski penelitian polusi udara terhadap virus korona belum dipublikasikan, gambaran di atas bisa menjadi pembanding karena kedua jenis virus termasuk dalam kelompok yang sama. Yang menarik, negara-negara Eropa dengan indeks kualitas udara (Air Quality Index/AQI) bagus seperti Denmark dan Swedia menyumbang pasien positif Covid-19 lebih sedikit dibanding raksasa industri Eropa seperti Italia, Inggris, dan Spanyol.

Kondisi Indonesia agak sulit dijadikan perbandingan karena indikator kualitas udara yang digunakan, Indeks Standard Pencemar Udara (ISPU), memiliki ambang batas yang lebih longgar dibanding AQI. Selain itu, jumlah pasien dan angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia tidak terlalu akurat. Meski demikian, besarnya kasus Covid-19 di Indonesia yang menempati peringkat tertinggi di Asia Tenggara bisa jadi cerminan bahwa kualitas udara yang jelek sangat mempengaruhi infeksi virus corona.

Lebih Kompleks

Berbeda dengan gas-gas polutan seperti NO2 dan O3, PM lebih kompleks baik dari materi penyusun dan efek negatif bagi kesehatan. PM adalah polutan yang terdiri dari berbagai partikel baik padat (logam, endotoksin, karbon organik, dan zat organik lain) dan cair. Proses kondensasi dan konversi kimiawi gas di atmosfer membentuk partikel-partikel ini menjadi PM 2.5.

Selain asap cerobong pabrik, emisi gas buang kendaraan (exhaust emissions/EE) dari pembakaran tidak sempurna mesin adalah salah satu sumber PM. Namun, mungkin sedikit yang menyadari bahwa roda, sistem rem, dan percikan partikel jalan raya akibat gesekan dengan ban mobil (dust road resuspension) juga sangat berbahaya. Partikel yang dihasilkan dari abrasi roda dan rem kendaraan serta serpihan debu jalanan akibat turbulensi oleh kendaraan adalah emisi non-exhaust emissions/NEE yang menyumbang sebagian besar polutan PM di jalan raya.

Dari data di beberapa negara didapatkan hasil bahwa polutan PM terkait transportasi disumbang oleh sekitar 60-70% NEE dan 30-40% EE. Jika emisi gas buang dan pekatnya cerobong pabrik bisa diatur dengan aturan emisi serta teknologi ramah lingkungan, maka persoalan NEE relatif lebih sulit dikendalikan.

Komponen utama roda mobil adalah karet yang diperkaya material lain, termasuk logam tembaga dan zat-zat organik lain. Para ahli memperkirakan 5-10% dari beragam materi ban merupakan penyumbang PM, terutama PM 10.

Mari sekarang kita coba hitung polutan yang terbentuk dari roda-roda yang berputar. Dalam pemakaian normal, ban mobil kecil akan kehilangan material penyusunnya sebesar 5-10 mg/km. Dengan demikian mobil yang menempuh jarak 50.000 km akan menghasilkan 250-500 g partikel akibat abrasi karet ban dengan jalan. Nilai ini akan dikonversi menjadi emisi faktor (EF) dengan satuan mg/vkm (vehicle km); EF tiap kendaraan untuk PM 10 dan PM 2.5 berbeda.

Ini artinya, mobil keluarga kecil mempunyai angka EF sebesar 2-5 mg/vkm PM 10. Berat dan dimensi kendaraan serta cara mengemudi merupakan faktor penting penentu EF. Kendaraan besar yang dikemudikan dengan ugal-ugalan akan menjadikan abrasi ban semakin boros. Hal serupa berlaku dengan pemakaian rem. Berbagai logam penyusun peralatan rem kendaraan yang tergerus bisa setara dengan 5-10 mg/vkm PM10.

Kita dapat membayangkan kondisi jalan macet dan banyak tikungan akan makin meningkatkan konsentrasi polutan PM.

Dust road resuspension adalah komponen terbesar NEE. Tetapi untuk menentukan konsentrasi PM yang terbentuk cukup sulit. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal termasuk struktur jalan, kelembaban permukaan aspal, kecepatan dan berat kendaraan, suhu, curah hujan, dan berbagai faktor alam lain.

Langkah yang bisa dilakukan untuk mengurangi polusi emisi "non-knalpot" ini antara lain mengurangi kecepatan dan berat beban kendaraan serta lebih bijak dalam mengemudi. Yang terjadi di Indonesia sebaliknya. Bus dengan penumpang penuh sering memacu kecepatan dan tiba-tiba berhenti mendadak. Permukaan jalan nasional dan jalan di pedesaan sangat berbeda. Kondisi aspal yang kasar dan genangan air semakin mempercepat proses terbentuknya resuspensi partikel dari abrasi roda dan jalanan.

Dua Manfaat

Terlepas dari kontroversi istilah "mudik" dan "pulang kampung" atau anggapan bahwa aturan ini sudah terlambat, larangan mudik ini setidaknya bisa memberi dua manfaat. Keuntungan pertama, meminimalkan persebaran virus corona yang makin hari makin meluas. Mengurangi polusi udara merupakan hikmah berikutnya yang juga patut disyukuri.

Dengan menurunnya kadar polutan, maka masyarakat dapat menghirup hawa segar. Udara sehat dan sinar matahari pagi merupakan faktor penting bagi imunitas tubuh. Sel-sel pertahanan tubuh yang optimal lebih menjanjikan perlindungan optimal terhadap infeksi corona.

Wiwin Is Effendi staf pengajar FK Unair, Dep. Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Divisi Penyakit Paru Kerja dan Lingkungan

(mmu/mmu)

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads