M'aider, May Day!
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

M'aider, May Day!

Jumat, 01 Mei 2020 15:49 WIB
Ayunita NR
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Hari Buruh: Buruh yang dipecat saat pandemi virus corona, tidak dapat pesangon, tabungan habis sudah
Foto: BBC Indonesia
Jakarta -
2020 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi dunia ketenagakerjaan di Indonesia. Beberapa kasus ketenagakerjaan mencuat pada akhir 2019 dan berlanjut pada awal 2020. Berlanjut pada isu Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang di dalamnya juga memuat kluster ketenagakerjaan yang penuh kontroversi. Ramainya isu tersebut di-"pause" dengan pandemi Covid-19 yang datang dan menyerang siapapun tanpa membedakan dan sangat berdampak besar pada sektor ketenagakerjaan.

M'aider, kata dari Bahasa Prancis yang berarti "bantu saya" seolah tepat menggambarkan kondisi perburuhan Indonesia saat ini. Peran pemerintah sebagai pelindung bagi pekerja seolah tak mampu dirasakan oleh pekerja dengan berbagai peristiwa yang terjadi. Ada harapan perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerja yang patah dalam kondisi yang semakin redup.

Setiap tahunnya May Day atau Hari Buruh Internasional diperingati pekerja pada 1 Mei dengan melakukan aksi demonstrasi guna menyampaikan aspirasi yang bertujuan untuk dapat didengar dan direalisasikan oleh pemerintah dan pemberi kerja. Tahun ini dengan adanya kebijakan pemerintah untuk melaksanakan physical distancing guna memutus rantai persebaran Covid-19, aktivitas tersebut tentu tidak dapat dilaksanakan dan perlu menggunakan mekanisme lain yang lebih baik untuk mengaspirasikan berbagai hal terkait ketenagakerjaan.

Isu Omnibus Law RUU Cipta Kerja ramai diperbincangkan hingga menuai kontroversi karena dari cara pembentukannya yang tidak sesuai dengan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengakibatkan adanya tumpang tindih antara satu peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Muatannya lebih mengiris hati pekerja jika benar nantinya akan disahkan karena banyak pemangkasan hak pekerja.

Permasalahan perjanjian kerja sebagai landasan melaksanakan hubungan kerja yang terjalin antara pemberi kerja dan pekerja mencuat karena dalam draf RUU tersebut jenis perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) mengalami perubahan jangka waktu dari yang terbatas dua tahun dengan perpanjangan satu kali selama dua tahun dan pembaharuan satu kali selama satu tahun, mengalami perubahan yang mendegradasi waktu menjadi diperbolehkan perpanjangan tanpa ada batasan waktu.

Outsourcing atau yang dikenal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) sebagai "alih daya" juga berubah total. Sejarahnya, sistem kerja outsourcing hanya boleh untuk jenis pekerjaan tertentu yaitu pekerjaan non core atau bukan pekerjaan inti di suatu perusahaan atau instansi. Draf RUU Cipta Kerja mengubah hal tersebut dengan tidak membatasi jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan dengan sistem kerja outsourcing. Hal ini tentu akan sangat merugikan pekerja, baik dari segi perlindungan dan kesejahteraan.

Permasalahan selanjutnya terkait upah sebagai hak dasar pekerja dalam melaksanakan pekerjaan. RUU Cipta Kerja menghapuskan upah minimum kabupaten/kota. Fungsi upah minimum dalam suatu hubungan industrial adalah sebagai jaring pengaman. Jaring pengaman sebagaimana dimaksud ialah adanya perlindungan yang diberikan oleh pemerintah bagi pekerja terkait besaran upah minimum yang didapatkan dalam bekerja. Jika hal ini ditiadakan, maka tentu akan menumbuhkan ketidakpastian bagi pekerja dalam kesejahteraannya dan keluarganya. Bahkan dengan adanya penetapan upah minimum yang ada dan berlaku saat ini, masih terdapat pemberi kerja yang belum memberikan upah bagi pekerja dengan nilai minimal sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah.

Masih terdapat rentetan permasalahan ketenagakerjaan yang termuat dalam draf RUU tersebut. Salah satunya, pemangkasan hak pekerja perempuan. UUK telah mengatur sedemikian rupa hak-hak istirahat pekerja perempuan sejak 2003, namun hingga saat ini masih banyak pelanggaran yang dilakukan pemberi kerja dalam memberikan hak istirahat tersebut hingga berujung pada kondisi miskram dan kematian bayi dalam kandungan yang harus dialami oleh pekerja perempuan.

Isu Omnibus Law RUU Cipta Kerja seolah terkubur perlahan dengan adanya pandemi Covid-19 yang menimpa 200 negara lebih di dunia, termasuk Indonesia. Suatu sejarah yang tidak dapat dielakkan. Kebijakan pemerintah untuk work form home (WFH) dan physical distancing tentu berdampak pada situasi ketenagakerjaan, mulai dari ada yang dirumahkan, berkurangnya pendapatan, dan ada yang sampai mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Bagi para pekerja formal ada yang mengalami keputusan dirumahkan dan PHK sebagai konsekuensi penutupan usaha dan lesunya perekonomian. Hal yang harus dipahami oleh pekerja manakala dijatuhkan keputusan "dirumahkan" baginya, apakah yang dimaksud dengan dirumahkan adalah kondisi yang memungkinkan untuk dikembalikan untuk kembali bekerja saat pandemi berakhir ataukah yang dimaksud dengan dirumahkan adalah PHK sebagaimana yang dimaksud dalam UUK. Hal ini harus dipastikan karena dalam UUK tidak mengenal adanya dirumahkan tersebut, oleh karena itu untuk memperoleh kepastian hukum saat dirumahkan, pekerja dan pemberi kerja hendaknya membuat hitam di atas putih yang memuat keterangan secara detail tentang keputusan dirumahkan tersebut.

Harapannya tidak ada lagi ingkar janji yang dilakukan oleh pemberi kerja pada pekerja jika nantinya pandemi berakhir dan pekerja berhak memperoleh kembali pekerjaan sebagaimana sebelum adanya pandemi dan keputusan dirumahkan tersebut. Pun dalam kesepakatan tertulis yang dibuat, juga harus memuat apa saja hak yang mampu dibayarkan dan akan diterima oleh pekerja selama dirumahkan tersebut. Kesepakatan tertulis tersebut nantinya juga dapat dijadikan bekal dalam proses hukum jika nantinya ada ingkar janji yang dilakukan oleh salah satu pihak.

Dampak terbesar dengan adanya pandemi ini dirasakan oleh pekerja informal yang notabene; jika mereka tidak bekerja, maka tidak akan mendapatkan pemasukan. Namun, sulit bagi pekerja informal untuk memperoleh pendapatan sebagaimana biasanya. Penjaja makanan kecil yang biasa berjualan di depan gerbang sekolah kini tak dapat lagi bertemu konsumen setianya setiap jam pulang sekolah karena sekolah diliburkan. Pengemudi becak di tempat wisata, tak lagi menemui wisatawan yang ingin merasakan keunikan naik becak karena tempat wisata ditutup. Dan masih banyak contoh lain yang tentunya merasakan imbas dari pandemi C21ovid-19 ini.

Hal ini otomatis akan menimbulkan suatu tanda tanya besar, di manakah peran pemerintah dalam situasi seperti ini? Saat ini yang dibutuhkan rakyat adalah bantuan dalam bentuk konkret. Lalu, bagaimanakah peran jaminan sosial bagi rakyat, sudahkah maksimal peranannya bagi rakyat?

May Day sudah seharusnya menjadi momentum introspeksi diri para pihak dalam hubungan industrial. Pemerintah tidak resisten dengan check and balances yang dilakukan oleh pekerja. Pemberi kerja dan pekerja membangun komunikasi yang baik antara kedua belah pihak demi terciptanya harmonisasi. Pemerintah dan pemberi kerja memahami kedudukan masing-masing untuk menjamin tidak dilemahkannya kedudukan pekerja dalam proses produksi demi perlindungan hukum dan kesejahteraan bagi pekerja dan keluarganya. Ketiganya untuk menyelaraskan cita-cita bangsa Indonesia yang termaktub dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 45, yaitu menyejahterakan rakyat dengan memberikan jaminan perolehan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi rakyat.

Ayunita Nur Rohanawati, S.H, M.H pengajar Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads