Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan kebijakan work from home (WFH) sebagai bagian dari upaya untuk mengendalikan penyebaran virus corona di Indonesia. Bagi banyak perusahaan, khususnya mereka yang tidak termasuk dalam sektor inti, hal ini berarti kantor mereka harus ditutup secara massal, dan mayoritas karyawan akan bekerja dari rumah selama satu bulan atau lebih.
Selain di Jakarta, skenario serupa pun sedang diberlakukan di berbagai wilayah dan negara, di mana pemerintah dan berbagai perusahaan meminta warga dan karyawan mereka untuk bekerja dari rumah. Ini merupakan suatu perubahan mendasar yang mempengaruhi hidup dan cara kita bekerja, setidaknya untuk beberapa waktu ke depan.
Sebagaimana pekerjaan harus beradaptasi dengan situasi baru yang kita hadapi saat ini, rumah kita pun perlu beradaptasi untuk mendukung produktivitas kita agar bisnis dapat tetap berjalan, dan para karyawan pun masih dapat bekerja. Hal ini tentunya menjadi sebuah tantangan bagi pekerja, menjadi sebuah dikotomi yang mengharuskan mereka untuk menyeimbangkan tantangan bekerja di rumah dengan pekerjaan yang harus mereka pertahankan di tengah situasi ekonomi yang kian memburuk.
Kendati demikian, saya yakin bahwa perubahan ini akan menciptakan suatu situasi baru yang menarik, tentang bagaimana karyawan dan pemilik usaha akan mendefinisikan kembali konsep sebuah "kantor" atau "tempat bekerja", berikut dengan tren "bekerja dari rumah" pada masa depan.
Selama beberapa minggu terakhir, kita telah menyaksikan bagaimana norma "bekerja" telah berubah, setidaknya dalam empat cara. Pertama, mobilitas menjadi acuan bagi banyak industri. Selama berpuluh tahun, teknologi telah memungkinkan penggunanya untuk meningkatkan efisiensi mereka. Namun, perkembangan Covid-19 telah mendorong para pemimpin negara dan bisnis untuk berubah secara dahsyat dan cepat. Mereka pun ditantang untuk menemukan cara agar dapat terus berfungsi, mengingat banyaknya keterbatasan dan peraturan yang telah diberlakukan untuk membantu meratakan kurva penyebaran.
Terlepas dari masalah-masalah awal yang muncul dan tantangan yang berkaitan dengan keamanan siber, kita telah melihat bahwa nyatanya para tenaga profesional, baik di bidang swasta maupun publik, dapat bekerja secara efektif, sekalipun mereka tersebar secara geografis.
Seiring dengan berjalannya waktu, para pengusaha dan pemimpin organisasi pun akan menyadari bahwa bisnis masih dapat berjalan ketika karyawan mereka bekerja dari jarak jauh. Hal ini pun akan berujung pada sebuah konklusi bahwa mobilitas tidaklah lagi menjadi sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan.
Kedua, menciptakan konsep tempat kerja yang baru. Ketika mobilitas menjadi sebuah hal yang normal, sifat tempat kerja pun akan berubah secara signifikan. Pengusaha akan berupaya untuk membuat telecommuting menjadi suatu sistem yang bersifat lebih permanen. Survei Gartner baru-baru ini menunjukkan bahwa 74% Kepala Keuangan (CFO) berencana untuk memindahkan karyawan mereka ke pengaturan kerja jarak jauh pasca-Covid. Hal ini tentunya akan memampukan perusahaan untuk menghemat biaya sewa kantor, renovasi, dan biaya pemeliharaan lainnya.
Saya percaya bahwa interaksi yang efektif, terlepas dari sifatnya baik fisik maupun secara virtual, adalah kunci dari peningkatan kolaborasi dan inovasi. Mungkin tempat kerja baru yang terkesan sepi seperti dewasa ini menekankan paradigma baru tentang definisi dari sebuah kantor. Kantor menjadi tempat di mana ide, interaksi, dan hubungan kerja kita dapat dikembangkan; bukan suatu ruang di mana orang-orang bekerja di kubikel mereka masing-masing dalam kesendirian.
Akan ada definisi baru tentang seperti apa rupa ruang kantor kita nantinya. Saya harap, ide-ide baru ini, berikut dengan bayangan mengenai lingkungan kantor baru, akan diadopsi oleh banyak orang.
Ketiga, meningkatkan produktivitas di rumah dan terciptanya tingkat kepercayaan yang lebih tinggi. Meluasnya penggunaan laptop dan perangkat seluler telah mendorong mentalitas yang selalu aktif (always-on) dan selalu terhubung (always-connected). Hal ini pun seringkali mengaburkan batas antara pekerjaan dan kehidupan.
Faktanya, karena bekerja jarak jauh mengakibatkan kurangnya visibilitas kinerja; karyawan akan terdorong untuk mengatur waktu mereka dengan lebih baik.
Dan, mengingat produktivitas merupakan sebuah tolok ukur tetap untuk mengukur "pencapaian", karyawan pun akan memiliki kecenderungan untuk bekerja lebih lama ketika mereka bekerja di rumah dibanding saat mereka bekerja di kantor.
Dan, mengingat produktivitas merupakan sebuah tolok ukur tetap untuk mengukur "pencapaian", karyawan pun akan memiliki kecenderungan untuk bekerja lebih lama ketika mereka bekerja di rumah dibanding saat mereka bekerja di kantor.
Kendatipun, keputusan WFH yang diberlakukan secara cepat dan dalam waktu singkat bagi sektor publik dan swasta, telah menciptakan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi antara pegawai dan pemilik usaha. Pengusaha harus percaya bahwa karyawan mereka akan menyelesaikan pekerjaan, sambil mempertimbangkan bahwa beberapa penyesuaian tidaklah dapat dihindari, terutama bagi karyawan yang sudah berkeluarga dan harus bekerja dari rumah.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Stanford mengungkapkan bahwa kinerja di antara karyawan call center yang bekerja dari rumah selama sembilan bulan meningkat sebesar 13%. Hal ini menunjukkan bahwa seiring berjalannya waktu, para karyawan yang menjadi terbiasa dengan sistem yang baru akan menjadi lebih produktif, memberikan pemilik usaha alasan lebih untuk memberi fleksibilitas dan kepercayaan, terutama pada situasi dewasa ini.
Sementara itu, bagi karyawan, fleksibilitas dan kepercayaan ini haruslah menjadi suatu dorongan untuk meningkatkan produktivitas saat bekerja dari rumah.
Tentu saja, mereka akan lebih terbantu dengan adanya teknologi yang membuat produktivitas dan kolaborasi menjadi lebih terjangkau dan tersedia bagi banyak orang, seperti konektivitas internet yang baik, laptop tipis dan ringan yang menawarkan performa tinggi, dan cloud platform untuk layanan keuangan, e-commerce, dan sebagainya.
Keempat, terbentuknya norma sosial yang baru. Banyak perusahaan yang awalnya enggan untuk menerapkan skema kerja yang fleksibel sebelum pandemi ini. Tetapi, situasi pandemi yang kita hadapi saat ini telah mendorong banyak perusahaan untuk memberlakukan skema rumah/kerja dengan segera. Praktik kerja fleksibel pun akan menjadi suatu hal yang lumrah pada pasca-Covid.
Bekerja di rumah selama beberapa minggu terakhir telah membantu kita untuk merasa lebih nyaman untuk berkolaborasi secara virtual dan menjadi lebih terbiasa untuk membina hubungan jarak jauh (baik secara profesional atau pribadi) melalui video call. Hal ini pun membangun kesadaran, sensitivitas, dan kenyamanan pada level yang lebih tinggi terkait dengan bekerja jarak jauh.
Perpanjangan waktu di rumah pun diharapkan dapat membangun keseimbangan antara kehidupan pribadi dan waktu untuk bekerja secara lebih optimal bagi banyak orang. Hal ini dicapai melalui praktik disiplin diri yang lebih baik agar menjadi produktif selama jam kerja, atau menjadi tegas dalam menetapkan akhir jam kerja agar dapat menghabiskan lebih banyak waktu bersama dengan keluarga.
Setelah pandemi Covid-19 berakhir, mungkin kita pun akan lebih memaknai kesempatan yang kita miliki untuk bertemu dengan teman-teman di dalam maupun di luar pekerjaan, atau bersama-sama menghadiri konser.
Walaupun WFH menjadi penyelamat kita pada situasi seperti sekarang ini, saya pribadi merasa bahwa koneksi secara virtual tidak dapat sepenuhnya menggantikan hubungan antarmanusia dan persahabatan yang kita bangun di tempat kerja, yang kita dapatkan dengan datang ke kantor secara fisik dan bertatap muka dengan rekan kerja.
Ketika Revolusi Industri Keempat dimulai, penekanan besar ditempatkan pada peran transformasi digital dalam mendefinisikan bagaimana bisnis akan tetap relevan pada masa yang akan datang. Namun, nyatanya, hingga dua bulan lalu implementasi perubahan ini masih terasa lambat bagi banyak orang.
Hari ini, Covid-19 telah menjadi katalisator terbesar untuk transformasi digital di seluruh dunia; perusahaan-perusahaan mempercepat adopsi praktik kerja modern yang telah dibahas selama bertahun-tahun. Kesiapan digital bukanlah lagi menjadi sebuah pilihan.
Ini adalah waktu yang luar biasa bagi semua pihak, dan penting bagi kita untuk merefleksikan dan meninjau kembali bagaimana hubungan kita dengan pekerjaan, teknologi, dan yang lebih penting, orang-orang di dalam hidup kita. Masing-masing dari kita memegang peran penting untuk memastikan bahwa kita semua akan menjadi seorang pribadi yang lebih baik dan lebih kuat setelah krisis ini berakhir.
Santhosh Viswanathan Managing Director Intel Asia Pacific and Japan Territory
(mmu/mmu)