Hilang Asa Kartu Prakerja
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom Kang Hasan

Hilang Asa Kartu Prakerja

Senin, 27 Apr 2020 10:58 WIB
Hasanudin Abdurakhman
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
kang hasan
Hasanudin Abdurakhman (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Presiden Joko Widodo mencanangkan program Kartu Prakerja. Apa itu? Ini adalah program untuk membantu para tenaga kerja yang belum mendapat pekerjaan. Mereka diberi pelatihan agar punya keterampilan untuk dipakai dalam bekerja. Selama mengikuti pelatihan itu mereka diberi uang saku. Dengan begitu harapannya mereka bisa fokus mengikuti pelatihan. Kalau misalnya disambi bekerja serabutan mungkin hasil pelatihannya tidak akan maksimal.

Apa yang dibutuhkan orang untuk bisa bekerja? Saya sudah 13 tahun bekerja di industri manufaktur. Saya banyak berinteraksi dengan para pekerja, baik dalam proses seleksi maupun pembinaan mereka. Kekurangan yang paling terasa adalah rendahnya etos kerja, disiplin, dan motivasi. Soal keterampilan teknis adalah soal berikutnya.

Maksudnya, perusahaan sebenarnya sangat sadar bahwa sekolah-sekolah kita, termasuk banyak perguruan tinggi, jarang yang bisa mendidik orang untuk siap kerja secara teknis. Karena itu perusahaan menyediakan pelatihan teknis. Yang diminta perusahaan sering kali hanyalah syarat minimal, yaitu etos kerja, disiplin, dan motivasi tadi. Kalau itu dimiliki, sebenarnya tak sulit bagi pekerja untuk mendapatkan pekerjaan. Orang-orang yang menganggur itu kebanyakan punya masalah dalam hal-hal tersebut.

Pelatihan dalam program Kartu Prakerja tadinya saya harapkan bisa membenahi masalah tersebut. Bila masalah ini dibenahi, akan lebih banyak orang bisa mendapatkan pekerjaan. Yang saya bayangkan, pemerintah memperkuat peran Balai Latihan Kerja (BLK) yang ada pada Dinas Tenaga Kerja di tingkat kabupaten kota, dengan membenahi program dan memperbaiki kualitas instrukturnya.

Atau, pemerintah menggandeng lembaga-lembaga swasta yang bisa memberikan pelatihan dengan mutu yang lebih baik. Yang terlaksana jauh dari itu. Ini yang sekarang jadi kontroversi. Ada dana 5,6 triliun rupiah yang dikucurkan pemerintah untuk program Kartu Prakerja. Ada program pelatihan, tapi tidak seperti yang saya bayangkan tadi. Pelatihan diberikan secara online.

Kontroversinya, lembaga mitra pemerintah yang dipakai adalah milik Staf Khusus Presiden yang sekarang sudah mengundurkan diri. Bagaimana proses seleksi terhadap lembaga itu? Apa kriterianya? Apa pula kriteria program-program pelatihan yang ditawarkan? Apakah sesuai dengan tujuan awal program ini? Semua serba gelap bagi publik.

Beberapa pihak yang sudah memeriksa isi program pelatihan yang ditawarkan memberikan kesaksian bahwa program-program yang ditawarkan tidak cukup bermutu. Isinya kebanyakan program-program yang terkait dengan industri digital, seperti bagaimana cara menulis, membuat atau mengedit video, membuat konten Youtube, dan sebagainya. Program-program seperti itu banyak tersedia di internet secara gratis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kini pemerintah membayarkan 1 juta rupiah bagi pemegang Kartu Prakerja untuk mengikuti program itu, sebagai syarat agar mereka dapat bantuan biaya hidup 2,5 juta rupiah. Kenapa dibuat pelatihan online? Karena sekarang ada pandemi corona, sehingga pelatihan tidak bisa dilaksanakan secara normal, begitu alasannya.

Kalau begitu kenapa dipaksakan sekarang? Karena pemerintah ingin membantu para pekerja yang kena PHK. Ini semacam jaring pengaman sosial. Kalau mau membantu, ya bantu saja. Bagikan uangnya, pelatihannya nanti saja, kalau sudah memungkinkan untuk melakukan pelatihan.

Dengan langkah ini pemerintah membuang 1 juta rupiah per orang, kabarnya sudah dikeluarkan dana 600 miliar rupiah untuk pelatihan online yang tak jelas manfaatnya itu. Padahal dana itu akan sangat berarti kalau langsung diserahkan kepada yang membutuhkannya. Dana 600 miliar rupiah itu akan masuk ke kantong para pengusaha digital, pada saat ada puluhan ribu orang memelas menunggu bantuan.

Yang terjadi, para pengusaha digital panen uang. Para pencari kerja tak mendapat pekerjaan. Tidak juga mereka mendapat keterampilan baru yang bermanfaat untuk jadi modal kerja kelak.

Saf Khusus Presiden mengundurkan diri karena kontroversi ini. Solusinya bukan itu. Dia mundur tak membuat program ini jadi lebih baik. Masalahnya ada dua, yaitu proses pemilihan mitra dan isi program. Proses pemilihan mitra sudah selesai. Mundurnya Staf Khusus tidak lagi berpengaruh. Jadi mundur itu cuma basa-basi politik. Sementara itu isi program juga tidak menjadi lebih baik dengan mundurnya Staf Khusus tadi.

Presiden sepertinya sangat terpesona pada ekonomi digital. Pada masa kampanye dia secara khusus mengkampanyekan dukungan untuk perkembangan ekonomi kreatif, mau mendukung berbagai perusahaan start up. Istilah "unicorn" sempat jadi kata kunci penting dalam masa kampanye.

Apa itu unicorn? Itu adalah perusahaan start up yang mendapat suntikan modal besar dari investor internasional karena dianggap punya potensi besar untuk berkembang. Di satu sisi itu bagus, karena itu artinya ada investasi masuk. Tapi ada sisi-sisi lain yang harus dipertimbangkan.

Ambil contoh misalnya Ruang Guru milik mantan Staf Khusus Presiden tadi. Apa bisnisnya? Bimbingan belajar. Siapa pemain bisnis ini selama ini? Sejumlah pengusaha, ditambah pengusaha kecil, pemilik kelas-kelas les kecil, dan guru-guru privat. Dengan start up tadi menjadi unicorn, para guru-guru les privat, pengusaha kecil, tiba-tiba harus bersaing dengan pemilik modal raksasa. Apakah situasi itu disadari oleh Pak Presiden?

Selain itu harus diingat pula bahwa investasi melalui start up itu punya kesamaan penting dengan investasi saham di bursa efek. Investor tak selalu peduli dengan bisnis nyatanya. Bagi mereka yang penting mengeruk untung. Valuasi perusahaan bisa digelembungkan, untuk meraup untung, kemudian dikempeskan. Ringkasnya, jangan sampai terpesona pada industri digital tanpa benar-benar memahaminya.

Saran saya, pemerintah segera membatalkan program ini. Jangan sampai program ini jadi skandal "Hambalang Versi Digital".

(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads