Tulisan ini hendak merespons pendapat Dr. Bramastia M.Pd berjudul Skripsi di Musim Pandemi yang tayang di detikcom pada (9/4) lalu. Dalam artikel tersebut, Dr. Bramastia M.Pd mempersoalkan petisi berjudul Kemdikbud RI: Karena Covid-19, Bebaskan Biaya Kuliah dan Tugas Akhir Mahasiswa Semester Akhir yang dilayangkan oleh Fahrul Adam kepada Kemdikbud dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia melalui laman change.org.
Dengan melabeli petisi tersebut sebagai petisi "manja", Dr. Bramastia lantas menganggap penghapusan skripsi di tengah pandemi Covid-19 adalah hal yang berlebihan. Saya menduga, Dr. Bramastia hanya membaca bagian judul dari pengantar petisi tersebut. Sehingga dakwaan maupun penjabaran yang mendukungnya seakan keluar dari konteks persoalan yang dijabarkan oleh Fahrul Adam.
Bukan Perkara Manja
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diuraikan Fahrul dalam pengantar, sebenarnya keinginan untuk membuat petisi tersebut bermula dari kebijakan social distancing yang hampir menyentuh semua sektor. Tidak terkecuali sektor pendidikan. Implementasi sosial di sektor pendidikan tertuang dalam Surat Edaran Kemdikbud No 36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pembelajaran Secara Daring dan Bekerja dari Rumah Untuk Mencegah Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19).
Sayangnya, kebijakan tersebut tidak memuat alternatif bagi mahasiswa semester akhir yang sedang menyelesaikan tugas akhir. Alhasil, para mahasiswa semester akhir merasa dilematis. Mereka ingin lulus tepat waktu dengan alasan meringankan beban orangtua. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Mereka harus menunda kelulusan lantaran adanya kebijakan social distancing yang menyulitkan mereka dalam proses pengerjaan skripsi. Utamanya dalam melakukan penelitian lapangan.
Situasi semacam ini tentu tidak bisa disikapi dengan sabar dan tabah seperti yang diutarakan Dr. Bramastia dalam artikelnya. Mengingat, pandemi ini juga berdampak pada sektor ekonomi masyarakat. Ancaman turunnya penghasilan sudah ada di depan mata. Sementara belum ada alternatif kebijakan dari Kemdikbud yang membahas terkait biaya kuliah bagi mahasiswa akhir yang terpaksa menunda kelulusannya.
Jika kondisi ini terus berlangsung, bukan tidak mungkin para mahasiswa akhir akan mengakhiri masa studinya lantaran terbelit biaya. Atas dasar kondisi objektif ini, Fahrul lantas membuat petisi yang berisi tiga permintaan kepada Kemdikbud dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia. Tiga permintaan Fahrul yakni membebaskan mahasiswa semester akhir dari biaya kuliah, mengganti tugas akhir skripsi sebagai prasyarat kelulusan, dan memberikan perpanjangan studi bagi mahasiswa angkatan 2013.
Sejauh ini, belum ada tanggapan dari Kemdikbud dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia terkait petisi tersebut. Kebijakan mengenai nasib mahasiswa akhir di tengah pandemi Covid-19 justru datang dari beberapa kampus. Institut Teknologi Bandung (ITB) misalnya, telah memberikan alternatif bagi mahasiswa semester akhir berupa pengerjaan skripsi berbasis studi literatur dengan penelitian non lapangan. Kebijakan yang sama juga sudah dilakukan oleh Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Dalam kondisi pandemi ini, UNESA menghapus skripsi bagi mahasiswa akhir dan menggantinya dengan artikel ilmiah.
Penulisan karya ilmiah seperti skripsi itu penting. Selain sebagai pertanggungjawaban akademik, karya ilmiah seperti skripsi juga memiliki peran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan memajukan reputasi institusi pendidikan tinggi. Oleh sebab itu, menjadi sebuah ironi apabila skripsi akan dihapuskan. Tetapi, untuk saat ini situasinya tidak seperti yang kita bayangkan. Kita sedang menghadapi pandemi yang entah kapan akan berakhir.
Di China, Presiden Xi sudah mewanti-wanti adanya gelombang kedua pandemi. Di Indonesia, sampai saat ini jumlah pasien positif Covid-19 terus merangkak naik. Per 13 April 2020 saja, jumlah pasien positif sudah menyentuh angka 4.557 pasien positif, 399 orang meninggal dunia, dan 360 pasien dinyatakan sembuh. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 BPNB bahkan tidak bisa memprediksi kapan pandemi ini akan memuncak dan berakhir di Indonesia.
Berangkat dari ketidakpastian ini, maka urgensinya adalah memutus rantai penyebaran pandemi Covid-19. Pemerintah beberapa waktu lalu juga sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Sebagai warga negara, sudah sepatutnya kita bersama-sama mentaati kebijakan tersebut.
Karenanya, menjadi penting agar Kemdikbud bersama Majelis Rektor Perguruan Tinggi se-Indonesia untuk duduk bersama dan bagaimana nasib mahasiswa akhir di era pandemi ini. Urgensi penggantian tugas akhir skripsi bukan karena mahasiswa akhir kurang rendah hati terhadap ilmu. Melainkan, karena ketidakpastian-ketidakpastian yang mengancam masa studi mereka jika pandemi ini tak kunjung berakhir.
Faris Fauzan Abdi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, pegiat Studie Club Rumah Mahasiswa Merdeka