Menghadapi Masa Normal Berikutnya
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Menghadapi Masa Normal Berikutnya

Kamis, 16 Apr 2020 15:20 WIB
Devenni Fau
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
orang pakai masker
Foto ilustrasi: shutterstock
Jakarta -

Sudah kurang lebih enam bulan dunia dikejutkan dengan serangan virus corona dan kurang lebih satu bulan Indonesia berjuang untuk melawannya. Berawal dari satu kota di satu negara di benua terbesar di dunia hingga saat ini menjadi pandemi bagi seluruh dunia, Covid-19 meluas dengan cepat dan belum ada tanda-tanda bahwa hal ini akan berhenti dalam waktu dekat.

Seluruh negara sedang berjuang bersama untuk meratakan kurva penyebaran Covid-19 atau berjuang menemukan penangkal virus ini. Di samping itu, negara-negara juga berjuang untuk mempertahankan perekonomian agar tidak jatuh ke dalam resesi. Negara harus menemukan solusi atas permasalahan kesehatan dan juga ekonomi di saat yang sama dengan sumber daya yang terbatas.

Keadaan ini dapat mendorong pemerintah untuk mereformasi sistem pelayanan kesehatan dan memperkuat fundamental ekonomi nasional. Bisa dikatakan bahwa perubahan dipastikan akan datang dan tidak terelakkan. Seperti analisis dari konsultan manajemen multinasional McKinsey & Company yang mengatakan bahwa krisis ini membawa kita ke keadaan normal berikutnya. Suatu keadaan normal yang terlihat tidak seperti pada tahun-tahun sebelum Covid-19.

Realitas baru yang belum pernah terjadi sebelumnya ini berdampak pada segi kesehatan, mengubah perekonomian, dan mengubah cara kita berinteraksi sosial. Saya yakin kita semua merasakan semua perubahan yang ada. Kita dapat merasa kewalahan dalam menghadapi semua ini. Namun, dengan keadaan yang diperkirakan belum akan membaik dalam waktu dekat, kita sebagai individu perlu juga melihat ke depan dan mengantisipasi keadaan yang akan datang.

Ambillah jalan kesatria dan melakukan langkah-langkah sederhana yang dapat mempengaruhi hidup kita dan orang lain. Dalam keadaan ekonomi yang sedang rapuh, ada satu saran finansial yang terasa sangat relevan dan sangat membantu individu yaitu milikilah dana darurat. Dana darurat seperti jaring pengaman keuangan yang dikumpulkan dengan menyisihkan sebagian dari pendapatan bulanan.

Dana darurat baru terasa manfaatnya saat terjadi keadaan di luar kemampuan kita (force majeur) seperti diberhentikan dari pekerjaan atau kehilangan sumber pendapatan utama. Termasuk dalam menghadapi krisis akibat Covid-19 ini. Bila belum memiliki dana darurat, mungkin saat ini bukan waktu yang tepat untuk menyisihkan dana karena kebutuhan bulanan meningkat seiring dengan kebijakan kerja dan belajar dari rumah serta harga bahan makanan yang naik.

Namun, berpikir kreatif dapat menjadi jalan keluar dari masa sulit ini. Krisis kesehatan dan pembatasan sosial membuka jalan bagi beberapa bidang usaha untuk berkembang. Usaha-usaha ini dapat dilakukan oleh usaha kecil ataupun usaha rumahan dalam arti oleh individu. Beberapa contoh usaha yang sedang naik daun di masyarakat adalah usaha katering ekonomis dan usaha masker kain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari segi kesehatan, krisis ini dapat menjadi momentum untuk mengubah kebiasaan kita. Kebiasaan sering mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer bila tidak dimungkinkan untuk mencuci tangan dengan air dan sabun atau kebiasaan menutup hidung dan mulut saat bersin dengan tisu atau lengan pakaian adalah hal-hal yang sudah digaungkan sejak dulu. Namun karena kesadaran yang rendah, kita seperti baru belajar kembali untuk membiasakan hal-hal sederhana yang baik ini.

Kiranya kebiasaan ini terus kita bawa bahkan saat pandemi ini sudah berlalu. Sudah seharusnya kebiasaan menjaga kebersihan diri ini juga diajarkan sedari dini. Kebiasaan baik seperti dicontohkan di atas memang dilakukan oleh diri kita sendiri, namun dampaknya juga terasa bagi orang lain. Hanya dengan menutup hidung dan mulut saat bersin lalu segera membuang tisu di tempat yang benar, kita sudah membantu meratakan kurva penyebaran virus.

Apalagi dengan mengikuti anjuran untuk membatasi pergerakan kita hanya di lingkungan rumah, kita juga mengurangi risiko tertular atau menularkan virus. Artinya, kini saatnya menunjukkan solidaritas sosial dengan cara yang sungguh mudah, bisa dilakukan oleh semua orang, di mana pun dan kapan pun, yaitu menjaga diri kita sendiri.

Menjaga kesehatan dan kebersihan diri sendiri agar tidak tertular ataupun menularkan kepada orang lain adalah cara egosentris yang berdampak positif demi kebaikan bersama. Soliter untuk solidaritas. Namun hendaknya prinsip soliter untuk solidaritas ini tidak dipandang terlalu jauh seperti menyetok bahan makanan berlebihan bagi diri sendiri dengan dalih untuk menjaga kesehatan, tetapi sesungguhnya kita merugikan orang lain.

Stok barang jadi tidak cukup untuk semua orang dan harga meningkat. Padahal sayur dan buah, bahan makanan yang dapat menjaga kesehatan kita, juga tidak dapat bertahan lama sehingga tidak ada manfaatnya untuk membeli banyak dalam satu waktu. Begitu pula dengan fenomena kelangkaan masker medis yang dibutuhkan utamanya oleh para tenaga medis dan para pasien dengan kondisi imunitas yang rendah seperti penderita kanker.

Jikalau kita tidak dengan panik membeli masker medis dalam jumlah yang banyak dan bijaksana dengan memakai masker kain, mungkin kelangkaan ini dapat diatasi lebih cepat. Kita juga perlu memahami bahwa masker hanyalah alat untuk mencegah masuknya virus atau bakteri ke dalam tubuh kita, namun yang paling menentukan adalah daya tahan tubuh kita sendiri. Jika kita punya dana atau sumber daya yang berlebih, alangkah baiknya kita gunakan untuk membantu orang yang tidak seberuntung kita.

Tetap utamakan solidaritas sosial dalam keadaan krisis. Seringkali kita merasa apa yang kita lakukan tidak akan berdampak besar pada kehidupan orang lain sehingga kita sering mengambil keputusan egois seperti panic buying. Padahal kenyataannya tidak seperti itu.

Seperti yang dikemukakan oleh Thomas C. Schelling dalam buku klasiknya Micromotives and Macrobehavior, bahwa seseorang bereaksi, merespons, dan beradaptasi dengan lingkungannya seringkali gagal untuk memahami atau tidak peduli bagaimana tindakan atau keputusannya bergabung dengan tindakan atau keputusan orang lain sehingga menimbulkan hasil yang tidak disengaja, namun sebenarnya signifikan dan berdampak untuk suatu kelompok besar.

(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads