Terus terang saya ingin marah dengan beredarnya berita tentang bilik disinfektan yang terus ditayangkan di stasiun televisi terkait pencegahan Covid-19. Awal mula yang membuat saya geram adalah istana negara yang membuat pertama kalinya bilik disinfektan tersebut. Sekelas pemerintah pusat tidak mengerti efek atau bahayanya.
Saya yakin di sana banyak orang ahli sebelum memutuskan membuat bilik disinfektan tersebut. Akhirnya setelah berita itu ditayangkan di televisi, banyak pemerintah kota yang meniru membuatnya, bahkan di tingkat RT/RW pun berlomba-lomba membuat bilik disinfektan. Hal ini benar-benar salah kaprah dan contoh yang salah untuk rakyat.
Apa yang membuat salah kaprah? Yakni, disemprotkan ke tubuh manusia, dan itu sangat tidak tepat sasaran. Jika kita mengutip Center for Disease Control and Prevention), disinfeksi adalah proses menghilangkan sebagian besar atau semua mikroorganisme patogen kecuali spora bakteri yang terdapat di permukaan benda mati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perlu digarisbawahi, untuk "permukaan benda mati", bukan diperuntukkan pada manusia. Lebih tepat sasaran untuk permukaan lantai, dinding, ruangan, peralatan, dan benda mati lainnya.
Berdasarkan informasi dan kondisi yang terjadi di lapangan, diperparah dengan cairan disinfektan yang digunakan. Cairan tersebut di antaranya diluted bleach (larutan pemutih/natrium hipoklorit), klorin, dan sejenisnya, etanol 70%, ammonium kuartener (seperti benzalkonium klorida), hidrogen peroksida (H2O2), dan sebagainya. Cairan disinfektan tersebut jelas sekali bukan diperuntukkan untuk tubuh manusia, melainkan bahan disinfektan ruangan atau permukaan.
WHO sebagai Badan Kesehatan Dunia pun tidak merekomendasikan penyemprotan disinfektan ke tubuh manusia; hal itu mengakibatkan bahaya pada membran mukosa (misalnya mata, mulut), sehingga berpotensi menimbulkan risiko terhadap kesehatan. Pajanan disinfektan langsung ke tubuh secara terus-menerus dapat menyebabkan iritasi kulit dan iritasi pada saluran pernapasan.
Selain itu, penggunaan disinfektan jenis larutan hipoklorit pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kulit terbakar parah. Berdasarkan kondisi tersebut, benar-benar salah kaprah soal pembuatan bilik disinfektan. Terlebih yang paling saya khawatirkan adalah dosis yang selama ini dipakai, artinya bukan letal dosis yang tepat. Ini yang akan menjadikan virus lebih resisten (kebal terhadap disinfektan).
Mudah-mudahan ini tidak terjadi di Indonesia. Karena jika ini sampai terjadi tentunya penanganannya akan jauh lebih sulit dari sekarang.
Permasalahan dan fakta yang telah diuraikan tersebut tentunya perlu arahan atau imbauan untuk tidak berlomba-lomba membuat bilik disinfektan baik di fasilitas umum serta pemukiman. Karena hingga saat ini pun belum ada data ilmiah yang menunjukkan berapa persen area tubuh yang "terbasahi" cairan disinfektan dalam bilik ini serta seberapa efektif metode ini dalam "membunuh" mikroba.
Ketika disinfektan disemprotkan dalam bilik, bisa jadi virus justru menyebar ke area yang tidak terbasahi oleh cairan ini. Hal ini dapat membahayakan pengguna bilik selanjutnya jika ada virus yang "tersisa" di dalam bilik dan terhirup pengguna tersebut.
Solusi terbaik dalam pencegahan penularan Covid-19 sebenarnya cukup simpel. Pertama, selalu cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir (sesuai standar WHO minimal 20 detik), karena virus corona akan mengelupas selubungnya mati. Selubungnya virus corona seperti lemak, kalau dengan air saja tidak akan mati, jadi harus dibantu dengan sabun.
Kedua, melakukan disinfeksi permukaan secara rutin terhadap benda-benda yang sering disentuh, karena virus corona tidak bisa berkembang biak di luar tubuh inang. Di luar tubuh inang hanya bisa hidup beberapa jam sampai beberapa hari tergantung jenis permukaan benda yang terkena droplets batuk atau bersin dari penderita atau carrier Covid-19. Bisa ke lantai, dinding, permukaan meja dan benda-benda lain. Setelah beberapa jam/hari virus akan mati.
Penularan terjadi bila ada orang yang menyentuh benda-benda tersebut tanpa sadar dan tangannya menyentuh daerah T wajah (mata, hidung, mulut). Virus kemudian akan masuk ke selaput lendir dan berkembang biak (karena sudah masuk ke tubuh host).
Ketiga, melakukan physical dan social distancing. Jika harus keluar rumah, hindari kerumunan, jaga jarak minimal satu meter dan selalu gunakan masker. Keempat, menerapkan etika batuk atau bersin dengan tisu atau lengan baju atas. Kelima, segera mandi dan mengganti pakaian setelah bepergian.
dr. Elanda Fikri
(mmu/mmu)