Pesan Paskah 2020 Kepada Nasrani Sejati
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Pesan Paskah 2020 Kepada Nasrani Sejati

Senin, 13 Apr 2020 15:07 WIB
Mory Gultom
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Anak-anak hias telur paskah corona
Anak-anak menghias
Jakarta -

Itu Tubuh
Mengucur darah
Mengucur darah

Rubuh
Patah

Mendampar tanya: aku salah?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kulihat Tubuh mengucur darah
Aku berkaca dalam darah
Terbayang terang di mata masa
Bertukar rupa ini segera

Mengatup luka
Aku bersuka

ADVERTISEMENT

Itu Tubuh
Mengucur darah
Mengucur darah

Sajak di atas merupakan puisi penyair besar Angkatan 45 Chairil Anwar berjudul Isa (Kepada Nasrani Sejati).

"Aku berkaca dalam darah. Terbayang terang di mata masa" adalah sebuah paradoks yang justru menjadi penegasan akan inti peristiwa penyaliban Isa. Darah yang adalah metafora kematian, sama sekali tidak menggambarkan ketakutan, melainkan memancarkan masa depan yang terang, mengatup luka, dan memberi suka cita.

Benar kata Chairil Anwar. Penyaliban Yesus adalah sebuah pertukaran rupa dan peran. Ia dihukum supaya manusia diampuni; disakiti supaya manusia disembuhkan; dijadikan dosa supaya manusia dibenarkan; mengalami kematian supaya manusia menerima kehidupan; mengalami kemiskinan supaya manusia menikmati kelimpahan; menanggung rasa malu supaya manusia menerima kemuliaan; dan menjadi kutuk supaya manusia menerima berkat. Ia mengajarkan hukum yang utama: Kasih.

Penyaliban dan kematian adalah bagian dari keseluruhan karya agung-Nya. Setelah itu akan ada kebangkitan. Kemarin, umat Nasrani telah memperingatinya sebagai Hari Raya Paskah. Di dalamnya terkandung tiga nilai sekaligus, yaitu kasih, harapan, dan kemenangan.

Nasrani Sejati

Siapakah Nasrani sejati? Adalah yang berkaca dalam darah pengorbanan Isa, menghayati seluruh rangkaian peristiwa Paskah, dan mempraktikkan cinta kepada sesama. Sebuah perumpamaan yang populer di kalangan Kristiani barangkali bisa memberikan gambaran yang terang benderang soal ini.

Suatu hari, seseorang turun dari Kota Yerusalem ke Kota Yerikho. Di tengah jalan ia dirampok dan dianiaya serta ditinggalkan begitu saja dalam keadaan sekarat, hampir mati. Lewatlah seorang imam, seorang yang biasa berhubungan dengan Tuhan. Dia adalah rohaniwan. Dia melihat orang yang dirampok itu, tetapi tidak menolongnya, malah mengambil jalan lain untuk menghindarinya. Ia khawatir, orang tersebut sudah mati, dan sebagai seorang imam, bersentuhan dengan mayat adalah najis.

Lalu muncul seorang Lewi; dia melihat orang yang tak berdaya itu, tetapi membiarkannya. Lewi adalah salah satu suku di Israel yang hidupnya mengurusi peralatan Bait Suci dan membantu para imam dalam tugas-tugas mereka. Namun, seperti halnya imam yang melintas sebelumnya, ia tidak menaruh belas kasihan kepada orang di depan matanya yang sedang membutuhkan pertolongan.

Terakhir, datang seorang Samaria. Secara etnik, Samaria merupakan campuran antara orang Israel dengan orang non-Israel, dan karena itu dianggap najis dan menyimpang dari ajaran orang Israel. Pun secara keagamaan, mereka dianggap sesat dan tidak menyembah Tuhan, sebab mereka punya tempat ibadah di Gunung Gerizim, bukan di Bait Suci. Ritual peribadatan mereka berbeda sama sekali.

Meskipun demikian, orang Samaria itu justru punya sikap yang bertolak belakang dengan dua orang sebelumnya. Ketika dilihatnya orang yang dirampok itu, maka tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia menolong orang tersebut, mengobati luka-lukanya, dan menaikkan ke keledai, lalu membawanya ke rumah penginapan. Ia menitipkan orang tersebut dan menjaminkan uangnya sendiri sebagai biaya pengobatannya. Dan ia menjamin bahwa jika sekiranya uang tersebut kurang dia akan membayarnya ketika ia datang kembali.

Nasrani sejati adalah manusia sejati. Seperti orang Samaria yang tergerak hatinya menolong, membalut luka, hingga merawat orang asing yang tengah dalam musibah. Ia tidak terbatas pada suku, agama, maupun profesi. Definisi ini sekaligus menjadi sebuah tantangan iman yang holistik kepada Nasrani sejati, tentang bagaimana mengintegrasikan relasi vertikal dengan relasi horizontal.

Mengamalkan Kasih

Dunia kini tengah menghadapi masa sulit akibat pandemi Covid-19. Kita masih harus menunggu, mungkin sebulan lagi, atau dua-tiga bulan lagi, atau barangkali lebih lama. Sejauh ini belum ada yang tahu pasti kapan berakhirnya. Namun sebagaimana Paskah mengajarkan sebuah harapan akan kemenangan, kita pun meyakini bahwa badai Covid-19 akan berakhir.

Dan selagi menunggu badai itu reda, banyak orang yang sudah tidak mampu bertahan. Ada yang kehilangan anggota keluarga, kehilangan pekerjaan, kehilangan penghasilan, kehilangan kepercayaan pada pemerintah, bahkan kehilangan harapan.

Dilansir detikcom (8/4) misalnya, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, hingga 7 April sebanyak 39.977 perusahaan telah merumahkan dan melakukan PHK kepada sebanyak 1.010.579 orang pekerja/buruh/tenaga kerja pada sektor formal. Jumlah perusahaan dan tenaga kerja terdampak di sektor informal sebanyak 34.453 perusahaan dan jumlah pekerjanya sebanyak 189.452 orang. Sementara itu, BNPB merilis jumlah korban meninggal akibat Covid-19 telah mencapai 306 orang per 10 April.

Kepada Nasrani sejati, tahun ini Paskah kita rayakan dalam sunyi. Tidak bisa menyaksikan teatrikal Jalan Salib, lomba menghias telur, serta perayaan-perayaan lain yang biasanya menolong kita merefleksikan Cinta itu sendiri. Namun, musibah besar yang melanda bumi melalui wabah virus corona tahun ini hendaknya tidak mengurangi makna Paskah dalam hidup. Sebaliknya, peristiwa ini kiranya menambah kepekaan dan kepedulian terhadap sesama, pun semesta yang Tuhan cipta dan titipkan.

Banyak cara untuk mengamalkannya, tergantung apa yang saat ini kita punya: tinggal di rumah, mentaati imbauan pemerintah, tidak menaruh stigma negatif kepada korban Covid-19, tidak menimbun bahan makanan. Jika sedang dipercayakan rezeki yang cukup, jangan enggan membantu sesama, memberi tip kepada pengemudi ojek atau pengantar makanan misalnya, berbagi masker kepada yang tidak punya.

Mereka semua adalah sesama. Lupakan perbedaan suku, agama, ras, pilihan politik, daerah asal, dan sekat-sekat lainnya.

Dengan atau tanpa virus corona, pesan Paskah tetap sama kepada Nasrani sejati:

Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersuka cita karena ketidakadilan, tetapi ia bersuka cita karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan.

Dan, sebaliknya kata Gus Mus, "Bila melihat musibah pun rasa solidaritas tidak singgah di hati, apakah masih pantas menyebut diri manusia sejati?"

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads