"Lockdown" Setengah-Setengah yang Ditanggung Daerah
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

"Lockdown" Setengah-Setengah yang Ditanggung Daerah

Senin, 13 Apr 2020 12:40 WIB
M A Mukhlishin
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Polisi berjaga di sejumlah perbatasan di DKI Jakarta di hari pertama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Polisi mengingatkan warga untuk memakai masker.
Penjagaan perbatasan DKI Jakarta pada hari pertama PSBB (Foto: Antara)
Jakarta - Pekan lalu, aturan tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) disahkan. Presiden menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PP PSBB) pada 31 Maret 2020. Selang tiga hari, Peraturan Menteri Kesehatan No 9 tahun 2020 (Permenkes PSBB) terbit.

Saat itu, penderita Coronavirus diseas 2019 (Covid-19) di Indonesia sudah mencapai ribuan. Sedangkan yang meninggal sudah mencapai angka ratusan yang tersebar di berbagai daerah. DKI Jakarta menjadi yang terbanyak baik yang terjangkit maupun yang meninggal akibat Covid-19.

Sebelum aturan PSBB terbit, sebenarnya beberapa daerah sudah berkeinginan menerapkan lockdown lokal. Mulai dari DKI Jakarta, Kota Malang, sampai daerah kecil seperti Kabupaten Tegal. Namun, keinginan tersebut rupanya tidak direstui pemerintah pusat. Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sekaligus Plt. Menteri Perhubungan Luhut Binsar Panjaitan sampai turun tangan untuk membatalkan kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan.

PSBB sebenarnya bukan istilah baru. Istilah tersebut juga ditemukan di Undang-Undang No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU Karantina). Definisi PSBB menurut PP dan Permenkes PSBB dengan UU Karantina juga sama persis. Ketentuan PSBB di UU Karantina diperjelas oleh PP dan Permenkes PSBB.

PSBB, menurut Pasal 15 ayat (2) UU Karantina, merupakan salah satu bentuk tindakan Kekarantinaan Kesehatan. Sesuai Pasal 59 ayat (3) UU Karantina, PSBB minimal harus meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, serta kegiatan di tempat atau fasilitas umum lainnya.

Sejalan dengan itu, PP PSBB dan Permenkes PSBB juga menyatakan demikian. Namun, jangan membayangkan PSBB Indonesia serupa dengan lockdown di negara-negara lain. Sekolah memang diliburkan, tempat ibadah dan tempat umum memang dibatasi, tapi beberapa tempat kerja masih boleh beroperasi.

Menurut Pasal 13 Permenkes PSBB, peliburan tempat kerja dikecualikan untuk beberapa hal. Pengecualian tidak hanya bagi kantor yang terkait kebutuhan dasar penduduk, namun juga kantor yang menyediakan bahan bakar minyak dan gas, kebutuhan perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, serta kebutuhan logistik. Fasilitas olah raga serta transportasi umum juga masih boleh beroperasi.

Jangan heran jika nantinya pertambangan minyak dan gas bumi, batubara dan mineral, serta produksi barang ekspor masih beroperasi di daerah yang memberlakukan PSBB. Meski komoditas-komoditas tersebut bukan kebutuhan pokok penduduk, tapi memang tidak diwajibkan tutup/libur menurut Permenkes PSBB.

Selain banyak pengecualian, PSBB di Indonesia juga memiliki beberapa syarat. Pemenuhan syarat-syarat tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (pemda). Pemda yang memenuhi syarat bisa mengajukan PSBB di daerahnya kepada Menteri Kesehatan. Hal itu menghalangi daerah yang mengajukan PSBB sebagai tindakan preventif. Tegal misalnya, atau beberapa daerah di Papua.

Sesuai Pasal 4 Permenkes PSBB, pemda harus mengumpulkan data peningkatan jumlah kasus atau jumlah kematian akibat penyakit. Jumlah tersebut harus signifikan dan berlangsung cepat pada beberapa wilayah di daerah tersebut. Selain itu, harus ada kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.

Ketika suatu daerah disetujui untuk menerapkan PSBB --seperti DKI Jakarta yang telah resmi dimulai pada Jumat (10/4) lalu-- pemda harus melaksanakannya dan memenuhi kebutuhan dasar penduduk, di antaranya adalah pelayanan kesehatan, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya. Hal itu sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) serta Pasal 5 ayat (1) PP PSBB.

Bisa dikatakan, dalam menghadapi Covid-19, fungsi pemerintah pusat hanyalah menyetujui atau tidak, mengumumkan, mengimbau, serta mengatur. Sementara tanggung jawab dipikul pemerintah daerah, meski terengah-engah.

(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads