5 Fakta Pendidikan di Tengah Wabah Corona

Kolom

5 Fakta Pendidikan di Tengah Wabah Corona

Slameto - detikNews
Rabu, 08 Apr 2020 11:09 WIB
MOSCOW, RUSSIA - MARCH 20, 2020: Recording an online lecture for students of the Russian University of Transport. The universitys rector Alexander Klimov ordered to shift the secondary vocational education programs to online learning amid the COVID-19 coronavirus pandemic, starting from March 23, 2020. Sergei Savostyanov/TASS (Photo by Sergei SavostyanovTASS via Getty Images)
Foto: pool
Jakarta - Di tengah gencarnya kebijakan Merdeka Belajar era Menteri Nadiem Makarim, kita digegerkan dengan wabah virus corona (Covid-19). Kebijakan yang diberlakukan adalah belajar di rumah. Sudah lebih dari dua minggu sekolah kita diliburkan, tetapi proses belajar mengajar tetap berjalan melalui kegiatan di rumah. Guru mengajar dari rumahnya masing-masing, para siswa belajar di rumahnya masing-masing. Pembelajaran di rumah bisa menggunakan model pembelajaran mandiri, pembelajaran online, pembelajaran berbantu ICT, atau bentuk lain.

Pada kesempatan ini, saya memandang perlu menggalang partisipasi para guru untuk melakukan semacam evaluasi kebijakan nasional tentang pembelajaran rumah tersebut. Dengan pengisian angket diperoleh: profil, problema, dan prospek pendidikan dengan moda pembelajaran rumah. Untuk itu saya mencari data secara daring; Facebook (FB) saya gunakan untuk berkomunikasi dengan para guru relasi atau anggota saya.

Pada Sabtu, 28 Maret saya share angket melalui FB, spontan mendapat respons dari 38 orang guru yang mengisi dan langsung mengirimkan hasilnya. Namun ada pula yang meminta lain waktu baru akan mengirimkan jawaban. Terdapat tiga cara untuk mendapatkan jawaban responden: menggunakan FB, Whatsapp (WA) dan email. Paling banyak responden menggunakan aplikasi WA. Setelah 38 angket masuk, segera saya uji validitas dan reliabilitasnya; diperoleh 7 item valid (0,278 – 0,509) dengan indeks reliabilitas 0,628.

Guru wajib datang ke sekolah/piket?

Selama pembelajaran di rumah (libur sekolah), guru masih wajib datang ke sekolah/piket? Sekalipun libur sekolah, 45% guru masih harus masuk (satu-dua hari) ke sekolah untuk berjaga/piket. Di sekolah para guru yang bertugas tersebut memantau perkembangan kebijakan pemerintah, mengatasi permasalahan yang ada dan memastikan kondisi sekolah aman. 55% guru betul-betul libur penuh dalam arti bekerja di rumah, tidak masuk sekolah sama sekali.

Murid membaca buku paket milik sekolah

Untuk mewujudkan pembelajaran di rumah, murid disuruh belajar sendiri dengan membaca buku paket milik sekolah dan mengerjakan tugas-tugas yang ada di dalamnya. Kegiatan ini cukup sederhana dan mudah, tetapi hanya dilakukan oleh 32% guru saja. Selain menggunakan buku paket milik sekolah, guru juga mengimbau untuk menggunakan buku cetak yg perlu dibeli/diusahakan oleh siswa/orangtuanya.

Mengapa banyak guru tidak melakukan pembelajaran menggunakan buku pelajaran/paket? Para guru mengalami kesulitan untuk memberitahu penggunaan buku dan peminjamannya karena pengumuman libur sekolah saat hari Minggu, siswa libur seterusnya. Alasan lain, guru kesulitan memantau apakah murid benar-benar belajar dan kalau murid mengalami kesulitan; guru tidak tahu dan tidak bisa membantunya.

Sehingga wajar jika 66% guru tidak melakukan. Mereka lebih suka menggunakan moda lain, seperti pembelajaran online, komputer/laptop, atau HP.

Pembelajaran online menggunakan komputer/laptop

Selama libur dua minggu ini, murid disuruh belajar di rumah, mengerjakan tugas secara online menggunakan komputer/laptop? Model pembelajaran ini kurang populer di kalangan guru sekolah kita; ternyata hanya 34% guru yang melakukannya. Alasannya, tidak banyak siswa memiliki perangkat komputer.

Selain itu juga kemampuan menggunakan komputer dan internet belum dikuasai oleh banyak siswa, termasuk juga guru senior. Apalagi di beberapa tempat 34% guru masih mengeluh terkait dengan kualitas jaringan internetnya.

Pembelajaran online menggunakan HP android

Selama libur dua minggu ini, murid saya suruh belajar dengan mengerjakan tugas-tugas menggunakan HP. Penggunaan HP ini dilakukan oleh 63%; ini merupakan presentase terbesar pembelajaran di rumah. Komunikasi dilakukan melalui WA atau SMS; beberapa guru menggunakan video call untuk kontak langsung; sementara yang lain, guru men-download materi dari internet atau Youtube, kemudian mengirimkan ke muridnya.

Dengan HP, masing-masing siswa belajar di rumah, mengerjakan tugas dan mengumpulkan hasilnya sesuai petunjuk dan jadwal yang diberikan guru. Beberapa guru (37%) tidak melakukan pembelajaran berbantu HP karena banyak murid tidak memiliki HP.

Sebagai contoh, seorang guru SD negeri di salah satu Kabupaten di Jawa Tengah mengajar Kelas V dengan jumlah murid 23 orang, yang memiliki HP hanya 6 orang; bagaimana menggunkan HP, murid yang tidak punya HP tidak bisa belajar di rumah, mau gabung teman yang memiliki HP, dilarang untuk menghindari perjumpaan dengan orang lain.

Kesulitan yang lain, dialami sendiri oleh guru yang bersangkutan, sekalipun memiliki HP, namun hanya bisa menggunakannya untuk WA, SMS, dan telepon. Guru ini tidak bisa menggunakan HP untuk fungsi download, simpan, kirim/share file berbagai format, email, bahkan membuka kiriman file doc, pdf, gambar, Youtube, dan lain-lain tidak bisa. (Kesulitan guru ini juga saya alami saat penyebaran angket dan mengumpulkan isiannya; akhirnya saya melakukan wawancara via telepon).

Hanya menguntungkan keluarga mampu/kaya

Kebijakan murid belajar di rumah hanya menguntungkan keluarga mampu/kaya saja? Berdasarkan fakta yang dipaparkan di atas, muncul dugaan apakah kebijakan belajar di rumah hanya menguntungkan murid dari keluarga orang kaya? Dugaan ini ternyata dibenarkan oleh 49% responden; seperti dipaparkan di atas, model pembelajaran di rumah dengan menggunakan HP paling banyak dilakukan oleh 63% guru.

Pada kesempatan menggunakan pertanyaan yang lain, diperoleh data para guru yang menggunakan komputer/laptop berbasis internet terdapat 34%. Jika asumsinya adalah kepemilikan komputer dan HP merupakan salah satu indikator dari status kekayaan keluarga/orangtua, maka terbuktilah dugaan kebijakan belajar di rumah hanya menguntungkan murid dari keluarga orang kaya.

Bagaimana dengan murid yang berasal dari keluarga miskin? Sarannya agar guru jangan hanya menggunakan satu bentuk pembelajaran saja; bagi murid dari keluarga miskin agar dibelajarkan menggunakan buku paket milik sekolah, atau meminjam buku milik kakak kelasnya. Atau bisakah dana desa dialih-pakai untuk membelikan HP murid dari keluarga miskin?

Prof. Slameto Guru Besar Universitas Presiden

(mmu/mmu)

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads