Menambal Bocor Isolasi Corona
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom Kang Hasan

Menambal Bocor Isolasi Corona

Senin, 30 Mar 2020 10:00 WIB
Hasanudin Abdurakhman
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
kang hasan
Hasanudin Abdurakhman (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta - Virus Covid-19 terus menyebar menjangkiti sangat banyak orang. Virus ini sangat nyata punya efek domino. Begitu seseorang yang telah terinfeksi berdekatan dengan orang lain, serta merta ia akan menular ke orang tersebut. Virus ini sudah dapat menular ke orang lain selagi orang yang sudah terinfeksi belum merasakan gejala apapun. Orang yang terinfeksi tidak sadar bahwa ia sudah terinfeksi, tanpa sadar pula ia menulari banyak orang. Inilah yang membuat seluruh dunia kewalahan.

Bagaimana menghentikan penularannya? Satu-satunya cara yang kita ketahui saat ini adalah menghentikan interaksi antarmanusia. Kita tidak tahu siapa saja yang sudah tertular di sekitar kita. Kita sama sekali tidak punya panduan. Satu-satunya cara adalah dengan berhenti berinteraksi, menjaga jarak dari orang lain. Itulah yang jadi dasar bagi anjuran Presiden agar kita tinggal di rumah dua minggu yang lalu. Tetap tinggallah di rumah selama dua minggu.

Kenapa dua minggu? Angka itu adalah masa inkubasi, masa efektif penularan virus. Idealnya dalam masa itu akan jadi jelas bagi seseorang apakah dia terinfeksi atau tidak. Yang terinfeksi akan segera menunjukkan gejala. Dari situ pemerintah bisa mengambil tindakan untuk mengisolasi dan mengobatinya. Begitu orang-orang yang tertular sudah diambil dan diisolasi, yang tersisa tinggal orang-orang sehat. Mereka dapat kembali berinteraksi.

Tapi itu adalah skenario yang sangat ideal. Harus kita sadari bahwa hal itu tidak terjadi. Di berbagai tempat orang masih hidup normal seakan tak terjadi apa-apa. Orang-orang masih keluar rumah, berdesakan di kendaraan umum, berinteraksi di pasar, berkumpul di rumah-rumah ibadah, bahkan menyelenggarakan pesta. Kita bisa katakan, dua minggu telah berlalu tanpa penurunan tingkat sebaran virus.

Situasinya seperti kita sedang meniup balon bocor. Kita mau mengisolasi orang terinfeksi, tapi isolasinya bocor. Anda bisa bayangkan, kalau orang-orang terinfeksi itu kita andaikan sebagai molekul gas dalam balon, dan yang tidak terinfeksi adalah molekul gas di luar balon. Agar tidak terjadi penularan, balon harus benar-benar tertutup rapat. Satu bocor kecil saja akan membuat usaha isolasi tadi jadi sia-sia. Nah, yang terjadi selama dua minggu ini bukan lagi bocor kecil, tapi bocor-bocor besar yang menganga.Selama dua minggu ini kita ibarat hendak menampung air dalam keranjang.

Sementara itu efek-efek tambahan mulai bermunculan. Orang-orang yang tidak bisa bekerja karena harus tinggal di rumah, atau karena tempat kerjanya berhenti beroperasi, tidak punya kegiatan. Artinya, mereka tidak punya pemasukan sedangkan pengeluaran tidak berhenti. Yang berasal dari daerah di luar Jakarta berpikir untuk pulang kampung. Ini menimbulkan masalah baru lagi. Mereka berpotensi membawa virus ke kampung halaman.

Bagaimana kalau dilakukan isolasi total dengan penjagaan aparat secara ketat alias lockdown? Soalnya adalah berapa lama hal itu bisa dilakukan? Kalau kita lakukan lockdown selama dua minggu, kita masih bisa bertahan. Tapi lockdown akan memerlukan waktu yang sangat lama. Lockdown sempurna seperti di China memerlukan waktu dua bulan hingga angka penularan dapat ditekan. Kalau ada kebocoran, maka kita akan memerlukan waktu yang lebih lama lagi. Berapa lama? Bisa berbulan-bulan. Kalau sampai ke level itu, kita tidak akan sanggup. Lockdown berkepanjangan akan memicu masalah lain seperti kerusuhan, yang efeknya justru lebih berbahaya.

Jujur saja, melihat situasi seperti ini, kita seperti sedang menghadapi jalan yang serba bocor. Tidak ada langkah jitu yang bisa secara sempurna menutupi kebocoran. Dalam situasi itu kita tidak bisa berharap adanya suatu sistem yang bebas bocor. Yang bisa dilakukan adalah segera mencari sumber-sumber bocor yang besar, dan menambalnya. Apa saja sumber bocor itu?

Yang sangat terasa adalah kita tidak satu suara. Masih banyak tokoh masyarakat yang bertindak atau bersuara berbeda. Termasuk di dalamnya pemimpin daerah. Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Gubernur Sumatera Utara, entah dengan motif apa, masih mengkampanyekan agar orang-orang tetap berkumpul di masjid. Demikian pula sejumlah tokoh ulama, yang pengikutnya sangat banyak. Pemerintah harus segera menangani ini.

Lakukanlah pendekatan politik kepada tokoh-tokoh politik. Lakukan pendekatan religius kepada tokoh-tokoh agama. Yakinkan mereka bahwa ini bukan saatnya untuk berbeda pendapat. Ini saat untuk satu suara. Bila ini tidak dilakukan, maka apapun yang dilakukan pemerintah tidak akan ada hasilnya.

Sementara itu masyarakat yang sadar sudah bertindak sendiri. Masyarakat membentuk kluster-kluster yang diisolasi secara mandiri. Kluster-kluster seperti ini harus dikoordinasikan guna memperkuat isolasi. Bentuk jaringan komunikasi untuk mendata daerah mana saja yang sudah memberlakukan isolasi ini. Dengan pemetaan seperti itu, pemerintah bisa fokus untuk menangani wilayah yang masih bocor besar. Dorong masyarakat untuk membentuk kluster-kluster seperti ini sedikit lebih maju daripada sekadar anjuran untuk tinggal di rumah saja. Berikan arahan yang jelas soal bagaimana mengelola kluster terisolasi ini.

Ada hal lain yang tak kalah penting, yaitu memastikan pasokan kebutuhan vital. Ada pihak-pihak yang tak bisa tinggal di rumah, harus bekerja, memastikan pasokan kebutuhan pokok tetap ada, agar tidak terjadi kekacauan. Tapi adakah kepastian bahwa kelompok-kelompok ini tak terinfeksi? Bila tidak, kita sedang menyimpan potensi bahaya yang lain. Bila misalnya pada kelompok-kelompok pelaksana tugas penting ini terjadi infeksi, maka kegiatan mereka serta merta harus dihentikan. Artinya, pasokan akan berkurang. Ini akan menjadi sumber kekacauan baru.

Prioritas rapid test harus diberikan kepada kelompok-kelompok pelaksana tugas ini. Segera pastikan bahwa tidak ada orang terinfeksi di dalamnya, kemudian lakukan isolasi untuk pengamanannya.

Berkaca dari pengalaman negara-negara lain yang sudah lebih dahulu parah kondisinya, kita semua harus sadar bahwa situasi ini akan berkepanjangan. Untuk lolos dari situasi ini, kita harus punya dua ketahanan utama, yaitu daya tahan biologis dan daya tahan mental. Bila salah satu saja dari keduanya bobol, maka kita semua akan ambyar.

(mmu/mmu)

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads