Pandemi Covid-19 sudah masuk pada tahap sangat mengkhawatirkan dan masuk pada tahapan uncontrolable bagi warga bumi, termasuk penduduk Indonesia. Di banyak negara lebih mudah dikontrol karena jumlah penduduk, luasan terjangkit, dan bentuk wilayah tidak tersebar dan sebesar Indonesia. Selain itu tingkat ekonominya juga kemungkinan lebih baik dari Indonesia.
Untuk Indonesia yang paling pas adalah kecepatan dan kecerdasan mengambil keputusan. Kecerdasan cukup, hanya kecepatan kita sangat lambat.
Lambannya kecepatan penanganan Covid-19 diawali dengan tidak terbukanya pemerintah pusat terhadap pandemi ini. Pada 27 Januari 2020 Presiden masih mengatakan bahwa Covid-19 tidak terdeteksi masuk Indonesia, padahal banyak wisman dari China masuk ke Indonesia via Bandara Sam Ratulangi Manado, Ngurah Rai Denpasar, dan Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng --saat itu pasti Covid 19 sudah masuk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ironisnya pada 11 Februari, Menteri Kesehatan Terawan masih menegaskan bahwa di Indonesia belum ada virus corona.
Saat itu saya sudah memberikan pernyataan di beberapa media bahwa sebaiknya Menteri Perhubungan segera menutup tiga bandara internasional tersebut di atas, tetapi tidak ada tanggapan, bahkan Menteri Perhubungan pada 17 Februari berkelakar bahwa orang Indonesia kebal Covid-19 karena doyan makan nasi kucing. Semua terkejut ketika Menhub pada akhirnya terinfeksi Covid-19 dan sampai hari ini masih dalam perawatan.
Keadaan itu menunjukkan betapa lambatnya reaksi pemerintah terhadap penyebaran Covid-19 yang berakibat banyaknya korban meninggal. Hingga sore 29 Maret pemerintah masih gamang untuk menetapkan kebijakan karantina wilayah sesuai dengan perintah UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Social Distancing saya anggap gagal dilaksanakan karena jumlah terinfeksi Covid-19 terus melonjak drastis hingga di atas 1.100 orang. Akibatnya beberapa daerah harus "mbalelo" tidak menaati perintah Presiden dan melakukan karantina wilayah secara swadaya bersama rakyat.
Kota Hantu
Pernah menyaksikan film seri The Walking Dead produksi FOX di televisi? Kalau pemerintah tidak serius membereskan pandemi Covid-19, maka kota-kota besar di Indonesia akan seperti di film tersebut; hantu-hantu berkeliaran karena Covid-19. Artinya, kota-kota di Indonesia akan menjadi kota hantu karena semua penduduknya punah terserang Covid-19.
Keresahan saya dan sebagian besar masyarakat Indonesia sedikit terobati ketika minggu lalu mendengar bahwa pemerintah pada akhirnya akan menetapkan karantina wilayah di beberapa kota di Indonesia. Terima kasih, Bapak Presiden Jokowi! Menko Polhukam diminta oleh Presiden untuk mempersiapkan peraturan perundangannya melalui Peraturan Pemerintah (PP) dan rencana rinci karantina tersebut secepatnya.
Namun hingga tulisan ini dibuat belum terlihat kapan karantina wilayah akan diberlakukan.
Persiapan pengenaan karantina wilayah atau yang belakangan ini populer disebut lockdown memang harus memperhitungkan segala sesuatunya secara rinci dan terukur untuk jangka waktu berlakunya karantina, termasuk masalah anggaran, logistik, ketersediaan pangan, barang-barang konsumsi, obat-obatan, bantuan tunai untuk masyarakat kurang mampu serta mekanisme pemberiannya.
Jika perlu ada pemberlakuan jam malam atau denda atau hukuman kurungan untuk masyarakat yang tidak mematuhi dan masih berkeliaran di jalan tanpa keperluan khusus, misalnya belanja obat atau pangan, atau berobat.
Persoalan anggaran harus disediakan oleh APBN, bukan mengemis meminta rakyat menyumbang; rakyat dengan inisiatif sendiri pasti akan membantu semampunya. Pemerintah Malaysia menyediakan anggaran untuk proses Karantina sebesar hampir Rp 1.000 triliun. Untuk Indonesia bisa dihitung, baik anggaran maupun periode waktu berlakunya.
Pemerintah cukup punya dana untuk menghadapi karantina, asalkan APBN 2020 tidak dikorupsi. Lalu dana untuk pemindahan ibu kota (Proyek IKN), proyek pembangunan Kereta Cepat Indonesia China (KCIC Jakarta - Bandung), dan proyek strategis lainnya yang memerlukan anggaran sangat besar harus dihentikan atau minimal ditunda.
Secara awam saya mulai menghitung sebagai berikut: dana untuk IKN saja pemerintah punya anggaran sekitar Rp 466 triliun, KCIC ada anggaran sekitar Rp 100 triliun, dan lain-lain. Jadi Indonesia bisa mengumpulkan dana secara cepat tidak kurang dari Rp 600 triliun.
Selain itu ada Saldo Anggaran Lebih (SAL) per akhir 2018 sekitar Rp 175 triliun, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SilPA) 2019 sebesar Rp 46,5 triliun, dan SiLPA 2020 per Februari 2020 ada sekitar Rp 50 triliun, sehingga total dana tidak terpakai milik pemerintah ada sekitar Rp 270 triliun yang bisa digunakan untuk menangani Covid-19. Sehingga total dana yang dapat digunakan pemerintah sebesar Rp 870 triliun.
Lalu, tetapkan berapa orang yang akan diberikan dana bantuan tunai selama karantina wilayah diberlakukan, dan untuk berapa lama.
Jika APBN 2020 sebesar Rp 2.540,4 triliun utuh dan tidak dikorupsi seperti biasanya, akan ada dana yang dapat dialokasikan sekitar Rp 600 triliun, sehingga dana talangan yang siap digunakan untuk mengatasi Covid-19 sekitar Rp 1,500 triliun. Tinggal tentukan mau berapa jiwa yang akan didukung atau dibiayai hidupnya selama katakan tiga bulan sejak April hingga Juni 2020.
Misalnya, pemerintah akan mendukung 40% orang miskin (sekitar 108 juta jiwa) dan setiap bulan mereka akan mendapatkan tunjangan miskin sebesar Rp 3.000.000/bulan, maka selama tiga bulan diperlukan dana Rp 3.000.000 x 108.000.000 jiwa x 3 bulan = Rp 972 triliun, jadi cukuplah itu dana Rp 1,500 triliun.
Sisanya sekitar Rp 500 miliar dapat digunakan untuk memberikan dukungan pada tenaga kesehatan, aparat keamanan, dan peralatan untuk tenaga kesehatan. Jadi tidak perlu mengambil jatah standby loan-nya World Bank atau ADB dan sebagainya. Itu hanya perhitungan kasar dari seorang awam dan dapat segera dihitung secara rinci oleh para ahli di Bappenas dan Kementerian Keuangan.
Lalu, dana masyarakat yang dikumpulkan secara gotong royong juga dapat dimobilisasi sebagai dana cadangan tambahan.
Sementara untuk industri kecil atau UKM termasuk mitra ojek/taksi online yang kreditnya macet dan disita debt collector juga dapat ditalangi melalui perpanjangan tenor, sehingga aset tidak disita debt collector. Namun sayang peraturan perundangan yang ada, yaitu POJK No. 11 Tahun 2020 tumpul dan tidak jelas. Kreditor perlu juga dapat kepastian dan perlindungan terkait ketersediaan dana supaya Non Performing Loan/Financial terjaga sesuai aturan yang ada.
Terakhir penanggung jawab bank atau lembaga keuangan non bank tidak dikriminalisasi menjadi tersangka tindak pidana.
Langkah Penting
Pemerintah secepatnya umumkan langkah karantina wilayah untuk seluruh atau sebagian Indonesia secara resmi. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, paling cepat peraturan baru boleh berlaku 2 x 24 jam setelah diumumkan dengan catatan semua pihak yang terkait dengan karantina sudah siap, termasuk aparat keamanan.
Jadi perhitungan saya kalau hari ini akan Rapat Kabinet Terbatas (Ratas) lalu diumumkan, maka paling cepat Peraturan Pemerintah terkait karantina baru akan berlaku pada Rabu, 1 April 2020.
Semoga pemerintah pusat berani mengambil keputusan karantina wilayah, sehingga pembersihan Covid-19 akan lebih cepat dan korban jatuh dapat dihindari seminimal mungkin. Sehingga kota-kota di Indonesia tidak akan menjadi The Walking Dead Cities.
Agus Pambagio pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen
(mmu/mmu)