Wabah Corona: "Insecurity" vs "Health Security"
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Wabah Corona: "Insecurity" vs "Health Security"

Jumat, 20 Mar 2020 15:50 WIB
Lamtiur Junita Bancin
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
WHO telah umumkan wabah corona sebagai pandemi. Meski telah memperketat pengawasan guna cegah corona, Indonesia belum berencana melakukan lockdown.
Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Covid-19 ditetapkan oleh WHO sebagai pandemik. Virus corona ini telah meluas hingga 155 negara dengan 160994 kasus (data Worldometers per 15 Maret). Jumlah orang yang terkonfirmasi positif pun makin hari kian bertambah. Tidak hanya rakyat biasa, para petinggi negara, public figure, olahragawan pun terkonfirmasi positif di sejumlah negara yang terkena.

Kondisi ini menunjukkan bahwa siapa saja tanpa memandang jenis pekerjaan, suku bangsa, agama, dan ras memiliki peluang yang sama untuk terpapar dan terinfeksi Covid-19. Ironisnya, persebaran kasus ini tergolong sangat cepat melalui penularan antarmanusia berupa kontak yang terjadi dengan perantara droplet dan benda yang terkontaminasi dari droplet tersebut jika dilihat dari penelusuran terhadap jumlah kasus yang positif.

Situasi di Indonesia

Indonesia mulai mengkonfirmasi positif Covid-19 pada 2 Maret 2020 dengan jumlah 2 kasus. Angka ini terus berlipat ganda setiap harinya menjadi 8, 17, 34, 69, 96, dan 117 pada 15 Maret. Peta persebaran penyakit pun meluas hingga ke 8 provinsi.

Jika ditelusuri ke belakang, kasus pertama Indonesia itu tertular dari WNA Jepang yang berada di Indonesia sejak 14 Februari. Jika dihitung dari 14 Februari hingga ditemukan kasus pada 2 Maret, maka dalam kurun waktu dua minggu tersebut ada potensi penyebaran dan penularan virus yang signifikan "pada" dan "dari" orang-orang yang kontak dengan WNA tersebut. Kondisi ini tentu sempat menimbulkan kepanikan pada masyarakat.

Peningkatan Jumlah Kasus

Jumlah kasus positif yang meningkat tajam dapat memberikan gambaran kinerja dari deteksi kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah kasus didominasi oleh imported cases dan tampaknya akan sangat sulit sekali dilakukan pelacakan identifikasi dan kontak pasien dengan orang lain. Pengumpulan data dari pasien terhadap lokasi-lokasi yang dikunjunginya mengalami kendala karena adanya kemungkinan akan bias recall oleh pasien dalam mengingat aktivitasnya selama beberapa hari.

Mobilitas masyarakat yang tinggi pun menjadi salah satu kendala dalam melacak kasus secara akurat. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi selain identifikasi pasien Covid-19. Strategi yang tidak hanya berorientasikan kepada kasus terkait, tetapi mengarah pada masyarakat luas (community based) sebagai bentuk penanganan terhadap kondisi bias recall yang terjadi.

Strategi juga diharapkan efektif dalam penemuan kasus pada masyarakat yang tampak sehat tanpa gejala, sehingga bukan terkesan hanya mengulur waktu untuk mengungkap kasus Covid-19 lebih lanjut. Memang tidak mudah dalam implementasi, tapi perumusan strategi dengan menganalisis upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya dapat memberikan gambaran serta memprediksi bagaimana keefektifan strategi yang dibutuhkan.

Hal ini sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa percaya masyarakat bahwa kesehatan mereka tidak berada dalam insecurity. Insecurity yang tampak dalam masyarakat dapat berupa rasa takut akan ditulari, rasa tidak nyaman dalam berkomunikasi, rasa cemas terhadap kondisi kesehatan dirinya dan keluarganya, dan rasa takut karena tidak adanya keamanan dan kepastian kapan virus akan berakhir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merumuskan Strategi

Perlunya memaparkan secara transparan kendala-kendala yang dialami pemerintah dalam pendeteksian kasus sejak dini, mengingat Presiden Jokowi memberikan kesempatan bagi kepala daerah menemukan upaya strategis untuk menjaga health security di daerah masing-masing. Hal ini akan membantu pemerintah daerah dalam memetakan upaya-upaya penanganan kasus Covid-19 di Indonesia.

Jika sampai saat ini kasus positif Covid-19 belum ditemukan di luar 8 provinsi, bukan berarti provinsi tersebut bebas dari Corona --ingat ketika Indonesia pernah mengalami masa saat menemukan negatif Covid-19 sebelum 2 Maret; tidak sampai sebulan setelah itu, maka terkonfirmasi kasus 2 orang positif.

Hal itu memberikan sebuah makna tersirat agar jangan sampai terlena dan berpuas diri dengan negatif Covid-19 yang ditemukan dan tetap memberikan pantauan secara berkala terhadap mobilitas masyarakat. Pencegahan dan skrining pun harus tetap berjalan.

Hal lain yang diperlukan dalam merumuskan strategi yang tepat adalah dengan menggarisbawahi bahwa belum ditemukan vaksin. Hal ini berarti bahwa risiko penyebaran masih sangat tinggi mengingat juga Indonesia rentan dengan penyakit menular yang berkaitan dengan terganggunya kekebalan tubuh sebagai contoh penyakit TB tertinggi (lima besar di dunia).

Oleh karena itu, perlunya mempertimbangkan risiko terburuk bahwa masyarakat dalam suatu daerah tertentu diasumsikan memiliki potensi untuk ditularkan dan saling menularkan. Maka, skrining kesehatan terhadap masyarakat perlu gencar dilakukan untuk menekan penyebaran. Skrining dapat dilakukan terhadap orang yang tidak menunjukkan gejala sekalipun, namun berada di wilayah yang diduga menjadi tempat penyebaran Covid-19.

Skrining kesehatan masal dengan mendorong masyarakat untuk melakukan tes pro-aktif tersebut juga perlu diiringi dengan upaya memastikan riwayat perjalanan orang yang diskrining telah terekam dengan baik.

Di Korea Selatan, strategi yang dilakukan adalah dengan mengedukasi dan mendorong masyarakat untuk melaporkan riwayat perjalanan aktivitasnya dan orang-orang yang ditemuinya ke sebuah aplikasi yang kreatif. Hal ini dapat membantu pelacakan seandainya si pasien meninggal sebelum terkonfirmasi positif. Selain itu juga dapat meminimalisir bias recall sehingga petugas surveilans dapat secara akurat melacak perjalanan kontak orang yang terkonfirmasi positif covid-19.

Upaya tersebut berhasil membuat Korea Selatan menurunkan kasus baru positif Covid-19 beriringan dengan peningkatan jumlah orang yang dideteksi. Tentu saja, upaya tersebut harus berjalan dengan promosi pencegahan yang mengarah pada kesadaran masyarakat bahwa penanganan Covid-19 adalah tanggung jawab masyarakat secara keseluruhan. Maka, partisipasi masyarakat dalam menerapkan pencegahan pun harus benar-benar maksimal.

Sebagai contoh, mengurangi aktivitas di keramaian mengingat potensi penularan antarmanusia melalui droplet cukup tinggi. Hand hygiene juga perlu ditanamkan menjadi sebuah kebiasaan mengingat Indonesia adalah negara yang akrab dengan budaya berjabat tangan. Gaya hidup yang baik dan sehat untuk menjaga imun tubuh agar tetap stabil dan sehat pun menjadi salah satu faktor yang penting untuk pencegahan.

Memberikan Harapan

Bangsa membutuhkan health security yang memberikan harapan. Penerapan health security pun menjadi tanggung jawab moral bangsa itu sendiri. Tidak hanya secara nasional, namun juga secara global. Transparansi data secara internasional akan membantu pemerintah secara nasional untuk memetakan imported cases-nya.

Sama halnya dengan harapan untuk adanya transparansi nasional tentunya akan mendukung pemerintah daerah dalam memetakan dan menganalisis upaya surveilans yang efektif dan akurat. Aktivasi dan koordinasi yang sinergis akan memperkuat pertahanan health security yang dimiliki Indonesia.

Satu pasien saja terkonfirmasi positif tanpa terlacak jejak perjalanan dan kontaknya, maka penyebaran dan penularan semakin cepat dan semakin menyulitkan tenaga kesehatan untuk memantaunya. Maka, imbauan dari Presiden untuk bekerja, belajar, dan beribadah di rumah perlu dibarengi dengan upaya inovatif dari pemerintah daerah dalam menekan penyebaran virus. Program pengendalian dan pelacakan kasus Covid-19 pun akan lebih mudah dilakukan jika warga memiliki mobilitas yang minim.

Surveilans yang "agresif" dapat membantu melumpuhkan keagresivan virus tersebut. Harapannya, insecurity yang dialami masyarakat akan bisa diakomodasi dengan health security yang efektif dalam memberikan jaminan perlindungan kepada masyarakat terhadap kondisi kesehatan yang terjadi secara nasional. Health Security yang terintegrasi dan bersinergis mampu memumpuk optimisme dalam masyarakat agar sama-sama aktif berpartisipasi meningkatkan pertahanan kesehatan negeri.

Perlu dicatat bahwa pembangunan bangsa tidak luput dari kondisi kesehatan masyarakatnya yang produktif. Jika masyarakat Indonesia produktif, maka perekonomiannya pun dapat berjalan maksimal. Untuk mewujudkan kesehatan masyarakat yang produktif di mana masyarakat yang masih sehat tetap sehat dan tidak sakit, fokus terhadap pencegahan harus menjadi prioritas utama. Sehingga, perspektif terhadap kesehatan bukan lagi sekedar hal yang "konsumtif", tetapi menjadi sebuah investasi bagi pembangunan negara.

Lamtiur Junita Bancin dosen Universitas Imelda Medan, alumnus Taipei Medical University Jurusan Global Health and Development

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads