Travelling yuk, mumpung tiket pesawat murah nih! Tidak sedikit diantara kita yang berpikir sedemikian rupa ketika mengetahui adanya diskon penerbangan bagi sejumlah destinasi wisata yang ada di Indonesia menyusul maraknya kasus virus corona yang berdampak ke hampir seluruh belahan dunia, tak terkecuali di negara kita.
Bagi sejumlah masyarakat hal ini bisa dianggap sebagai sebuah berkah dan kesempatan yang harus dimanfaatkan demi memenuhi keinginan untuk menjajal beberapa destinasi wisata favorit yang ada. Namun, apakah hal ini merupakan sesuatu yang tepat untuk dilakukan menimbang dari penyebaran kasus virus yang bisa terjadi sangat cepat?
Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memberi diskon harga tiket pesawat, serta membebaskan pajak hotel dan restoran untuk melawan dampak ekonomi dari virus corona. Diskon pesawat sendiri diberikan hingga separuh harga alias 50 persen terhadap harga tiket. Diskon tersebut akan diberikan untuk 25 persen kursi per pesawat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak dapat dipungkiri, bahwa wabah virus yang bermula dari Wuhan itu telah memukul bisnis pariwisata di dunia, tak terkecuali di Indonesia, lantaran peringatan perjalanan yang dikeluarkan di banyak negara.
Sebagai contoh yaitu Arab Saudi yang menutup sementara jalur jamaah umrah yang hendak bepergian ke Mekah. Bertolak belakang dengan keputusan Arab Saudi, pemerintah Indonesia justru memberikan insentif penerbangan ke 10 destinasi wisata yang ada di dalam negeri yaitu Denpasar, Batam, Bintan, Manado, Yogyakarta, Labuan Bajo, Belitung, Lombok, Danau Toba, dan Malang selama 3 bulan terhitung mulai Maret hingga Mei 2020, dan akan terus dilanjutkan jika dirasa efektif.
Totalnya, pemerintah menggelontorkan dana sekitar Rp 500 miliar untuk diskon 30 persen kepada semua penerbangan ke 10 destinasi wisata tersebut. Kemudian 20 persen diskon diberikan dari kontribusi Pertamina, Angkasa Pura I dan II, serta AirNav.
Tentu hal ini direspons dengan hangat oleh seluruh pihak pengelola perjalanan wisata karena dampak yang ditimbulkan cukup besar untuk menguras pendapatan mereka menyusul masyarakat yang masih ragu dan bimbang untuk bepergian setelah Senin (2/3) lalu dikonfirmasi bahwa ada dua WNI yang positif terjangkit virus corona atau CoVid-19.
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Novie Riyanto menerangkan, penurunan jumlah penerbangan terlihat pada sejumlah tujuan wisata favorit seperti Bali. Berdasarkan data yang dimilikinya, sebelum adanya isu virus ini, dalam satu hari pergerakan pesawat untuk tujuan bali mencapai 470 pergerakan, dan saat ini hanya kurang lebih sekitar 400 pergerakan se-Indonesia. Secara umum penurunan penerbangan rata-rata di tanah air mencapai 20 persen.
Maka, pemerintah bersama dunia usaha penerbangan lainnya berupaya melakukan sejumlah hal untuk menggiatkan bisnis lalu lintas udara melalui kebijakan insentif tiket pesawat ini. Tindakan pemerintah ini dirasa cukup baik untuk membangkitkan sektor pariwisata yang sedang terguncang dan juga untuk terus menggerakkan roda perekonomian Indonesia yang mau bagaimana pun harus terus berputar.
Namun, apakah keputusan ini dirasa sudah tepat dan tidak memihak hanya ke satu pihak saja?
Kami di sini hanya ingin menyoroti dari sisi keamanan dan kesehatan bagi seluruh masyarakat karena pencegahan virus lebih baik daripada sekedar meningkatkan pendapatan. Sebagaimana yang disebutkan di atas bahwa keputusan ini tentu saja menimbulkan pertanyaan banyak masyarakat apakah Indonesia masih bisa aman dari penyebaran virus ini?
Masyarakat awam tentunya lebih memilih untuk mengisolasi diri mereka di daerah yang aman daripada mengambil risiko untuk bepergian mengingat Indonesia menjadi salah satu titik temu dari perjalanan internasional khususnya wisata sehingga sudah pasti akan membawa turis mancanegara yang kita tidak mengetahui apakah mereka benar-benar terbebas dari virus tersebut atau tidak.
Dengan adanya keputusan pemberian insentif ini, maka justru pemerintah seakan "memancing" virus tersebut datang ke dalam negeri. Adanya upaya pencegahan di setiap bandara belum menjadi jaminan untuk bebas dari adanya virus yang masuk; tindakan tersebut hanya merupakan upaya penurunan risiko saja. Upaya proteksi di bandara tidak bisa mendeteksi penumpang yang sudah terjangkit virus corona tanpa memperlihatkan gejala-gejala tertentu.
Tanpa bermaksud untuk pesimis terhadap penjagaan keamanan dan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan di setiap pintu masuk internasional yang ada di negara ini, alangkah baiknya jika kita sebagai masyarakat diberi kepastian yang jelas mengenai kebijakan yang dijalankan pemerintah ini sehingga tidak menimbulkan kepanikan dan keraguan yang berlebih untuk melakukan perjalanan domestik.
Atau, bahkan perlu adanya peninjauan kembali untuk menutup sementara jalur masuk dari luar negeri setidaknya sampai situasi mengenai virus ini sudah kondusif sehingga tidak ada kepanikan dan kecurigaan masyarakat yang berlebih terhadap kebijakan yang diberlakukan ini. Karena, bagaimana pun kesehatan tetap menjadi hal utama yang harus diperhatikan pemerintah bagi masyarakatnya.
Harti Novika Wiradhika dan Abdi Rahadian Nugraha Prawira Yudha mahasiswa jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang
(mmu/mmu)