Fajar mentari kemanusiaan milenium ketiga saat ini boleh jadi baru naik sepenggalah tingginya. Para generasi milenial pun tengah merayakan dengan meriahnya, seiring generasi jadul yang tergagap dengan perkembangan teknologi gadget. Di tengah itu pula, warga masyarakat di 77 negara di semua benua seperti tiba-tiba terjangkiti infeksi virus Corona Cov-19 yang mencekam pikiran.
Virus pengganggu pernapasan ini pertama kali terdeteksi Desember 2019 di kota Wuhan, Provinsi Hubei, China sudah menyebar luas sampai ke Eropa, Amerika, hingga wilayah Afrika bagian utara. Akhir Februari 2020, WHO pun menaikkan tingkat ancaman virus corona ini hingga ke level maksimum setelah penyebarannya terdeteksi hingga Afrika dan berdampak luas terhadap kondisi perekonomian dunia.
Sejauh ini, China menjadi negara yang paling banyak warganya terkena virus corona, dengan 79.394 kasus dan 2.838 orang di antaranya meninggal dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut laporan Johns Hopkins CSSE, virus yang masih satu keluarga dengan SARS itu telah menjangkiti 93.126 orang hingga awal Maret 2020. Sementara korban tewas mencapai 3.198 orang. Namun demikian, ada juga pasien yang sembuh dari penyakit yang disebabkan COVID-19, yaitu sebanyak 50.675 orang. Tercatat lima negara yang terdampak wabah virus corona paling parah, yakni China (80.267 kasus), Korea Selatan (5.328 kasus), Italia (2.502 kasus), Iran (2.336 kasus), dan Jepang (293 kasus).
Dari data milik WHO, hanya segelintir negara yang dilaporkan belum terpapar virus, Korea Utara misalnya.
Indonesia pun telah mengakui beberapa warga negaranya telah terduga (suspect) terjangkiti virus Corona, hingga akhirnya Presiden Jokowi mengumumkan adanya dua orang yang positif terkena virus tersebut. Sebelumnya, pemerintah telah menempuh langkah-langkah antisipatif seperti pemulangan 238 WNI dari Wuhan dan mengobservasi mereka di Natuna.
Pemerintah juga telah memulangkan ke Indonesia dan mengobservasi 188 Warga WNI pekerja kapal World Dream di Pulau Sebaru Kecil, Kepulauan Seribu, Jakarta. Selain itu, penyiapan tiga rumah rujukan utama, RS Sulianti Suroso, RSPAD Gatot Subroto, RS Persahabatan, serta sejumlah rumah sakit besar pemerintah maupun milik BUMN di sejumlah daerah.
Presiden Joko Widodo pun segera menggelar rapat koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait pemangku kepentingan di bidang ekonomi, terutama inisiatif mengantisipasi dampak Corona terhadap roda perekonomian bangsa. Belajar dari Krisis Ekonomi 1997-1998, pemerintah misalnya sudah dan akan terus berupaya mengamankan arus pasokan barang kebutuhan pokok, stabilisasi kewajaran harga barang-barang buat mencegah inflasi, relaksasi aturan perdagangan --menyusul relaksasi sektor keuangan oleh BI dan OJK di sektor non-perbankan-- hingga kelancaran impor bahan baku serta memanfaatkan peluang ekspor dan mengoptimalkan pariwisata.
Serangkaian kebijakan tersebut dilakukan selain menggelontorkan dana siaga sektor kesehatan. Di sisi lain, dari sektor perdagangan ekspor dan impor, China terhitung merupakan salah satu mitra dagang besar bagi pemerintah Indonesia. Maksudnya, dengan banyaknya negara terdampak virus Corona yang sebagian juga mitra dagang penting seperti Jepang, Korsel, dan India diprediksi berpotensi mengganggu laju perekonomian global.
Jangan lengah pula, perang dagang China dengan Amerika Serikat juga masih terus berlangsung serta belum menemukan keseimbangan yang permanen dan signifikan. Itu sebabnya kepala negara juga mengajak segenap komponen bangsa, mulai dari kalangan pejabat negara, para pengusaha, tokoh agama hingga warga negara agar tetap menghidupkan sikap optimisme, tidak panik serta tetap fokus pada bidang pekerjaan masing-masing.
Ajakan Presiden Joko Widodo tersebut sangat beralasan dan bisa kita pahami. Sebab, sejumlah negara tampaknya juga sudah merumuskan langkah-langkah protokol serta mengantisipasi dampak ekonomi Corona yang berpotensi membawa krisis.
Menyambut ajakan Presiden agar segenap elemen bangsa tetap menjaga sikap optimisme di tengah dampak Corona yang berpotensi mengganggu perekonomian, ada baiknya kita juga mengingat pemikiran para bapak pendiri bangsa. Simak saja pesan Presiden pertama RI, Ir Soekarno lewat pidato kenegaraan 17 Agustus 1964 yang berjudul Tahun Vivere Pericoloso --dari frasa bahasa Italia, kata vivere artinya hidup dan pericoloso artinya berbahaya; yang berarti hidup menyerempet bahaya, yang kemudian sangat terkenal menjadi frasa baru dalam bahasa Indonesia sebagai Trisakti.
Ia menginstruksikan seluruh rakyat agar melaksanakan Trisakti, yakni berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan. Kita juga perlu mengingat kembali Muhammad Hatta sebagai wakil presiden pertama yang menekankan pentingnya sikap kegotongroyongan.
Benih dari gagasan gotong-royong oleh Hatta bisa dirunut ketika bangsa Indonesia menghadapi represif pemerintah kolonial tahun 1930-an, ia pernah berkata: We zijn geslagen, maar niet verslagen, artinya kita dipukul, tetapi tidak hancur. Ungkapan itu terjadi ketika ia menempuh pendidikan di Belanda.
Masih sewaktu sekolah di Negeri Kincir Angin itu, dalam bukunya Memoir Hatta juga menegaskan terkait jiwa kegotongroyongan bangsa kita. Tulisnya: Daulat Ra'jat akan mempertahankan azas kerakyatan yang sebenarnya dalam segala susunan: dalam politik, dalam perekonomian dan dalam pergaulan sosial. Bagi kita rakyat itu yang utama, karena rakyat itu jantung hati bangsa. Dan rakyat itulah yang menjadi ukuran tinggi-rendahnya derajat kita. Dengan rakyat itu kita akan naik dan dengan rakyat kita akan tenggelam. Hidup atau mati rakyat Indonesia bergantung kepada semangat rakyat. Penganjur-penganjur dan golongan kaum terpelajar baru ada berarti, kalau di belakangnya ada rakyat yang sadar dan insaf akan kedaulatan dirinya."
Alhasil, di tengah mulai mencekamnya pengaruh virus Corona terhadap perekonomian berbagai negara termasuk Indonesia, sebaiknya kita juga perlu menumbuhkan 'vaksin-vaksin' positif buat menangkal virus Corona seperti sikap optimisme, semangat berdikari alias berdiri di kaki sendiri, tekad Trisakti serta memperkuat ekonomi kegotongroyongan.
Ada baiknya, kita juga mengingat saat pasangan calon Presiden Joko Widodo-Maruf Amin mendaftar sebagai Presiden RI 2019-2024 yang mengusung visi-misi dan tema utama program kerjanya yang berbunyi "Indonesia Maju". Seiring dengan itu, pada acara di KPU tersebut, Jokowi juga terlihat mengenakan kemeja putih yang di bagian depan tertulis jelas kata-kata "Bersih, Merakyat, Kerja Nyata".
Di negara lain, calon presiden Amerika Serikat Barack Obama, ketika berkampanye ke berbagai negara bagian juga menggelorakan semangat nasionalisme, merebut simpati hati rakyat agar memperbaiki sistem keuangan negara melalui jaminan sosial dengan slogan terkenalnya: "Yes, We Can Change". Sedangkan calon presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad ketika itu buat meyakinkan publik pemilih juga terlihat memakai jaket putih yang menjadi ciri khasnya dan menunjuk kata-kata dalam bahasa Persia berbunyi "Ma Mitavanim" (We Can) di sebuah papan tulis.
Marwan Jafar anggota Komisi VI DPR