Kedigdayaan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) terjadi dalam rentang pertengahan 2014 hingga awal 2016. Masa-masa itu, ISIS telah melakukan berbagai gebrakan yang menyedot perhatian dunia. Di antaranya merebut wilayah-wilayah strategis di Irak dan Suriah, bahkan berhasil membentangkan daerah kekuasaannya dari Suriah sampai ke gerbang Kota Baghdad.
Dengan dibekali kemampuan militer dan mendapatkan pasokan senjata yang cukup memadai, ISIS terus melakukan ekspansi dan semakin menunjukkan akan eksistensinya di mata dunia. ISIS oleh sebagian kalangan disebut-sebut sebagai bentukan Amerika Serikat. Hal ini juga telah terkonfirmasi oleh penyataan Hillary Clinton dalam Hard Choice.
Terlepas dari semua itu, memang ISIS telah berhasil memukau berbagai kalangan dengan janji manis dan propagandanya. Sepak terjang mereka dalam mempropagandakan pendirian khilafah tampak nyata. Mereka benar-benar "menghabisi" dan mendobrak tatanan yang sudah mapan, namun tentunya tatanan mapan yang tak sesuai dengan gerakan mereka.
Sebelum hancur dan kalah pada Maret 2019 lalu, ISIS telah berhasil menyedot ribuan orang untuk bergabung bersama mereka. Pemuda yang memiliki semangat beragama yang membara tak tanggung-tanggung memutuskan "hijrah" ke Irak dan Suriah --yang oleh mereka dimaknai sebagai "perjalanan suci".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belakangan, isu ISIS kembali menyeruak ke permukaan lantaran adanya pro-kontra pemulangan eks anggota ISIS pasca kekalahan ISIS di Timur Tengah. Di tengah pro dan kontra ini, ada satu pertanyaan mendasar yang muncul, dan perlu mendapatkan jawaban yang komprehensif. Strategi apa yang diterapkan ISIS sehingga mereka bisa mempengaruhi ribuan bahkan jutaan orang untuk mempercayainya dan ikut dalam barisan mereka?
Banyak jawaban atas pertanyaan tersebut. Namun satu hal yang pasti bahwa strategi yang diterapkan ISIS selama ini adalah dengan memainkan propaganda yang dibungkus secara apik melalui narasi-narasi yang kemudian membentuk sebuah ideologi; inilah yang menjadi basis atau fokus garapan mereka untuk merekrut orang atau kelompok.
Sebagaimana dikatakan oleh Louis Althusser (1918-1990), ideologi sudah tertanam dalam diri manusia secara tak disadari sejak manusia lahir. Jadi, masyarakat tidak dapat lepas darinya. Ideologi, sebagaimana dijelaskan oleh Michel Foucault (1927-1984), adalah penggerak manusia dalam memahami dunia dan mengembangkan pola hubungan kuasa dan peradaban.
Dengan demikian, ideologi sangat urgen dalam kehidupan manusia. Bahkan manusia tidak akan membuat keputusan dalam situasi yang vakum. Artinya, berbagai pengaruh melindungi dan melatari manusia setiap saat. Dan, ideologi memainkan perannya di sini. ISIS benar-benar mengetahui dan menguasai aspek ini.
Mereka, berdasarkan gerakannya, mengetahui bahwa manusia yang sejak lahir sudah dipengaruhi sebuah ideologi; tidak mungkin beranjak ke ideologi lain ketika tidak ada ideologi lain yang memasukinya. Artinya, untuk menghilangkan pengaruh ideologi dari satu ideologi, harus digunakan ideologi yang lain. Dalam tataran inilah, ISIS masuk melakukan proses ideologisasi kepada masyarakat luas dengan berbagai modus operandi.
Strategi Ideologisasi
Ketika disibak secara mendalam, maka ISIS telah melakukan strategi ideologisasi dengan menggunakan bermacam-macam modus operandi. Strategi ideologisasi pada umumnya berfungsi untuk mempertahankan kekuasaan atau otoritas dan memperoleh pengaruh terhadap seseorang atau kelompok sebesar-besarnya.
Terkait hal itu,Terry Eagleton dan John B. Thompson dalam Ideology and Modern Culture: Critical Social Theory in Era Mass Communication (2003) mengemukakan strategi bagaimana sebuah ideologi menyebar dan bekerja mempengaruhi tingkah laku manusia. Strategi penyebaran ideologi tersebut terdiri dari rasionalisasi, universalisasi, dan naturalisasi.
Pertama, rasionalisasi yaitu melakukan usaha semaksimal mungkin untuk mengajukan argumentasi yang seakan-akan rasional dan tersusun secara logis mungkin bagi gagasan yang terkandung dalam ideologi.
Rasionalisasi ini paling dominan diterapkan oleh milisi ISIS, seperti narasi bahwa negeri dengan sistem khilafah telah ditegakkan dan berdiri di Irak dan Suriah. Kemudian mereka lantas mengutip beberapa ayat dan hadis tentang akhir zaman, kewajiban menegakkan khilafah, pengangkatan pemimpin dari Quraish dan lain sebagainya guna memperkuat bangunan argumentasi dan narasi-narasi mereka.
Rasionalisasi ini benar-benar merontokkan nalar kritis eks anggota ISIS, bahkan tidak saja mereka yang berasal dari negeri mayoritas Muslim, melainkan juga pemuda yang berasal dari Eropa dan lainnya. Bangunan narasi yang begitu rasional dibumbui dengan rayuan seperti janji gaji 39 juta s.d 154 juta per bulan, kesejahteraan pendidikan gratis untuk anak, perawatan dan pengobatan media gratis, hunian tetap, dan pejuang asing dapat perempuan sebagai pendamping hidup.
Kedua, universalisasi. Berarti berusaha untuk memberikan pemahaman yang mendalam untuk menampilkan gagasan-gagasan tersebut diklaim berlaku universal dan diperlakukan di mana-mana. Mendirikan khilafah menjadi fokus dalam menggarap ideologisasi model kedua ini.
Khilafah dinarasikan sedemikian cantik dan indahnya oleh ISIS untuk kemudian menarik perhatian bahwa dunia butuh yang namanya sistem khilafah. Dari narasi universalisasi khilafah ini muncul istilah hijrah dan jihad. Hijrah untuk menarik orang-orang asing agar pergi ke Suriah. Sementara jihad didengungkan sebagai jalan suci meraih surga dan menegakkan agama Allah di bawah sistem khilafah.
Ketiga, naturalisasi. Diartikan sebagai sebuah usaha bagaimana sebuah ideologi atau sebuah kepercayaan yang dianut sebagai sesuatu yang tampak alamiah. Dengan kerja-kerja sebagaimana dijelaskan sebelumnya, akan terlihat betapa cantiknya strategi ideologisasi ISIS tersebut sehingga seolah tampak alamiah. Selain itu, ISIS juga kerapkali mengutip sebuah hadis tentang akan tegaknya kembali sistem khalifah sebagai legitimasi bahwa mendirikan khilafah adalah sudah sesuai dengan sunnatullah.
Itulah sederet modus operandi ideologisasi ISIS untuk membius dan merayu masyarakat luas agar mempercayainya, dan puncaknya bergabung dan berjuang bersama mereka. Terlihat begitu rapi dan sistematis sehingga banyak masyarakat, belakangan ini, mengaku bahwa ia telah dibohongi ISIS.
Semoga uraian singkat ini dapat menguak yang selama ini tersembunyi atau belum banyak diketahui oleh masyarakat secara sehingga korban atas propaganda ISIS tidak lagi "berjatuhan".
Muhammad Najib dosen Stebank Islam Mr. Sjafruddin Prawiranegara Jakarta
(mmu/mmu)