Potensi penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebagai sumber energi terbarukan di Indonesia masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu penyebabnya adalah investasi PLTS yang sangat mahal. Hal ini disebabkan karena komponen utama panel surya atau sel surya masih mengandalkan produk impor. Harga per 1 kilowatt-peak (kWp) panel surya mencapai USD 1.000 atau sekitar Rp 14 juta (kurs 14.000). Harga ini dapat semakin murah seiring perkembangan teknologi tentang panel surya.
Data Statistik Ketenagalistrikan Kementerian ESDM tahun 2018 menunjukkan kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hanya mencapai 0,09 persen dari kapasitas pembangkit nasional. Artinya, jika kapasitas pembangkit nasional tahun 2018 mencapai 64,92 gigawatt (GW), maka PLTS hanya memiliki andil sekitar 58,43 megawatt (MW). Nilai ini sangat kecil mengingat potensi energi surya di Indonesia dapat mencapai 207 GW. Mayoritas pembangkit di Indonesia masih didominasi PLTU yang mencapai 42,34 persen atau sekitar 27,49 GW.
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengembangkan energi berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) sesuai dengan road map Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menyebutkan target persentase EBT pada tahun 2025 yaitu 25 persen. Target ini naik menjadi 36 persen pada tahun 2050. Hal ini tidak lain dilatarbelakangi oleh keterbatasan energi fosil seperti batu bara dan minyak yang menjadi bahan bakar utama PLTU. Selain itu, EBT khususnya energi surya merupakan energi yang bersih dan ramah lingkungan karena tidak menghasilkan emisi karbon. Hal ini sangat membantu mengurangi polusi udara di sekitar kita.
Panel Surya Atap
Panel surya atap merupakan salah satu metode dalam aplikasi sistem panel surya. Panel surya dipasang pada atap rumah agar dapat menyerap cahaya matahari secara optimal. Panel surya atap dapat digunakan sebagai sumber listrik untuk konsumsi ritel atau perumahan. Panel surya atap diprediksi dapat menghemat penggunaan listrik PLN hingga 30 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penggunaan panel surya atap di Indonesia diprediksi bakal meningkat pada tahun 2020. Hal ini karena penggunaan panel surya atap memiliki banyak keuntungan. Biaya komponen dan pemasangan panel surya atap untuk 1 kWp relatif murah, sekitar Rp 25 juta. Nilai ini cukup kecil dibandingkan manfaat yang diperoleh. Panel surya atap juga mudah dalam perawatannya. Perawatan dapat dilakukan 6 bulan sekali oleh pemilik rumah. Panel surya cukup dilap hingga bersih agar energi matahari yang terserap dapat lebih optimal. Selain itu, umur teknis panel surya juga sangat lama atau sekitar 25 tahun.
Tipe Panel Surya Atap
Sistem instalasi panel surya atap terdiri dari dua jenis yaitu off-grid (terhubung jaringan PLN) dan on-grid (mandiri). Masing-masing pilihan memiliki kelebihan dan kekurangannya.
Off-grid merupakan sistem panel surya atap yang hanya mengandalkan energi matahari sebagai sumber energi utama untuk menghasilkan energi listrik. Sistem ini tidak menggunakan energi listrik dari PLN. Pada sistem off-grid, kapasitas baterai memegang peranan penting karena harus memperhitungkan kondisi cuaca buruk yang berakibat pada produksi energi matahari yang kurang optimal. Kementerian ESDM menyarankan masyarakat pengguna panel surya atap sistem off-grid untuk menggunakan baterai dengan kapasitas cadangan minimal tiga hari (autonomous days). Sistem off-grid cocok untuk daerah terpencil atau lampu penerangan jalan di daerah pedalaman yang tidak terjangkau jaringan PLN.
Sedangkan sistem on-grid merupakan sistem panel surya atap yang masih tetap terhubung dengan jaringan listrik PLN. Dalam sistem on-grid, baterai bukan suatu hal yang wajib ada karena energi surya bukan sumber energi utama. Dengan sistem on-grid, arus listrik PLN menjadi penghubung atau penyalur arus listrik dari panel surya kepada beban. Secara sederhana, penggunaan listrik di siang hari dihasilkan dari energi listrik panel surya, sedangkan malam hari menggunakan listrik PLN. Sistem on-grid cocok untuk hunian dengan konsep perumahan.
Nilai Penghematan
Penyinaran matahari tidak selamanya stabil dalam satu hari. Matahari mengalami puncak sekitar 3-4 jam tergantung lokasi. Waktu tersebut merupakan waktu ideal bagi panel surya atap menghasilkan daya terbaiknya.
Jika kita menggunakan panel surya atap dengan kapasitas 1 kWp dengan asumsi waktu puncak 3,5 jam, maka energi listrik yang dihasilkan sekitar 3,5 kWh per hari. Hal ini berarti konsumsi listrik dari PLN berkurang 3,5 kWh per hari atau 105 kWh per bulan. Jadi panel surya atap dapat menghemat tagihan biaya listrik sekitar Rp 147 ribu per bulan dengan asumsi tarif listrik PLN 1.400/kWh.
Nah, dengan melihat berbagai kelebihan penggunaan panel surya atap, apakah kita berniat untuk menggunakannya?
Lasinta Ari Nendra Wibawa mahasiswa Magister Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret (UNS), perekayasa LAPAN; Zainal Arifin, Kepala Prodi Magister Teknik Mesin UNS dan peneliti sel surya