"Crime is Social Product"
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

"Crime is Social Product"

Kamis, 30 Jan 2020 16:06 WIB
Moch. Fauzan Zarkasi
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Pernyataan Menkumham Yasonna Laoly menjadi kontroversi (Foto: Dok. Kemenkumham)
Jakarta -

Crime is social product, begitulah pernyataan sekilas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly saat menghadiri acara Resolusi Pemasyarakatan 2020 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) di Lapas Narkotika Kelas IIA Jatinegara, Jakarta, Kamis (16/1/2020).

Sepenggal kalimat itu bukanlah tanpa dasar; ia adalah hilir dari panjangnya hulu perdebatan terkait apa yang menjadi sebab dari sebuah kejahatan. Dari mazhab demonologis yang berpijak pada asumsi utama bahwa kejahatan merupakan bentuk kepatuhan pada "pangeran kegelapan", lalu bergeser ke aliran klasik dengan tokohnya Cesare Beccaria dan Jeremy Bentham yang meletakkan pandangan bahwa kejahatan adalah hasil dari "kalkulasi hedonistik", sebuah pandangan filsafat praktis yang menyatakan bahwa setiap individu bertindak berdasarkan hasil perhitungan seberapa besar rasio kebaikan dibandingkan rasio keburukan yang diterima. (Barry,1983)

Derasnya perkembangan ilmu pengetahuan pada fase klasik, bermuara pada lahirnya berbagai mazhab alternatif seperti Neoklasik, Ekologis, Geografis, Ekonomi, Biologis Positivistik, Psikologis hingga sebagai penutup di fase kontemporer ialah Mazhab Sosiologis dengan tokohnya Emile Durkheim, Edwin Sutherland, dan Quinney.

Secara sederhana, Asosiasi Diferensial dari Sutherland menyampaikan bahwa seorang individu menjadi condong pada kriminalitas disebabkan atas kontak yang intensif dengan segala hal yang mendukung kriminalitas. Inilah yang disebut dengan faktor-faktor criminogenic. Dengannya, para penganut Mazhab Sosiologis umumnya sepakat bahwa criminal is not born but it is made (kriminalitas tidak dilahirkan, melainkan ia dibuat). Lalu, siapa produsennya? Ialah berbagai gejala sosial.

Perceraian, rendahnya tingkat pendapatan, dan kenakalan teman sebaya adalah beberapa contoh gejala sosial yang berkontribusi terhadap tindak kejahatan seseorang menurut mazhab sosiologis. Sebagai contoh perceraian; korelasi perceraian orangtua dan kriminalitas pada seorang anak diungkapkan oleh Judith Wallerlog, seorang psikolog asal Amerika Serikat yang menyatakan bahwa kondisi anak-anak korban perceraian akan menimbulkan permasalahan kurang percaya diri, pemarah, suka mencela diri sendiri, selalu menyembunyikan perasaannya serta mudah frustrasi. Keberatan beban ini karena terpaksa memikul beban orang dewasa dan membuat mereka cenderung lebih mudah tergiur iming-iming zat adiktif yang dapat melegakannya untuk sementara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Contoh lain ialah rendahnya tingkat pendapatan. Rendahnya tingkat pendapatan atau pengangguran umumnya berkorelasi dengan sinisme hukum pada sebuah lingkungan masyarakat. Sinisme hukum ialah sebuah orientasi budaya yang memandang hukum dan agen penegak hukum seperti polisi dan pengadilan maupun pemerintah sebagai sesuatu yang tidak dapat mewujudkan keadilan di masyarakat. Oleh karena itu, terkadang ketika masyarakat mengalami kesulitan untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan lingkungan mainstream, maka kondisi memaksakan mereka untuk beradaptasi sekalipun dengan pola yang keliru.

Contoh tersebut adalah bukti bahwa "kejahatan" adalah perkara ketidakmampuan seorang individu dalam beradaptasi dengan lingkungan masyarakat. Pemahaman ini kemudian mencapai klimaksnya pada 1964 dan melahirkan anak kandung yang bernama "Pemasyarakatan". Pemasyarakatan menjadi simbol bahwa mengidentikkan kejahatan dengan penyiksaan adalah sebuah pandangan yang usang. Pemasyarakatan tiada lain ialah wahana rehabilitatif, sarana perawatan para pelaku kejahatan agar ia mampu hidup bermasyarakat sebagaimana tujuan pemasyarakatan ialah pulihnya kesatuan hubungan hidup, kehidupan, dan penghidupan.

ADVERTISEMENT

Derivasi dari konsep Pemasyarakatan tidak hanya menetapkan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai instansi yang berperan dalam membina para narapidana melainkan hadirnya Balai Pemasyarakatan (Bapas) sebagai unit pelaksana yang turut melaksanakan fungsi pembimbingan. Fungsi pembimbingan ini dilaksanakan oleh pejabat fungsional yang bernama Pembimbing Kemasyarakatan (PK).

Salah satu fungsi utama PK ialah membuat Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) yang merupakan instrumen dalam mendiagnosis penyakit sosial yang dialami oleh para pelaku kejahatan. Hasil ini kemudian menjadi rujukan dalam menetapkan pola pembinaan baik pembinaan kepribadian maupun pembinaan kemandirian (keterampilan kerja). Dengan kepribadian yang baik dan disertai keterampilan kerja, maka terwujudlah individu yang siap dan mampu hidup bermasyarakat.

Ungkapan "crime is social product" tiada lain hanyalah sebuah refleksi. Refleksi bahwa penanggulangan kejahatan tidak hanya tanggung jawab institusi Pemasyarakatan, Kepolisian, Kejaksaan, maupun Kehakiman. Berbagai elemen turut serta. Sebagaimana institusi yang mewadahi pemerataan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, maupun pemberdayaan sosial dan penanganan fakir miskin dan lain-lain selama berkaitan dengan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Demikianlah Keadilan Restoratif.

Moch. Fauzan Zarkasi, SH Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Klas I Makassar

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads