Di Balik Turunnya (Lagi) Angka Kemiskinan
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Di Balik Turunnya (Lagi) Angka Kemiskinan

Rabu, 29 Jan 2020 11:20 WIB
Lili Retnosari
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Hal-hal yang Perlu Diketahui di Balik Angka Kemiskinan BPS
Foto: detik
Jakarta -
Angka kemiskinan nasional September 2019 yang baru saja dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 15 Januari lalu telah mencapai angka 9,22%. Persentase ini menurun sebesar 0,19 persen poin dari kondisi Maret 2019 dan 0,44 persen poin dari kondisi September 2018. Jika dilihat dari jumlahnya, pada September 2019 masih terdapat 24,79 juta orang miskin di Indonesia. Sementara itu, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan turun menjadi 6,56% dan menjadi 12,60% untuk daerah perdesaan.

Selain jumlah dan persentase penduduk miskin, indikator kemiskinan lainnya juga mengalami perbaikan dari periode Maret 2019-September 2019. Indeks kedalaman kemiskinan --yang merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan-- mengalami penurunan dari 1,55 pada Maret 2019 menjadi 1,50 pada September 2019.

Indeks keparahan kemiskinan yang menggambarkan penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin, juga menurun dari 0,37 menjadi 0,36. Membaiknya berbagai indikator kemiskinan Indonesia tentu didukung oleh beberapa hal. Selain memahami bagaimana angka kemiskinan diperoleh, faktor di balik turunnya angka kemiskinan juga penting dipahami.

Metode Penghitungan

BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) dalam mengukur kemiskinan. Metode ini mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality terbitan World Bank yang juga digunakan di banyak negara berkembang lainnya. Pendekatan ini digunakan oleh BPS sejak pertama kali menghitung kemiskinan pada 1976 hingga saat ini.

Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah suatu batas yang disebut garis kemiskinan, tergolong sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).

GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. Batas kecukupan makanan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978 yang menyebutkan bahwa untuk hidup sehat dibutuhkan rata-rata 2100 kilokalori per kapita per hari. Paket komoditas kebutuhan dasar makanan ini diwakili oleh 52 jenis (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

Sementara itu, GKNM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas kebutuhan dasar non makanan ini diwakili oleh 51 jenis di perkotaan dan 47 jenis di perdesaan.

Sumber data yang digunakan untuk mengukur garis kemiskinan adalah hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan BPS setiap Maret dan September. Susenas ini dilakukan dengan wawancara langsung terhadap rumah tangga yang terpilih sebagai sampel dengan menggunakan kuesioner Konsumsi dan Pengeluaran. Setelah pelaksanaan lapangan selesai, selanjutnya dilakukan beberapa tahapan pengolahan sehingga diperoleh data yang siap digunakan untuk menghitung berbagai indikator termasuk kemiskinan.

Kondisi Pendukung

Angka kemiskinan September 2019 sebesar 9,22% yang merupakan penurunan dari periode Maret 2019 didukung oleh kondisi-kondisi berikut. Pertama, rata-rata upah nominal buruh tani per hari pada September 2019 naik sebesar 1,02 persen dibanding Maret 2019 (dari Rp 53.873 menjadi Rp 54.424). Di samping itu, rata-rata upah nominal buruh bangunan per hari pada September 2019 naik sebesar 0,49 persen dibanding Maret 2019, yaitu dari Rp 88.637 menjadi Rp 89.072.

Kedua, selama periode Maret 2019-September 2019 tingkat inflasi umum cukup rendah, yaitu sebesar 1,84 persen. Ketiga, Nilai Tukar Petani (NTP) pada Juli, Agustus, dan September 2019 selalu berada di atas 100, dengan nilai berturut-turut sebesar 102,63; 103,22; 103,88.

Keempat, pada periode Maret 2019-September 2019 secara nasional harga eceran beberapa komoditas pokok antara lain beras, daging ayam ras, minyak goreng, telur ayam ras, dan ikan kembung mengalami penurunan. B eras turun 1,75 persen, daging ayam ras turun 2,07 persen, minyak goreng turun 1,59 persen, telur ayam ras turun 0,12 persen, dan ikan kembung turun 0,03 persen.

Kelima, menurut desil pengeluaran per kapita per bulan (dari Susenas), rata-rata pengeluaran per kapita pada kelompok penduduk 10 persen terbawah (Desil 1) periode Maret 2019-September 2019 mengalami peningkatan sebesar 4,01 persen, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan garis kemiskinan pada periode tersebut yang sebesar 3,60 persen.

Keenam, terdapat peningkatan cakupan penerima Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Jumlah kabupaten/kota penerima program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang terealisasi pada Triwulan III-2019 mencapai 509 kabupaten/kota. Jumlah ini meningkat 289 kabupaten/kota dibandingkan dengan Triwulan I-2019.

Isu kemiskinan terus menjadi hal menarik yang ramai dibicarakan hingga saat ini. Mulai dari kebijakan yang diambil pemerintah terkait kemiskinan, hingga data kemiskinan yang ada. Memahami data menjadi hal yang penting bagi kita untuk dapat berkontribusi mengatasi.

Lili Retnosari statistisi di BPS

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads