Kegalauan pada kedaulatan laut Indonesia terus merundung. Ketika laut Indonesia dimasuki oleh nelayan dari negara luar, bangsa Indonesia lalu panas dan mencak-mencak. Tak pelak, berapa anak bangsa lalu mengadakan apel aksi bela negara. Berbagai caci-maki dan tindakan amarah berseliweran di sosmed. Jika ini dibiarkan terus dapat menimbulkan efek ke persoalan baru.
Tak ada solusi konkret. Yang ada adalah panggung untuk tampil sebagai tokoh yang paling heroik seperti kisah di film-film thriller. Siapa merasa dirinya yang paling nasionalis, seperti kisah pada peradaban zaman renaisans.
Peristiwa laut Natuna sama kisahnya seperti tetangga saya yang bodoh dan miskin, mendapat warisan ladang ubi yang luas dari orangtuanya. Karena ketidakmampuan mengelolanya, ladang itu terlantar. Namun tetangga saya itu meskipun dengan kondisi kemiskinannya tetap menjaganya dengan segenap jiwa dan raganya karena itu adalah harta warisan orangtuanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi karena dia berotak pendek, hari-harinya disita kesibukan berpatroli memantau batas lahan ladangnya dari serangan hama musuh. Waktu dan tenaganya banyak habis terkuras mengusir babi yang masuk. Tapi dia lupa memanen hasil ubi yang dikaruniai kepada dirinya.
Begitu juga ketika kita melihat laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Natuna. Kita hanya sibuk menjaga kedaulatan laut kita, tetapi tidak memanen hasil lautnya. Kita hanya sibuk marah-marah, tetapi tidak pernah mencari cara bagaimana untuk memanennya. Jika ini dibiarkan, bangsa luar akhirnya menertawai Indonesia, sebagaimana saya menertawai tetangga saya itu.
Sekarang, bagaimana kita menghentikan kebodohan selama ini dalam memandang laut kita? Sebenarnya solusinya sangat sederhana. Tidak perlu adu konsep. Tidak perlu merasa paling hebat, merasa paling pakar.
Pada tahun 1960, Soekarno dalam pengelolaan sumber daya alam di bidang minyak dan gas bumi Indonesia menerapkan sebuah konsep bernama Production Sharing Contract atau disingkat PSC. Ini merupakan suatu metode pada bisnis dalam rangka memperbesar pendapatan negara dari hasil sumber daya alam dan menarik investor untuk menanamkan modal di negara tersebut.
Metode tersebut terus berkembang sampai sekarang sebagai model kedaulatan negara dalam pengelolaan industri hulu minyak dan gas dikerjakan oleh SKK Migas. Metode PSC kemudian menjadi inspirasi bagi pelaku bisnis dunia, sehingga mengubah sistem konsesi yang selama ini banyak merugikan negara kaya sumber daya alam (SDA) tapi tidak memiliki modal untuk mengelolanya.
Model PSC telah ditiru lebih dari 72 negara di dunia, yang tersebar di benua Afrika Utara, Asia, Timur Tengah, Amerika Utara ,dan Amerika Selatan.Konsep PSC adalah langkah tepat keluar dari cara picik dalam mengelola SDA negara yang kaya-raya. Karena, kedaulatan negara tetap terjaga dan SDA tidak terbuang begitu saja.
Lantas, kenapa kita tidak menerapkan juga sistem PSC ini dalam pengelolaan ZEE yang menyimpan kekayaan perikanan melimpah ruah?
Indonesia yang memiliki luas total perairan 6.400.000 kilo meter persegi dengan luas ZEE 3.000.000 kilo meter persegi tidak memberi kontribusi besar terhadap pemasukan negara. Sedangkan wilayah perairan Indonesia merupakan salah satu wilayah yang paling kaya biota lautnya di seluruh dunia, terutama berupa ikan.
Faktanya, laut Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal. Dari berapa laporan hasil laut Indonesia baru memberikan kontribusi sebesar 30% terhadap Gross Domestic Product (GDP). Angka ini dikategorikan rendah jika dibandingkan negara lain yang memiliki laut lebih kecil seperti Jepang, Korea Selatan, maupun Vietnam yang memiliki kontribusi sektor kelautan antara 48% sampai dengan 57% terhadap GDP.
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Perikanan yang masuk ke dompet negara tergolong sangat kecil dibandingkan PNBP sumber daya alam nonmigas lainnya. PNBP Perikanan 2016 didapat mencapai Rp 362,12 miliar. Pada 2017, PNBP Perikanan naik hingga Rp 491,03 miliar. Pada 2018, realisasi PNBP Perikanan menjadi Rp 448,5 miliar.
Sementara Kementerian Kelautan dan Perikanan pernah mengklaim bahwa potensi ekonomi kelautan di Indonesia bisa mencapai Rp 3.000 triliun per tahun jika mampu dioptimalkan. Angka ini lebih besar dua kali lipat dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi kekayaan laut dalam perkiraan kasar adalah senilai Rp 1.772 triliun. Nilai tersebut masih nilai mentah potensi kekayaan Indonesia. Artinya, belum termasuk perhitungan-perhitungan subjektif.
Begitu banyaknya harta karun melimpah di lautan kita, namun faktanya cuma hanya jadi dongeng melenakan. Kemiskinan masih menjadi permasalahan Indonesia. Ketergantungan utang untuk membiayai Indonesia masih tinggi.
Kenapa kita tidak menerapkan PSC? Kita berpikir positif saja. Mungkin kita malu sebagai negara nelayan, maka tidak terpikir untuk menjadi negara kaya karena hasil ikannya.
Tujuh Prinsip
PSC harus menjadi suatu metode yang dilakukan dalam pengelolaan sumber kekayaan laut Indonesia di ZEE seluas 3.000.000 kilometer persegi. Ada 7 prinsip desain PSC ZEE. Pertama, konsep PSC ZEE adalah sumber daya alam laut dikuasai oleh negara dengan sistem bagi hasil bukan berbasiskan pajak dan royalti. Dengan sistem bagi hasil terbukti memberikan penerimaan Negara lebih banyak dan kedaulatan negara tetap terjaga ketimbang konsep pajak atau royalti.
Kedua, investor atau kapal asing hanya kontraktor, bukan pemilik SDA. Ketiga, tidak mengganggu zona nelayan tradisional. Keempat, PSC tangkap hanya berlaku bagi ZEE yang tidak mampu dijangkau oleh kapal-kapal nelayan tradisional yang rata-rata bervolume di bawah 30 gross ton. Kelima, adanya sistem informasi dan teknologi terpadu setiap Wilayah Kerja Tangkap Ikan (WKTI) dalam memantau beroperasinya kapal.Keenam, mengutamakan investor berasal dari anak bangsa Indonesia.
Ketujuh, terjadinya alih teknologi penangkapan ikan kepada anak bangsa Indonesia. Akhir kata, jangan terlalu lama kita memunggungi laut. Jangan hanya terlena buaian kata sebagai negara maritim jika tidak terbukti memberikan kontribusi terbesar buat APBN Indonesia. Tugas kita bukan selalu disibukkan membasmi hama masuk, tetapi sesungguhnya adalah memanennya.
Aznil Tan Direktur Eksekutif Indonesian Future Development Study (INFUDS)
Simak Video "Susi Minta Patroli Laut Diterapkan Konsisten, Bukan Drama"
(mmu/mmu)