Hal tersebut memunculkan sebuah tanya apakah pemerintah telah memenuhi semua hak rakyatnya untuk menggunakan hak pilih mereka dalam menentukan anggota legistlatif dan pemimpin daerah serta Indonesia? Beberapa contoh kasus yang terjadi belakangan ini seperti masih ditemukannya NIK ganda, NIK yang sama, inkonsistensi data, serta beberapa permasalahan lain seakan memaksa kita untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban yang sama.
Jika mengacu kepada sumber data yang digunakan dalam masalah kependudukan, pemerintah sendiri memiliki dua penyedia data kependudukan yaitu Direktorat Jenderal Pendudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Kedua institusi ini memiliki metode yang berbeda dalam mencatat data penduduk. Jika Dukcapil menghitung penduduk berdasarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) serta NIK yang ada (de jure), BPS mencatat penduduk dengan melakukan pendataan lapangan sehingga data yang dihasilkan mengacu kepada hasil sebenarnya di lapangan (de facto) dalam kurun waktu tertentu.
BPS melakukan sensus penduduk setiap sepuluh tahun sekali dan menghitung proyeksi penduduk untuk memperkirakan penduduk per tahunnya. Perbedaan metode ini tentu menghasilkan data yang berbeda yang menjadi alasan mengapa kita selalu memiliki masalah terhadap data penduduk.
Ketidakfleksibelan data yang tak mampu memisahkan data registrasi dan data kondisi real-time di lapangan menyebabkan kesulitan untuk membuat kebijakan yang tepat mengenai permasalahan penduduk, termasuk tentang penyusunan data pemilih tetap untuk pemilihan umum. Pembaharuan dan verifikasi data penduduk harus tetap dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membuat daftar tersebut. Karena referensi data adalah data registrasi atau data tempat ia membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP), terjadilah beberapa kesalahan.
Ada banyak orang yang tak berada di tempat ia membuat KTP, seperti sedang sekolah di tempat lain atau bekerja di luar daerahnya. Kondisi ini menciptakan kebijakan yang mengizinkan penduduk untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum meskipun tidak berada di tempat asalnya. Hanya saja, persentase banyaknya penduduk yang bisa memilih pada satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tidak sesuai dengan alamat di KTP cenderung tidak valid.
Hal itu menyebabkan kebijakan yang dimaksudkan baik untuk menjaring partisipasi penduduk dalam pemilu cenderung dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tak bertanggung jawab. Hal seperti ini tentu dapat dihindari jika data penduduk yang tersedia dapat dipisahkan antara data registrasi dan kondisi sebenarnya.
Adanya perbedaan data tersebut mensyaratkan akan perlunya satu data kependudukan yang mana data tersebut nantinya dapat mengetahui jumlah penduduk sebenarnya di suatu daerah pada waktu tertentu serta penduduk di suatu daerah berdasarkan alamat tempat tinggal yang tertera di KTP. Urgensi tentang pentingnya data ini juga terkait dengan cita-cita Indonesia untuk mewujudkan identitas tunggal sebagaimana dimandatkan oleh undang-undang.
Oleh sebab itu, Badan Pusat Statistik (BPS) pada gelaran 10 tahunan yang rutin diadakan pada tahun berakhiran 0 yaitu sensus penduduk mencoba meningkatkan metode pencatatannya ke level yang lebih tinggi. Kali ini BPS akan menggunakan metode kombinasi, yaitu menggunakan data catatan sipil sebagai rujukan dalam melakukan pencatatan semua penduduk di Indonesia.
Metode ini akan mampu memvalidasi data catatan sipil yang tersedia sekaligus memperbaiki setiap kesalahan yang terjadi selama ini seperti redudansi data, NIK ganda, NIK tanpa ada orangnya serta penduduk yang belum memiliki NIK. Jika sensus ini sukses, maka Indonesia akan memiliki satu data penduduk yang valid dan akurat sebagaimana dimiliki oleh negara-negara maju. Sebaliknya, jika sensus ini gagal, maka mimpi Indonesia untuk menjadi negara maju bahkan cita-cita Indonesia emas akan berpotensi untuk hilang. Oleh karenanya, tak berlebihan jika kita katakan bahwa sensus penduduk kali ini akan menentukan masa depan Indonesia.
Dalam dunia yang sedang berkembang ini, Single Identity Number (SIN) yang benar-benar valid akan sangat dibutuhkan. Tidak adanya SIN akan berakibat kepada hilangnya hak seseorang untuk memilih, susahnya mendapatkan kesempatan bekerja, bersekolah atau kuliah, bepergian antarkota bahkan antarnegara yang semakin sulit, manajemen asuransi yang akan semakin rumit, serta hal lain seperti program-program perlindungan sosial yang akan bertambah sukar jika tidak ada SIN.
Semua kesulitan itu adalah alasan mengapa setiap negara maju di dunia selalu memiliki sistem pengelolaan registrasi penduduk yang baik dan SIN yang akurat. Bahkan orang asing yang ingin menetap untuk waktu yang cukup lama pun memiliki SIN. Hal ini dilakukan karena dengan terwujudnya SIN akan memudahkan banyak hal terutama di era digital seperti saat ini. Untuk itu, kesuksesan pelaksanaan sensus penduduk yang akan mampu merealisasikan SIN yang benar-benar akurat untuk setiap jiwa yang ada di republik ini merupakan sebuah langkah yang akan mendekatkan Indonesia menjadi negara maju.
Tak hanya itu, BPS juga akan memberlakukan inovasi baru dalam sensus penduduk yaitu pencatatan secara online yang dilakukan secara mandiri (online self-enumeration). Sistem ini akan membuat setiap penduduk dapat mengisi data mereka sendiri. Selain sebagai sarana untuk melihat kepedulian masyarakat akan pentingnya data kependudukan, sistem ini juga akan mampu meningkatkan respons masyarakat terhadap sensus penduduk karena mereka tak perlu menunggu petugas sensus untuk datang ke rumah mereka.
Di era sekarang ketika masyarakat memiliki mobilitas yang tinggi akan sangat sulit untuk bertemu terutama masyarakat yang berada di kota. Sistem ini akan mampu mengatasi masalah tersebut arena proses pengerjaannya pun sangat mudah, semudah kita belanja online. Pengisian data penduduk ini tidak akan lebih dari lima menit dan dapat dilakukan di setiap smartphone dengan akses internet. Meskipun demikian, peningkatan kesadaran akan pentingnya data akan tetap menjadi tantangan terbesar pemerintah terutama institusi statistik.
Isu mengenai data pendudukan ini telah menghantui pemerintah Indonesia selama ini. Tahun ini, Indonesia akan mencoba untuk menyelesaikan seluruh masalah tersebut dengan melaksanakan sensus penduduk menggunakan metode kombinasi untuk mewujudkan satu data kependudukan. Tetapi, tentu pemerintah tidak dapat berjalan sendiri. Usaha untuk memperbaiki data penduduk ini juga membutuhkan partisipasi masyarakat di seluruh Indonesia.
Suksesnya sensus penduduk akan mampu mewujudkan cita-cita NIK tunggal untuk setiap jiwa tanpa adanya redudansi, yang akan membuat Indonesia lebih dekat sebagai negara maju. Oleh sebab itu, partisipasi masyarakat bukan hanya tentang membantu pemerintah, tetapi juga tentang tingkat kepedulian masyarakat akan kemajuan Indonesia. Ayo, kita berpartisipasi dalam Sensus Penduduk 2020 sebagai langkah awal menuju Indonesian yang maju dan modern!
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini