Seperti halnya negara-negara yang sedang dalam masa transformasi, Indonesia dihadapkan dengan banyak tantangan. Organisasi keuangan kini berjuang dengan tantangan-tantangan dalam proses peminjaman, yaitu penagihan. Berdasarkan laporan 2018 Collection Complexity Score and Rating oleh Euler Hermes, Indonesia berada di peringkat ketujuh di antara negara-negara yang dianggap "parah" dalam hal proses penagihan tunggakan utang.
Melihat sisi sejarah dari proses penagihan pada umumnya, normal jika pelanggan secara naluriah merasa khawatir terhadap praktik pelunasan utang. Berdasarkan hasil penelitian 2018 Benchmark Study yang dikeluarkan oleh Intelligent Contacts dan dilakukan oleh Marketing Research Firm AYTM, baik pelanggan maupun pemberi pinjaman menginginkan hal yang sama, yakni melunasi utang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memanfaatkan Ekosistem Digital
Masyarakat Indonesia telah menerima teknologi digital dengan bersemangat, dan ekosistem digital terus berkembang. Berdasarkan Global Digital Report terkini dari We Are Social, Indonesia merupakan rumah bagi 150 juta pengguna aktif internet dan media sosial; 355,5 juta pelanggan layanan seluler, dan 130 juta pengguna media sosial di selular mereka. Walaupun angka tersebut menunjukkan potensi untuk menerapkan strategi digital, namun keterlibatan pelanggan secara efektif di seluruh kanal digital masih belum dapat diimplementasikan secara penuh.
Peningkatan tren di awal kegiatan penagihan menekankan pada pelanggan dan kepuasan mereka. Hal-hal yang terpusat pada pelanggan merupakan fokus utama dalam upaya membangun hubungan pelanggan yang terukur dan lebih baik lagi bukan hanya bagi pemberi layanan pinjaman, tetapi juga bagi peminjam --terutama untuk negara seperti Indonesia yang luas secara geografis dan memiliki tingkat penetrasi dan adopsi smartphone yang tinggi.
Peningkatan tren tersebut juga mendorong perusahaan-perusahaan fintech untuk beradaptasi dalam mengelola risiko mereka. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi penagihan utang yang mencakup digitalisasi, berdasarkan analisis, dan omnichannel. Pendekatan harus memasukkan unsur alur pelanggan (data), pelanggan individu, dan pilihan keterikatan (secara digital dan omnichannel) demi menghadirkan pengalaman pelanggan yang konsisten dan positif. Pelanggan menginginkan layanan yang sesuai kebutuhan, yang diberikan melalui kanal yang mereka anggap tepat.
Dengan penerapan teknologi yang tepat dan terpusat pada kebutuhan pelanggan, strategi keterlibatan tersebut dapat didasarkan pada data yang membantu para pemberi pinjaman menentukan kanal dan alokasi sumber daya yang efektif. Identifikasi inisiatif penjangkauan dapat dihubungkan dengan poin-poin data perilaku pelanggan. Yakni, membantu pemberi pinjaman untuk sejak awal mengidentifikasi terdapatnya kelalaian dan menerapkan strategi sebelum terjadi kekeliruan, ataupun untuk mengelola tunggakan dengan cara yang lebih efektif.
Berada selangkah lebih maju dari potensi kerugian di masa depan dengan menerapkan teknik-teknik baru dalam penagihan utang akan memperkuat nilai tambah bagi pelanggan, mengubah persepsi terhadap penagihan utang dari yang sebelumnya berpusat pada biaya (cost-center) menjadi pencetak nilai (value generator). Strategi ini juga membantu mengurangi ketergantungan pada kemampuan pelaku penagihan di garis depan seperti call center dan staf penagih karena terbukti bahwa pelanggan sebenarnya tidak enggan untuk terhubung dengan agen penagih, selama hal tersebut adalah pilihan mereka.
"Pengalaman" penagihan utang tidak harus berakhir sebagai kebodohan atau proses yang menyakitkan. Dengan investasi pada teknologi yang tepat dan fokus pada memberikan pengalaman pelanggan yang baik, penagihan utang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pemberi pinjaman dan peminjam; menjadikan proses yang cerdas, mudah diakses, positif, dan melayani.
Dev Dhiman Managing Director Southeast Asia & Emerging Markets Experian
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini