Memperkokoh Jejaring Keluarga Tangguh Bencana
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Memperkokoh Jejaring Keluarga Tangguh Bencana

Senin, 06 Jan 2020 12:54 WIB
Basrowi
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Banjir di Kedoya, Jakarta Utara (Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Musim hujan telah tiba, sudah seharusnya seluruh masyarakat sadar akan berbagai ancaman banjir, tanah longsor, angin topan, puting beliung, dan berbagai bencana alam lainnya. Banyak sekali upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam mensosialisasikan pentingnya tanggap bencana. Semua itu dilakukan dalam rangka mitigasi risiko dan minimalisasi korban jiwa dan harta.

Selama ini dirasakan betapa primitifnya bangsa Indonesia dalam menangani bencana. Terbatasnya instrumen sistem peringatan dini (early warning) menyebabkan banyaknya korban. Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) yang tidak ditaati serta pembangunan yang tidak memperhatikan peruntukannya telah menyebabkan rusaknya lingkungan. Wilayah hutan penyangga, daerah resapan, bantaran sungai, danau, rawa semuanya telah dilanggar hingga menjadi daerah permukiman.

Saat masih ada satu-dua hunian yang melanggar, biasanya dibiarkan saja. Setelah banyak sekali permukiman yang melanggar karena didirikan tanpa izin di daerah yang bukan peruntukannya, apalagi telah berdampak negatif bagi keindahan dan keselamatan bersama, pemerintah baru tergopoh-gopoh melarangnya. Akhirnya, apa yang terjadi? Kekuatan mereka untuk melawan sudah semakin kokoh dan kemampuan negara untuk memberikan ganti rugi semakin tidak berdaya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pembiaran. Ya, dibiarkan saja. Apalagi ditunggangi kepentingan politik sebagai lumbung suara. Hmmm, tutup mata sajalah. Toh bisa ditata dan bisa dijadikan lokasi proyek APBD/APBN. Akhirnya, begitu ada cuaca ekstrem, berbagai bencana silih berganti menimpa warga, bukan hanya berdampak pada mereka yang melanggar RT/RW, tetapi juga menimpa semua warga tak terkecuali.

Bantaran sungai yang seharusnya bertanggul hijau telah tumbuh rumah hingga mendesak bibir dan menyempitkan hamparan lebar sungai, bahkan dibangun di atas sungai dengan cara mengecor sehingga sungai berubah menjadi gorong-gorong. Hutan sebagai daerah penyangga berubah menjadi vila. Daerah rawa dan danau sebagai daerah resapan berubah menjadi hunian.

Andaikan saja bisa dihitung kerugian akibat banjir Jakarta pada 1-2 Januari 2020, mulai kemacetan roda ekonomi, pemutusan aliran listrik, tol ditutup dan dilalui motor, korban harta masyarakat terdampak, korban jiwa, biaya dapur umum, biaya pengobatan masyarakat yang sakit, biaya perbaikan rumah, jalan, jembatan, saluran telepon, kerusakan taman dan semua sarana umum yang lain, sangatlah besar dan tentu tidak bisa dihitung lagi, yang apabila digunakan untuk merintis pemindahan ibu kota tentu sudah mencukupi untuk pembangunan infrastruktur 1-2 kementerian.

Jakarta yang sudah dihadapkan oleh berbagai ancaman, seperti kiriman air dari Bogor, penurunan permukaan tanah akibat penyedotan air tanah yang tidak terukur, terhambatnya pembuatan dan normalisasi sungai, banyaknya daerah resapan yang dibangun menjadi hunian, dan tingginya air laut dibandingkan muara aliran sungai, mewajibkan seluruh warga Jakarta harus selalu waspada.

Sebagaimana diketahui, setiap daerah mempunyai ancaman yang berbeda-beda sesuai dengan letak wilayah dan topografi. Permukiman yang dekat gunung berapi mempunyai ancaman bencana yang berbeda dengan daerah pesisir yang rawan tsunami, dan berbeda pula dengan daerah lereng perbukitan yang rawan longsor, pun berbeda dengan daerah perkotaan yang rawan kebakaran, atau daerah dataran rendah atau daerah aliran sungai yang rawan banjir.

Hingga saat ini, upaya mitigasi bencana terus berproses dalam meningkatkan sistem peringatan dini bencana. Masyarakat perlu memahami dan menyadari pentingnya membangun kesiapsiagaan bencana. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang rawan bencana, maka setiap keluarga harus tangguh terhadap bencana tersebut.

Pelatihan kebencanaan, pelatihan siaga bencana, simulasi penanganan bencana, dan gladi teknis penanganan bencana harus selalu dilatihkan kepada seluruh masyarakat, dan semua sektor yang terkait dengan penanggulangan bencana seperti SAR, koordinator bantuan sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum.

Setiap anggota masyarakat harus ditingkatkan kapasitas kesiapsiagaan terhadap bencana. Peningkatan kesadaran masyarakat akan posisinya dan kesadaran untuk tidak berkontribusi terhadap terjadinya bencana perlu ditanamkan pada setiap anggota masyarakat. Peningkatan budaya aman bencana dan budaya keluarga berdaya diharapkan dapat meningkatkan keselamatan masyarakat yang bermukim di permukiman yang rawan bencana.

Masyarakat bukan menjadi korban atas bencana itu, tetapi harus menjadi subjek yang tangguh terhadap bencana. Oleh karena itu, perlu adanya simulasi menyelamatkan diri dari berbagai potensi bencana baik di siang maupun malam hari agar setiap anggota masyarakat menjadi subjek yang terlatih dan tanggap kapan pun terjadi bencana. Dengan kata lain, bila terjadi bencana tidak panik atau lengah, tetapi harus mampu menyelamatkan diri secara mandiri.

Pada setiap masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana sedini mungkin harus tumbuh kesadaran akan ancaman bahaya, tanda-tanda peringatan, kesiapsiagaan, kemampuan untuk melakukan evakuasi, sehingga dapat meminimalisasi jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat tidak menjadi objek bencana yang akan menanggung dampak negatif akan bencana itu, tetapi menjadi subjek yang akan mampu secara mandiri menghadapi bencana dengan nihil korban.

Setiap anggota masyarakat, menurut istilah dari BNPB, harus menjadi Juru Keluarga Tangguh Bencana (Juragan). Langkah ini bukan hanya sebagai keharusan, tetapi sebagai kebutuhan. Para Juragan merepresentasikan pihak-pihak yang dapat berperan untuk mengantarkan keluarga di Indonesia menjadi keluarga tangguh bencana.

Untuk membumikan keluarga tangguh bencana (Katana) merupakan tugas bersama antara pemerintah, pakar, akademisi, dunia usaha, masyarakat, media massa, perusahaan, dan semua pihak yang peduli terhadap bencana. Mereka memiliki peran masing-masing untuk mengakselerasi terwujudnya keluarga tangguh. Sebagaimana diketahui bahwa proses penanganan bencana tidak bisa dibebankan pada satu unsur saja tetapi perlu koordinasi lintas program dan lintas kementerian.

Pun demikian, program penanggulangan bencana akan lebih efektif manakala menjadi kurikulum baru di dunia pendidikan, sehingga penanggulangan bencana bisa dilaksanakan secara paralel dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga perguruan tinggi. Negara, pemerintah, swasta, keluarga, Desa Tangguh Bencana (Destana), masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana, guru, dosen, aparatur sipil negara (ASN), media massa, pegawai BUMN, hingga dunia usaha semuanya harus mampu menjadi bagian dari Juragan. Dengan demikian, program ini diharapkan mampu meningkatkan dan mengakselerasi keselamatan dan ketangguhan keluarga dalam menghadapi kemungkinan atau potensi bahaya.

Langkah pengenalan bahaya atau ancaman bencana yang mengancam masyarakat harus dilanjutkan dengan membuat langkah-langkah atau kegiatan untuk penanggulangannya. Selanjutnya diinventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan. Prinsip dasar dalam melakukan Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana ini adalah menerapkan paradigma pengelolaan risiko bencana secara holistik. Mengingat, bencana adalah sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan. Pandangan ini memberikan arahan bahwa bencana harus dikelola secara menyeluruh sejak sebelum, pada saat hingga setelah kejadian.

Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya, logistik, sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan, penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini, penyusunan contingency plan, dan mobilisasi sumber daya (personel dan prasarana/sarana peralatannya) harus dilakukan dengan baik.

Ke depan semoga seluruh unsur masyarakat dapat membangun dan memperkokoh simpul-simpul jejaring keluarga tangguh bencana, sehingga mampu mengakselerasi keselamatan dan ketangguhan keluarga dalam menghadapi potensi bahaya, mampu menjadi subjek yang terlatih dan tanggap kapan pun terjadi bencana, serta mampu secara mandiri menghadapi bencana tanpa harus menelan korban. Semoga!

Dr. Basrowi pemerhati kebijakan publik, alumni S3 Ilmu Sosial Unair Surabaya dan alumni S3 MSDM UPI YAI Jakarta

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads