Denting lonceng pukul 24:00 pada 31 Desember 2019 malam akhir tahun makin mendekat. Dalam hitungan hari lagi tahun 2019 akan berakhir. Apa yang masih dapat diandalkan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi?
Sektor pariwisata merupakan salah satu faktor yang masih bisa dioptimalkan pada sisa waktu tersebut. Sulit mengejar pertumbuhan ekonomi dari sektor perdagangan ketika negara-negara tujuan ekspor lagi lesu. Sementara, mendongkrak perekonomian domestik di akhir tahun seperti ini tidak mudah. Pemerintah harus menjaga kestabilan harga.
Karena itulah sektor pariwisata ibarat low hanging fruit, yaitu buah yang terjuntai rendah dan paling gampang dipetik. Kiranya tidak berlebihan bahwa sektor pariwisata sangat bisa diandalkan dibanding dengan sektor-sektor lain sebagai sumber devisa. Perputaran ekonomi masyarakat diharapkan berasal dari masyarakat.
Namun, pertanyaannya masih adakah peluang menggaet wisatawan mancanegara (wisman) pada hari-hari terakhir tahun 2019?
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sepanjang Januari-September 2019 ada 12,27 juta kunjungan wisman ke Indonesia. Jumlah ini naik 2,63 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu, yakni 11,96 juta kunjungan. Dan dari 12,27 juta kunjungan itu tercatat ada 4,72 juta kunjungan wisman yang berasal dari ASEAN. Jumlah itu naik 17,54 persen dari periode yang sama pada tahun lalu, yakni 4,02 juta kunjungan.
Dari data tersebut terlihat ada potensi untuk menarik wisatawan dari ASEAN untuk mengunjungi tempat-tempat wisata di Tanah Air. Berbeda dengan karakteristik wisatawan Eropa dan Amerika Serikat yang umumnya telah merencanakan perjalanan wisata dari jauh hari, wisatawan asal Asia terutama ASEAN justru lebih spontan. Begitu ada hari libur atau hari "kejepit" pada pekan depan, mereka bisa langsung memutuskan untuk berwisata.
Selain itu, secara geografis wisatawan asal Eropa dan AS sangat jauh dari Indonesia. Oleh karena itu, potensi wisman Asia dan ASEAN harus bisa digaet secara serius untuk mengejar devisa. Sebab, tahun ini pemerintah menargetkan devisa 20 miliar dollar AS dari sektor pariwisata.
Pada minggu-minggu terakhir jelang tutup tahun 2019 hingga awal tahun 2020, Indonesia pun punya peluang untuk menarik wisatawan dari negeri yang tengah merasakan musim dingin. Mereka umumnya datang untuk menikmati kehangatan terik matahari di negeri tropis.
Semakin lama wisatawan tinggal di suatu tempat wisata maka biaya konsumsinya semakin banyak. Misalnya, membayar biaya penginapan, biaya makan, berbelanja, serta menikmati kegiatan yang disediakan oleh penduduk setempat. Penduduk juga akan memakai rumahnya untuk tempat singgah wisatawan.
Untuk menarik wisatawan agar lebih banyak berwisata di Indonesia perlu dilakukan banyak cara. Salah satunya menciptakan banyak daya tarik. Karena menurut data BPS, pada Januari-September 2019 sebanyak 7,396 juta wisatawan datang ke Indonesia melalui jalur udara atau naik pesawat. Sekitar 4 juta di antaranya datang ke Bandara Ngurah Rai, Bali. Tentu hal ini menunjukkan dua hal. Pertama, terkait dengan infrastruktur bandara. Kedua, tempat wisata di Bali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agar wisman tak hanya menumpuk di Bali, kita berharap daerah lain ikut menciptakan daya tariknya masing-masing sehingga para wisatawan bisa berkunjung ke destinasi wisata lain. Syarat untuk menciptakan daya tarik itu tentu tidak semudah membalikkan tangan. Infrastruktur yang rapi, kebersihan tempat, fasilitas lengkap, dan keramahan penduduk menjadi syarat utama untuk membuat turis tertarik.
Bila itu terpenuhi mereka akan betah berlama-lama berwisata di Indonesia dan membuat perputaran ekonomi.
Jonathan Alfrendi anggota Kaukus Aliansi Kebangsaan