Hal lain, menurut Wandi Sayid seorang aktivias lingkungan, penting pula, baik "negeri di atas awan" ataupun destinasi wisata sejenis perlu dikelola secara bersama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Karena tidak mungkin mengelola hutan lindung tanpa melibatkan LMDH dan tanpa izin dari pihak taman nasional. LMDH ini dibentuk oleh masing-masing BKPH Perum Perhutani.
Apa fungsi dan manfaat dibentuk LMDH? Sinah warga ngajagaan leuweung titipan karuhun bari ngamumule pepelakan palawija keur nyambung hirup (agar warga dapat menjaga hutan titipan orang tua dahulu sambil mengurus tanaman palawija untuk menyambung hidup. Bareto katelahna (dulu disebutnya) PHBM (pengelolaan hutan bersama masyarakat). Asal ulah nepi ngaruksak nepi ambrak-angkay tatangkalan (vegetasi) jeung sasatoan (asal jangan sampai merusak vegetasi dan berbagai jenis hewan). Artina, tetep kudu nyekruf jeung amanat pamarentah (artinya, harus tetap nyambung dengan amanat pemerintah).
Hingga saat ini, sebagian besar objek wisata alam berada dalam kawasan milik pemerintah. Kalau bukan di dalam hutan lindung dan leuweung tutupan (hutan konservasi), ya di dalam hutan produksi. Saat ini, LMDH di Kecamatan Gunungkencan, tengah mengembangkan objek wisata dalam kawasan hutan milik Perhutani khusus untuk swafoto. Posisinya persis di pinggir jalan arah Malingping.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perlu diketahui, sejak Pemprov Banten terbentuk, ruas jalan ini telah menghabiskan anggaran ratusan miliar, tapi can pernah merenah hasilna (belum pernah bagus hasilnya). Lokasi ruas jalan ini jauh ke mana-mana, hese material nu sasuai spek (susah material yang sesuai dengan spek), atau biaya tinggi. Sehingga warga Cilograng, Bayah, Panggarangan, Cihara, dan Malingping yang akan pergi Cipanas atau terus ka Bogor tetep kudu muih ka Rangkas (tetap harus muter ke arah Rangkasbitung dulu). Padahal leuwih deukeut make jalur iyeu, hanjakal jalanna can pernah eujreug (jauh lebih dekat menggunakan jalur tersebut, sayangnya belum pernah ada yang sesuai harapan).
Ngaliwat ka jalur iyeu endahna kabina-bina. Puncak Bogor-Cianjur mah teu sawaas jiga jalur iyeu. Jalur iyeu mah persis mun urang rek ka Lubuklinggau di Palembang, atow ti Lubuklinggau ka Curup Bengkulu, atow ti Medan ka Padang Sidempuan atow Mandailing, atow ti Menado ka arah Toraja, atow ti Padang naek ka Bukittinggi, Luak-leok bari turun-unggah.
(Lewat jalur tersebut amat sangat indah. Dibandingkan dengan Bogor-Cianjur tidak seindah seperti jalur tersebut. Jalaur tersebut persis jika kita akan ke Lubuklinggau di Palembang, atau dari Lubuklinggau ke Curup Bengkulu, atau dari Meda ke Padang Sidempuan atau Mandailing, atau dari Menado ke arah Toraja, atau dari Padang naik ke Bukittinggi, berliku-liku belokannya sambil turun naik).
Namun demikian, terus maju-kembangkan objek wisata alam tersebut. Endah keur ubar panglipur hate manusa anu mineng paciweuh ku pangabutuh, tanggah kalongeun kusabab loba teuing anu dihayalkeun. Gunung Luhur eta dicipta ku Nu Mahakawasa sinah jadi kamonesan lembur Citorek anu singkur. Tapi omat, heug, ulah nepi ngaruksak alam, gunung dibobok-lebak diruksak. Sabab, lian ti warga Citorek, di beulah barat aya dulur urang, nyaeta masyarakat adat Baduy di Desa Kanekes. Kurang-leuwih 16 kampung aya di jerona.
(Bagus untuk obat hiburan hati manusia yang sering sibuk oleh berbagai kebutuhan, mendongak ibarat kelelawar sebab terlalu banyak yang diimpikan. Gunung luhur itu diciptakan oleh Yang Maha Kuasa agar menjadi kampung Citorek yang berkembang. Tapi awas, heug, jangan sampai merusak alam, gunung di rusak. Sebab, selain warga Citorek, disebelah Barat terdapat saudara kita, masyarakat Adat Baduy di Desa Kanekes, sekitar 16 kampung).
Dina Babad Sunda Wiwitan, Pulau Jawa eta lir ibarat raga manusa. Huluna nyaeta Sanghyang Sirah ayana di Ujungkulon, tonggong tur beuteungna nyaeta Sanghyang Bujal ayana di Gunung Kendeng, sukuna nyaeta Sanghyang Dampal ayana di Banyuwangi, urut wewengkon Karajaan Blambangan. "Pulau Jawa eta titipan karuhun, kudu dijaga-kudu diraksa. Ulah dirogahala, bisi timbul mamala."
(Dalam Babad Sunda Wiwitan, Pulau Jawa itu ibarat raga manusia. Kepalanya yaitu Sanghiyang Sirah adanya di Ujungkulon, punggung dan perutnya yaitu Sanghiyang Bujal adanya di Gunung Kendeng, kakinya yaitu Sanghiyang Dampal adaqnya di Banyuwangi, bekas kerajaan Blambangan. "Pulau Jawa itu titipan orang tua dahulu, harus dijaga harus dijiwai. Jangan sampai disakiti, khawatir menimbulkan bahaya).
Perlu duduk bareng, libatkan mereka, mulai dari pemerintah yang paling bawah RT, RW, JARO, olot pihak terkait di bawah, juga penguasa wilayah (bupati), dll. Jangan-jangan gubernur belum duduk bareng untuk "bicara" dengan mereka-mereka itu dalam rencana pengembangan Wisata Gunung Luhur? Karena menurut Wandi, gali dulu akar masalah yang paling mendasar. Membludaknya pengunjung diakui atau tidak efek para gegeden (para pembesar) datang. Kalau longsor, kemudian timbul korban kumaha (bagaimana)?... sangat khawatir... Kami dititah maen bola (disuruh bermain bola) tapi lapangan belum disiapkan. Mau maen bola seperti apa?
Tak perlu susah payah menyumbangkan tenaga atau materi, cukup tarian lentik jemari kita di atas smartphone untuk mengabarkan kepada dunia bahwa kebahagiaan ada di Lebak. Viralkan yang baik-baik tentang Lebak, berikan kritikan yang membangun bagi Lebak, seperti Slogan RM Padang, "Anda Puas Ajak Kawan Datang, Anda Tidak Puas Beritahu Kami," demikian tulis Budi Santoso, Asisten Daerah Bidang Pembangunan Kabupaten Lebak dalam status di Facebook-nya, menepis berbagai keraguan sebagian masyarakat Lebak dengan visi-misi Bupati dan Wakil Bupati 2019-2024: "Lebak menjadi Destinasi Wisata Unggulan Nasional Berbasis Potensi Lokal".
Menurutnya, setidaknya terdapat beberapa faktor yang menjadikan pertimbangan Bupati dan Wakil Bupati Lebak tersebut, di antaranya, pertama, Lebak kaya akan potensi wisata, baik wisata alam, budaya, sejarah, religi, dan wisata buatan. Lebak punya aset budaya dan sejarah yang bahkan sudah menjadi aset dunia, yaitu Baduy dan Multatuli, di samping adat budaya kasepuhan/kaolotan tentunya. Lebak punya keindahan alam sebagai anugerah Tuhan yang luar biasa.
Ada Pantai Sawarna, Pantai Bagedur, Situ Talanca, Pantai Karang Nawing, puluhan Curug, kebun teh Cikuya, pemandian air panas, sebentar lagi Waduk Karian, dan yang sedang viral panorama Negeri di Atas Awan Gunung Luhur dan masih banyak lagi yang masih bisa digali. Lebak punya ribuan Pondok Pesantren Salafi dan modern yang santrinya dari berbagai daerah di Indonesia. Lebak punya situs prasejarah Situs Kosala di Lebakgedong, Cibedug di Citorek Kidul, eks pertambangan Antam, potensi Geopark Bayah Dome. Dan, masih banyak segudang potensi lainnya yang perlu digali.
Kedua, akses wisatawan menuju Lebak ke depan akan semakin mudah. Kereta commutterline double track sudah mulai beroperasi, pembangunan jalan tol Serang-Panimbang on progess (semoga pertengahan tahun depan sudah bisa operasional). Kondisi infrastruktur jalan di Lebak sendiri perlahan sudah mulai bagus; Rangkas-Malingping-Bayah-Cibeber sudah mantab. Wilayah Lebak Tengah mulai 2018 sudah mulai digarap dan menjadi fokus kelanjutannya ke depan.
Ketiga, dari sisi pelaku ekonomi, masyarakat Lebak sudah mulai berkembang kreativitasnya melalui Sektor UMKM. Sudah bermunculan beragam produk UMKM Lebak yang kualitasnya bisa bersaing dengan produk dari daerah lain, baik makanan, cinderamata, dll sehingga ketika kunjungan wisatawan meningkat masyarakat Lebak-lah yang menikmati hasilnya.
Keempat, dari sisi kebijakan, pemerintah pusat tahun 2020 mentargetkan sektor pariwisata memberikan kontribusi utama PDB, melalui penetapan 10 Bali Baru. Ini sebagai peluang. Artinya visi-misi pariwisata sejalan dengan rencana besar pemerintah pusat; ini akan sangat membantu Lebak yang masih sangat terbatas kemampuan financial-nya.
Kelima, peluang potensi wisatawan yang sangat besar dengan ditetapkanya Maja sebagai salah satu dari 11 kota baru di Indonesia. Bisa dibayangkan berapa puluh ribu orang penduduk baru yang akan tinggal di Kota Maja. Ini bisa menjadi masalah dan juga peluang bagi Lebak. Menjadi masalah apabila mereka hanya (mohon maaf) "tidur dan buang air" saja di Maja; setiap hari kerja ke Tangerang dan Jakarta, datang malam tidur, pagi berangkat kerja lagi, Sabtu-Minggu ke kota lagi refreshing (menghabiskan uang) dengan keluarga. Tapi, kalau Lebak bisa membangun daya tarik destinasi wisata, mereka Sabtu-Minggu akan menghabiskan uangnya di Lebak.
Meski "negeri di atas awan" ataupun destinasi wisata di Lebak secara umum berkembang cukup pesat, sebenarnya ada beberapa masalah yang masih jadi kendala. Setidaknya ada tujuh masalah yang masih menjadi hambatan. Hal itu dikemukakan mantan Menparekraf Mari Elka Pangestu dalam satu kesempatan seminar. Pertama, sarana dan prasarana. Kedua, SDM. Ketiga, komunikasi dan publisitas. Keempat, kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam lingkup negara dan daerah. Kelima, teknologi informasi yang memungkinkan turis mengakses banyak info soal wisata. Keenam, kesiapan masyarakat. Ketujuh, investasi yang belum banyak berkembang di daerah.
Diharapkan ke depan penataan destinasi wisata menjadi hal yang penting, disiapkan secara matang, utamanya menyelesaikan tujuh hal masalah tersebut di atas.
Dian Wahyudi anggota Fraksi PKS DPRD Lebak