Kita dan Bahasa Indonesia
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Kita dan Bahasa Indonesia

Senin, 28 Okt 2019 11:28 WIB
Arifah Suryaningsih
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Foto: Muhammad Aminudin
Jakarta - Kita menyadari bahwa praktik berbahasa Indonesia pada sebagian besar masyarakat memang masih jauh dari sempurna. Bahkan didukung dengan lingkungan sekitar yang menyuguhkan visualisasi baliho, reklame, papan nama merek produk, nama toko, dan lain-lain yang masih merasa lebih keren jika menggunakan bahasa asing. Sehingga kesalahan-kesalahan yang kerap dilakukan dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar.

Diterbitkannya Perpres Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia yang hadir menggantikan perpres sebelumnya, yaitu Perpres Nomor 16 Tahun 2010 patut kita apresiasi. Karena pada perpres yang baru ini ruang lingkupnya semakin luas, yaitu meliputi juga pendidikan, penamaan wilayah, perumahan, bangunan, merek dagang, dan lain-lain. Kita berharap hadirnya prepres ini setidaknya mampu menjadi penjaga dalam berbahasa kita.

Bagaimana perpres ini bisa menjadi penjaga bahasa, itulah yang selanjutnya menjadi tantangan bersama. Perlu ada kegiatan sosialisasi, edukasi hingga pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia, termasuk juga penertiban pada merek dagang, nama tempat untuk fasilitas bersama seperti bandara, stasiun, terminal, isi iklan di baliho-baliho, dan lain-lain yang terpampang di berbagai ruang publik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Upaya Konkret

Fenomena penggunaan bahasa asing tentu tidak bisa dihindarkan dan memang tidak perlu dihindari karena telah menjadi kebutuhan dalam komunikasi sehari-hari. Namun, apabila fenomena tersebut tidak disikapi dan diantisipasi secara bijak, beberapa ekses yang dicemaskan adalah semakin tidak teraturnya praktik penggunaan campur kode di ruang publik, misalnya, tanpa adanya batasan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Contoh sederhana yang sering kita lihat, ada pada iklan penawaran ruang baliho yang tertulis: "Space ini disewakan". Kedua, saat kita berkunjung ke mall, kita tidak akan merasakan kekhasan Indonesia di sana, karena jarang sekali kita menemukan penamaan toko dengan lema Indonesia. Sehingga tidak ada bedanya mall di Yogyakarta dan di Singapura atau di Swedia.

Munculnya perpres ini akan mengangkat martabat dan sebagai upaya menjayakan Bahasa Indonesia. Banyak perusahaan menamai produknya dengan istilah-istilah asing supaya lebih keren dan bernilai jual tinggi di tingkat konsumen. Apapun namanya jika kita mencoba mengenalkannya dengan Bahasa Indonesia hal itu tidak akan menurunkan "kelas" pada produk tersebut. Semestinya peraturan ini ketat dilaksanakan dengan sanksi dan aturan yang jelas sehingga cita-cita Bahasa Indonesia untuk dapat menjadi bahasa Internasional bisa lebih cepat terwujud.

Perlu upaya konkret yang perlu dilakukan untuk membuat aturan ini benar-benar dilaksanakan oleh semua pihak. Beberapa hal yang bisa dilakukan di antaranya dimulai dari hal yang paling mendasar, bahwa pendidikan bahasa Indonesia di jenjang sekolah formal terus diupayakan menjadi sebuah pelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa. Dari sini kecintaan kaum muda dan generasi penerus bangsa akan bahasanya ditanamkan, sejak pendidikan dasar hingga menengah. Bagaimana kurikulum mengemas Bahasa Indonesia menjadi sesuatu hal yang dibutuhkan dan dicintai oleh siswa. Sehingga kejayaan bahasa kita akan terjamin aman.

Kedua, perpres ini harus bisa mengikat semua lapisan pengusaha yang akan mengeluarkan atau memasukkan produknya melewati saringan dari sisi penggunaan bahasa. Dipastikan bahwa produk mereka menggunakan bahasa Indonesia. Ketiga, Indonesia adalah pasar digital yang cukup besar dengan jumlah penduduk yang mencapai sekitar 264 juta jiwa, ada sebanyak 171, 17 juta jiwa atau 64,8 persen adalah pengguna aktif internet (APJII, 2019). Ini menjadi sebuah posisi tawar yang bagus bagi Indonesia untuk memberikan semacam aturan bahwa produk-produk software yang dijual di Indonesia semestinya juga menyediakan fitur berbahasa Indonesia.

Dalam momen Peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober yang mendeklarasikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sejak 1928, semua lapisan masyarakat perlu ikut bersinergi menjayakan Bahasa Indonesia. Keteladanan menjadi kunci utama keberhasilannya mulai dari pemimpin, tokoh masyarakat hingga keluarga. Karena melalui pembiasaan inilah kesalahan-kesalahan kecil berbahasa kita yang terus menumpuk akan semakin berkurang.

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads