Membaca Aksi "Gejayan Memanggil"

ADVERTISEMENT

Kolom

Membaca Aksi "Gejayan Memanggil"

Murdianto An Nawie - detikNews
Selasa, 24 Sep 2019 14:42 WIB
Trending #GejayanMemanggil memuncaki media sosial Twitter, Senin (23/9) kemarin
Jakarta -

Aksi mahasiswa Yogyakarta yang mengusung tagar "Gejayan Memanggil", mengentak banyak pihak. Ada yang curiga. Sebagian berpendapat massa aksi adalah bagian kelompok politik tertentu. Ada yang mengira mereka bagian dari kelompok radikalisme berbasis agama. Ada juga yang menganggap dari kubu berseberangan, yang diberi label liberal. Ada yang menuduh bagian dari narasi "cebong", sebaliknya juga ada yang menduga dari "kampret". Lengkap sudah segala jenis apriori yang mencoba berkomentar atas aksi #GejayanMemanggil.

Lepas dari itu semua, mengamati gelembung ketidakpuasan publik terhadap pengesahan berbagai Rencana Undang-Undang (RUU) terasa begitu masif dan menggetarkan. Trending "GejayanMemanggil" memuncaki media sosial Twitter, Senin (23/9). Melihat dari berbagai dokumentasi foto dari berbagai sudut, menunjukkan gerakan ini mendapatkan simpati dari mahasiswa dan publik Yogyakarta.

Tulisan ini merupakan hasil diskusi dengan senior gerakan mahasiswa angkatan 1998 yang saat ini tinggal di Yogyakarta, dan masih terlibat aktif sebagai mentor berbagai kelompok gerakan di kota pelajar itu. Senior ini memiliki perspektif yang berbeda dengan berbagai respons publik termasuk para elite yang muncul pasca #GejayanMemanggil. Senior ini mengungkap bahwa banyak yang salah paham tentang aksi #GejayanMemanggil.

Sejauh pantauan sang senior ini, gerakan mahasiswa Yogyakarta kali ini benar-benar murni, gerakan yang berasal dari hati nurani. Bahkan Badan Eksekutif Mahasiswa yang sesaat sebelum aksi membuat pernyataan tidak terkait dengan aksi itu, sesungguhnya adalah taktik untuk menghindari tekanan dari berbagai struktur dalam Perguruan Tinggi.

Tidak Relevan

Saat dunia bergerak akibat revolusi digital saat ini, memberikan respons terhadap gerakan mahasiswa dengan memberikan stigma-stigma tidak lagi selalu relevan. Misalnya tuduhan mengaitkan gerakan mahasiswa dengan kelompok-kelompok politik yang bersifat partisan. Publik bisa melakukan cek big data analysis tentang siapa yang bergerak pada #GejayanMemanggil.

Gerakan #GejayanMemanggil adalah respons dari kelompok-kelompok yang tidak secara aktif atau terafiliasi dengan gerakan politik, atau terlibat secara langsung dengan dukungan Pilpres 2019. Kelompok ini relatif tanpa beban saat mengusung substansi isu yang mereka dukung. Dokumen akademik aksi itu yang tersebar melalui media sosial juga menunjukkan itu semua.

Tampak para penggerak dan partisipan aksi itu memiliki perspektif yang unik. Dan bahkan dapat menangkap kegelisahan publik atas beberapa RUU yang akan di sahkan oleh DPR. Para penggerak aksi ini tampak tanpa beban afiliasi politik saat menyuarakan gagasannya. Hal ini tentu menandakan masih eksisnya kelompok kritis yang tidak terkait dengan politik kekuasaan maupun gerakan partisan baik yang mengantar individu dan kelompok yang berkontestasi dalam Pilpres ataupun Pemilu 2019.

Banyak yang mencoba membaca gerakan #GejayanMemanggil dengan perspektif Teori Konspirasi, dengan berbagai analisis. Namun yang pasti, publik mestinya harus melihat dari sudut pandang yang lebih jernih, dengan fokus pada isu yang mereka perjuangkan. Memang, tidak ada jaminan sebuah gerakan tanpa penumpang gelap.

Dalam berbagai pengalaman, gerakan perubahan selalu ada penumpang gelap yang mendapat keuntungan dari gerakan moral atau aksi-aksi "hati nurani" mahasiswa dan kaum muda. Namun alangkah bijaknya kita memandang dan fokus pada isu yang mereka usung: apakah mereka memperjuangkan aspek substantif dalam kehidupan bernegara, misalnya soal nilai-nilai Pancasila, isu keadilan sosial, perlindungan minoritas, ataukah isu yang terkait dengan kepentingan pemilik modal atau kelompok partisan tertentu.

Faktanya, respons pengambil kebijakan relatif positif, meski belum memuaskan. Setelah publik membombardir berbagai RUU yang kontroversial itu dengan berbagai aksi, pengesahan RUU KUHP dan beberapa RUU lainnya akhirnya ditunda. Kita tidak membayangkan apabila publik adem ayem saja atas proses legislasi yang sedang berlangsung ini. Tentu beberapa RUU kontroversial itu akan disahkan tanpa hambatan dan pada saatnya pula publik juga yang akan menerima akibatnya.

RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan adalah RUU yang secara langsung menyangkut kepentingan mendasar dari masyarakat. Apalagi jika organisasi masyarakat tidak memiliki sikap yang clear atas berbagai Rancangan Undang-Undang ini, tentu publik hanya bisa berharap dari kekuatan alternatif seperti para penggerak dan partisipan aksi #GejayanMemanggil.

Murdianto An Nawie mengajar di Program Pascasarjana Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo

(mmu/mmu)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT