"Kenapa bisa begitu?"
"Di periode pertama para kroni politik Presiden masih menahan diri, menjaga citra Presiden, agar terpilih kedua kali. Di periode kedua beban itu sudah tidak ada." Benar saja. Korupsi berskala raksasa terbongkar. Pelakunya adalah tokoh-tokoh inti Partai Demokrat yang menduduki berbagai posisi --Menteri Pemuda dan Olah Raga, anggota DPR, dan sebagainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi keinginan itu terasa menguap dengan cepat. Saat membentuk kabinet, Jokowi tak membentuk kabinet ramping seperti yang ia janjikan. Kabinetnya gemuk, dan sangat terasa kuatnya aroma pembagian kekuasaan. Tak hanya di kabinet. Para pendukung Jokowi saat kampanye, yang sering disebut sebagai relawan, satu per satu mendapat ganjaran jabatan di berbagai BUMN.
Ketika melakukan perombakan kabinet, lagi-lagi Jokowi melakukannya dengan pertimbangan bagi-bagi kekuasaan. Golkar dan PAN yang tadinya kukuh di kubu oposisi, pindah haluan. Ganjarannya, kedua partai itu mendapat jatah menteri di kabinet. Inilah awal "tercemarnya" kabinet Jokowi. Idrus Marham, tokoh Golkar yang diangkat menjadi Menteri Sosial, ditetapkan KPK sebagai tersangka. Ia mundur dari kabinet. Ia menteri pertama di kabinet Jokowi yang terjerat kasus korupsi.
Idrus memang tidak korupsi sebagai menteri. Kasus korupsi yang menjeratnya terjadi saat ia masih jadi anggota DPR. Tapi tertangkapnya Idrus dalam keadaan menjadi Menteri Sosial menunjukkan bahwa Jokowi tak lagi selektif memilih menteri. Orang dengan rekam jejak buruk bisa lolos jadi menteri. Kenapa begitu? Alasan bagi-bagi kekuasaan sangat dominan.
Di tengah kampanye pemilihan presiden periode kedua, dengan menjual citra bersih, Presiden Jokowi kembali diterpa badai korupsi. Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy dicokok oleh KPK melalui sebuah operasi tangkap tangan. PPP merupakan salah satu pendukung kubu Jokowi dalam pemilihan presiden. Romi ditangkap saat sedang mengumpulkan suap untuk jual beli jabatan di Kementerian Agama yang dipimpin oleh Lukman Hakim, teman separtainya. Lukman sendiri sejauh ini tidak ditangkap KPK, meski dalam sidang terungkap bahwa ia pun menerima uang. Meski demikian kasus ini menunjukkan bahwa kabinet Jokowi juga sedang digerogoti korupsi.
Lalu, menjelang akhir masa jabatan periode pertama, Menteri Pemuda dan Olah Raga Imam Nahcrowi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Ia diduga menerima suap 26 miliar rupiah. Lengkaplah sudah. Tak lagi bisa dielakkan bahwa kabinet Jokowi pun korup. Tak ada bedanya dengan kabinet-kabinet sebelumnya.
Itu baru di periode pertama. Bagaimana dengan periode kedua? Secara psikologis para politikus pendukung presiden tak lagi punya beban. Target memenangkan jabatan periode kedua sudah tercapai. Keadaannya persis sama dengan yang dihadapi SBY 10 tahun yang lalu.
Jokowi tentu saja punya beban utang budi yang lebih berat. Ia berutang pada pihak-pihak yang mendukungnya. Meski merasa sudah bekerja keras membangun berbagai infrastruktur, citra Jokowi menjelang pemilihan presiden tempo hari tidak cukup bagus. Ia harus memoles diri dengan berbagai cara, berkompromi dengan banyak pihak untuk memenangkan perolehan suara. Akhirnya pertarungan pun ia menangkan.
Kini tiba saatnya membayar semua tagihan. Orang-orang yang sudah berkontribusi harus diberi imbalan. Celakanya, mereka tidak lagi punya beban apapun. Fokus mereka adalah bagaimana caranya balik modal.
Presiden Jokowi hanya akan mengulangi langkahnya 5 tahun yang lalu. Ia akan memberi jabatan di kabinet dan BUMN kepada para pendukungnya. Di periode pertama ia tidak bisa mengendalikan para pendukungnya. Di periode kedua pun situasinya akan sama. Bedanya, kini intensitas nafsu korupsi kemungkinan akan semakin tinggi.
Akan adakah strategi khusus untuk mencegah korupsi di kabinet pada periode kedua yang sebentar lagi akan dimulai? Sepertinya tidak. Berbagai agenda pembangunan dan politik akan membuat Presiden Jokowi pontang panting. Perang dagang yang masih berkecamuk, neraca perdagangan yang terus negatif, nilai kurs rupiah yang masih tetap tinggi, itu sebagian dari masalah ekonomi yang harus dihadapi Jokowi. Papua memerlukan perhatian yang sangat serius. Rongrongan teroris dan kaum radikal juga tidak surut. Ada begitu banyak agenda yang memusingkan. Dugaan saya, isu-isu antikorupsi akan luput dari perhatian Presiden Jokowi.
Tanpa strategi khusus sejak pembentukan kabinet, maka periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi sangat rentan diterpa badai korupsi. Satu-satunya jalan adalah Presiden Jokowi sendiri melepas seluruh beban. Ia sudah ada di periode kedua; ia tak lagi memerlukan dukungan untuk pemilihan presiden. Ia seharusnya bisa mandiri membentuk kabinetnya. Bisakah Presiden mengambil sikap seperti itu?
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini