Menyandarkan Masa Depan pada Bambu

Kolom

Menyandarkan Masa Depan pada Bambu

Christian Saputro - detikNews
Sabtu, 14 Sep 2019 14:00 WIB
Foto: Fadil Muhammad
Jakarta -

Bambu merupakan cerminan kehidupan individu dan sosial manusia dulu, sekarang, dan masa depan. Ke depan bambu diharapkan dapat semakin dikenal dan dimanfaatkan untuk kehidupan orang banyak dan menciptakan kehidupan yang lebih bersahabat dengan alam.

Pring, deling, buluh, pekhing --bambu masuk ke dalam kultur Indonesia dalam beragam bahasa dan cara. Akarnya mengikat, rumpunnya menyimpan air, rimbun daunnya meneduhkan. Bambu tumbuh, berkembang, saling menopang, kokoh mandiri, dan berkelanjutan.

Untuk merayakan keberadaan bambu di tengah kehidupan manusia, sejak tahun 2014 digelar acara Bamboo Biennale di Solo, Jawa Tengah. Acara dua tahunan yang dirancang dalam tetralogi tahapan ini merupakan satu-satunya di dunia dengan melibatkan ahli bambu, arsitek, komposer, musisi, perajin bambu dari dalam maupun luar negeri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bamboo Biennale I 2014 Tunas (Born) bermakna sebuah harapan berkelanjutan, Bamboo Bennale II 2016 Rebung (Hope), bermakna tumbuh dan berkembang mandiri, Bamboo Biennale III 2018 Kembang (Growing) bermakna tumbuh tinggi, kuat dan merimbun, menaungi kehidupan; dan Bamboo Biennale IV 2020 Rumpun (Sustain), bermakna hidup serumpun, saling memayungi dan melindungi.

Melahirkan Kembali

Bambu memiliki kekuatan hidup luar biasa untuk lahir terus hidup dan bersemi kembali. Konon di kota Hirosima yang pernah luluh lantak digempur bom atom, salah satu tanaman yang tanaman yang bersemi kembali paling awal adalah bambu.

Di lereng gunung Merapi konon ketika awan panas wedhus gembel yang menerjang membuat hutan-hutan di lerengnya hangus terbakar dan terkubur abu vulkanik, selang beberapa bulan nuansa hijau muncul kembali dan itu yang tumbuh adalah tunas-tunas tanaman bambu.

Menurut arsitek yang juga pakar bambu Eko Prawoto, aspek kedekatan emosi pada bambu mungkin hanya dimiliki oleh beberapa bangsa saja yang memang hidup bersama dengan bambu dalam kesehariannya. Sementara, bangsa lain melihat bambu lebih sebagai bahan alternatif pengganti kayu seperti yang marak terjadi akhir-akhir ini.

Bambu lebih diapresiasi sebagai bahan pengganti kayu yang potensial untuk memenuhi kerakusan industri yang selalu butuh bahan baku dalam jumlah yang semakin besar. Perhatian dunia yang melihat potensi bambu menyadarkan kita juga sebagai bangsa yang memiliki tradisi panjang hidup dengan bambu untuk menyemaikan kembali, bahkan "melahirkan kembali" semangat, kecintaan, dan pengetahuan tentang bambu.

Di berbagai pelosok di Tanah Air tersebar berbagai keahlian keterampilan dan kekriyaan berkait dengan bambu. Keberadaan mereka sebenarnya merupakan aset kultural yang sangat penting, namun sekaligus juga rentan ketika tidak dihiraukan dan bisa-bisa saja punah. Eko Prawoto menandaskan, Bamboo Biennale dengan tetraloginya mengambil inisiatif untuk melahirkan kembali kekuatan keterampilan lokal dalam setting global.

Biennale itu dilakukan dengan mempertemukan para perajin yang merupakan pewaris dari estafet panjang tradisi, dengan para arsitek, desainer yang lebih dekat dengan kehidupan kota serta yang lebih akrab dengan modernitas. Sebuah perjumpaan yang sinergis dan kolaboratif. Perjumpaan yang saling mengapresiasi potensi dan peran masing-masing.

Penyatuan semangat dan kecintaan serta keahlian itu diharapkan melahirkan kembali desain bambu di Indonesia. Harapan ini tentunya harus terus ditindaklanjuti agar tunas-tunas kecil bertumbuh kembang, ngremboko, bagi kehidupan rumpun-rumpun bambu yang kokoh, saling memayungi dan melindungi.

Kayu Terkuat

Bambu memiliki kekuatan tarik lebih dari sebuah baja ringan dan memiliki rasio berat berbanding kekuatan melebihi grafit. Bambu dapat dikatakan adalah tanaman kayu yang terkuat di bumi. Konon di Cina ada sebuah jembatan gantung dengan panjang 228 meter dan lebar 2,7 meter yang bertumpu sepenuhnya pada bambu di atas sungai tanpa menggunakan besi atau sepotong baja di dalamnya.

"Jika digunakan sebagai tangga, scaffolding, dan konstruksi, bambu dua kali lebih stabil dibandingkan kayu jati atau oak," kata Eko Prawoto.

Pada eksperimen pertamanya, Thomas A Edison berhasil membuat sebuah lampu pijar (lampu bohlam) menggunakan filamen yang terbuat dari bambu yang berkarbonisasi. Temuannya ini dipatenkan pada tahun 1880. Hingga hari ini, lampu pijar tersebut masih dapat menyala dan disimpan di Museum Smithsonian, Washington DC. Alexander Graham Bell juga menggunakan bambu sebagai jarum gramafon pertamanya.

Bambu memiliki ribuan kegunaan termasuk untuk casing pesawat, zat aphrodisiacs, tirai, kuas, benda-benda kerajinan, filter desalinasi, bahan bakar diesel, tongkat untuk memancing, bahan makanan, furnitur, obat-obatan, alat musik, material seni ornamen, kertas, tali, payung, tongkat jalan, lonceng angin, casing handphone, dan masih banyak lagi.

Sebenarnya ada lebih dari 1.250 jenis tanaman bambu, dan diperkirakan ada lebih dari satu miliar orang yang tinggal di rumah bambu. Tanaman bambu merupakan sumber daya alam yang abadi serta telah menjadi bagian dalam kehidupan budaya masyarakat.

Sudah saatnya digaungkan kembali dengan merangkul seluruh penggiat bambu di Nusantara, baik desainer, artisan, IKM, UMKM, dan industri. Untuk bersama-sama memasyarakatkan potensi bambu dengan produk terapannya baik berupa karya, arsitektur, instalasi, furnitur, produk dan home decor, seni kriya dan produk-produk yang terkait dengan bambu. Kembali menyandarkan harapan pada bambu dengan meningkatkan partisipasi dan menumbuhkan kembali tradisi bambu dalam berbagai lapisan masyarakat.

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads