Integritas Capim KPK
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Integritas Capim KPK

Selasa, 03 Sep 2019 12:25 WIB
Nehru Asyikin
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Pansel Capim KPK (Foto: Matius Alfons)
Jakarta - Seleksi pimpinan KPK generasi kelima ini menunjukkan bahwa lembaga antirasuah masih memiliki peranan penting dalam mengawal pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia. Perjalanan KPK sampai saat sekarang ini tidak ditapaki dengan mudah, banyak halangan dan rintangan yang muncul setiap waktu. Namun begitu, paling tidak pengalaman yang telah dilalui KPK menjadikan lembaga ini semakin mudah melalui segala permasalahan yang ada.

Seperti polemik yang saat ini menjadi sorotan masyarakat luas. Pada tahapan seleksi terkait beberapa Capim KPK yang tidak melaporkan harta kekayaannya melalui laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) ke KPK, Pansel yang diduga pernah bekerja di bawah instansi kepolisian, dan Panelis Capim yang menangani kasus korupsi sebagai kuasa hukum.

Polemik yang terjadi saat ini menghadirkan pertanyaan besar di tengah masyarakat yang masih menunggu Pimpinan KPK yang baru. Sehingga hal ini di rasa sebagai hal yang cukup urgen untuk dibahas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih Diperjelas

Menurut Peraturan KPK Nomor 7/2016 pejabat penyelenggara negara wajib melaporkan rincian harta kekayaan, data pribadi mulai dari penghasilan sampai pengeluaran harta pejabat penyelenggara negara.

Terkait hal itu, sampai tahapan tes kesehatan serta wawancara dan uji publik akan dilakukan masih ada beberapa nama belum melaporkan harta kekayaannya. Hal ini pun menimbulkan pertanyaan, bagaimana jika calon pimpinan KPK baru melaporkan harta kekayaannya setelah ia terpilih.

Apabila LHKPN yang diserahkan memang tidak ditemukan perolehan harta yang mencurigakan atau harta yang dimiliki diperoleh dengan cara yang sah menurut peraturan perundang-undangan memang Capim KPK dapat diangkat menjadi pimpinan KPK yang baru. Tapi, apabila LHKPN diserahkan terdapat perolehan harta ternyata ternyata bermasalah maka Capim telah melanggar ketentuan pemilihan calon pimpinan KPK.

Penjelasan demikian menimbulkan pertanyaan baru, apakah pimpinan KPK yang terpilih akan dibatalkan menjadi ketua KPK? Sebetulnya, di dalam UU Nomor 30/2002 dijelaskan bahwa untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan KPK harus memenuhi syarat salah satunya mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (vide Pasal 29 huruf k). Memang dari segi aturan apabila dicermati setiap kata dari peraturan tersebut menjelaskan "untuk dapat diangkat sebagai pimpinan harus melaporkan harta kekayaannya". Seolah maknanya, jika sudah terpilih baru dapat menyampaikan LHKPN yang bersangkutan.

Di dalam peraturan KPK tentang LHKPN Nomor 7/2016 pun menjelaskan serupa dengan UU di atas, bahwa penyelenggara wajib menyampaikan LHKPN pada saat pengangkatan sebagai penyelenggara negara pada saat pertama kali menjabat. Dari segi aturan kedua-duanya menimbulkan masalah, pertimbangannya dari kedua hal tersebut dapat membuat sia-sia proses panjang yang sudah dilakukan oleh Capim apabila LHKPN yang diserahkan ternyata bermasalah. Maka seharusnya laporan tersebut harus di sampaikan lebih awal pada saat pendaftaran untuk menghindari hal yang demikian.

Kemudian mengenai pengenaan sanksi juga tidak dijelaskan di dalam kedua aturan tersebut terkait LPKHN bermasalah apakah Capim terpilih diskualifikasi atau 5 Capim yang lolos dapat kembali berkompetisi merebutkan kursi pimpinan. Menurut saya harusnya Pansel telah mencoret nama Capim tersebut karena tidak memiliki integritas moral.

Dari kedua aturan yang khusus mengatur Capim KPK, ada penjelasan lainnya dari UU 28/1999 Pasal 5 yang menjelaskan bahwa setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. Sehingga para Capim yang masuk ke dalam penyelenggara negara sudah diatur dan harusnya setiap tahun menyampaikan laporannya kepada KPK karena LPHKN telah masuk menjadi kewenangan KPK, tetapi bagi Capim swasta atau non penyelenggara negara aturannya mengikuti LHKPN KPK dan UU KPK yang harusnya sudah menyampaikan laporannya di awal pendaftaran untuk menghindari permasalahan laporan kekayaan apabila terpilih nanti.

Sehingga saya menganggap harus ada judicial review terkait Pasal 29 huruf k UU KPK tersebut dan merevisi Pasal 4 Peraturan KPK tentang LHKPN. Pertama, khusus pada frasa untuk dapat diangkat sebagai pimpinan KPK dan di ubah menjadi, penyelenggara negara wajib menyampaikan LHKPN kepada KPK dan Pansel pada saat "pendaftaran Capim KPK". Kedua, memperjelas atau dituliskan dalam peraturan perundang-undangan mengenai posisi Capim yang lolos tetapi LHKPN nya bermasalah, apakah langsung gugur seleksi atau diberikan sanksi lain kecuali sanksi menurut Pasal 21 Peraturan KPK mengenai LHKPN. Sehingga persoalan yang dapat menimbulkan kerancuan pada proses seleksi Capim KPK terkait kewajibannya menyampaikan LHKPN dapat lebih diperjelas.

Konflik Kepentingan

Pansel Capim KPK saat ini menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat salah satunya mengenai Panelis Capim yang ditunjuk oleh Pansel yang masih menjalankan profesinya sebagai kuasa hukum terdakwa korupsi. Sebetulnya, tidak ada penjelasan satu pun terkait larangan di dalam peraturan perundang-undangan untuk tidak menjalankan profesinya selama menjadi Panelis. Kecuali, apabila Panelis pada tahapan seleksi wawancara dan uji publik ada konflik kepentingan.

Di sisi lain polemik mengenai ada Pansel yang diduga memiliki konflik kepentingan, dari susunan Pansel yang dibentuk Presiden Jokowi terlihat bahwa Pansel memiliki latar belakang yang beragam. Namun perbedaan latar belakang tersebut tidak mesti memiliki sikap mendukung KPK tentu ada yang kontra terhadap KPK. Namun permasalahannya bukan terletak pada sikap pro dan kontra Pansel terhadap KPK, tetapi kepentingan apa yang dibawa oleh Pansel untuk meloloskan Capim KPK itu.

Kepentingan semacam itu dapat menimbulkan paradigma bahwa Pansel akan mengeluarkan nama Capim yang tidak memenuhi unsur terbaik yang memuat gaya kepemimpinan sebagai leader, memiliki integritas dalam memberantas korupsi, dan kemampuannya dalam menjalankan tugas lembaga.

Pansel KPK yang berjumlah 9 orang tersebut adalah ujung tombak untuk memilih pimpinan KPK untuk 4 (empat) tahun mendatang. Tetapi, isu yang terus beredar mengenai konflik kepentingan di dalam tubuh Pansel dengan penegak hukum (Kepolisian) tentu menyebabkan menurunnya pandangan kredibilitas Pansel. Pasalnya, ada 2 (dua) anggota Pansel yang diduga pernah bekerja di bawah lembaga Kepolisian.

Jika ditelusuri, salah satu nama anggota Pansel pernah menjadi Pansel KPK 2015. Artinya, pengalaman terkait pemilihan pimpinan KPK pernah ditanganinya namun baru sekarang diangkat isu tersebut. Tentu saja, karena tanggung jawab Pansel terhadap bakal pimpinan KPK begitu besar maka isu yang dihadirkan tidak pula berdampak pada pemilihan Capim karena terdapat 7 (tujuh) orang Pansel yang dapat mengimbangi kepentingan tersebut. Sehingga, perang psikologi semacam ini tidak boleh menyurutkan Pansel untuk menghasilkan Pimpinan KPK yang berkualitas.

Kemudian yang tak kalah penting dalam pembahasan capim KPK dalam proses seleksi, karena di antara ke 20 (dua puluh) yang lolos seleksi tersebut lebih banyak dari kalangan penegak hukum seperti hakim, jaksa, dan polisi. Diharapkan agar Pansel tidak memandang bahwa KPK adalah lembaga penegakan hukum di wilayah korupsi dan memilih pimpinan KPK karena pengalamannya dalam penegakan hukum. Tetapi, diharapkan pimpinan KPK baru ini telah memenuhi syarat sebagai sebagai leader, berintegritas dan memiliki kemampuan yang teruji dalam memberantas korupsi, memiliki kemampuan menjalankan lembaga, dan tidak memiliki konflik kepentingan. Dengan begitu, Pansel dapat berfokus dari syarat penting itu untuk menemukan pimpinan KPK terbaik dari yang terbaik.

Nehru Asyikin peneliti Pusat Kajian Hak Asasi Manusia dan Pelayanan Publik Aksa Bumi
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads