Destinasi Wisata Superprioritas
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Destinasi Wisata Superprioritas

Jumat, 30 Agu 2019 15:29 WIB
Dityas Nandariztyani
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Kawasan wisata Labuan Bajo yang terus dipercantik (Foto: Kementerian PUPR)
Jakarta -

Pemerintah telah mengerucutkan fokus pengembangan destinasi dari 10 destinasi prioritas menjadi 4 destinasi superprioritas, yaitu Toba, Borobudur, Mandalika, dan Labuhan Bajo. Namun dalam kenyataannya hanya satu, yakni Borobudur saja, yang boleh dibilang memang telah memiliki track record mumpuni dan siap dijual. Sisanya masih membutuhkan perjuangan yang saya rasa tidak mudah. Namun, secara umum termasuk Borobudur masih perlu dibenahi secara matang.

Hanya saja persoalannya, jika pemerintah ingin mencari quick win ekonomi dari sektor pariwisata, yakni untuk mendapatkan devisa yang signifikan, maka harus membagi tugas secara jelas kepada beberapa stake holder yang langsung terkait dengan sektor pariwisata. Karena tiga dari empat destinasi superprioritas harus ditata sedari awal dan dibenahi fundamental pariwisatanya, yang cukup memakan waktu alias tidak bisa cepat.

Hal ini bisa dilihat dari data wisman dari keempat destinasi superprioritas tersebut. Lihat saja, wisman ke Sumatera Utara, misalnya, yang kita asumsikan sebagian besar wismannya datang ke Toba. Berdasarkan data BPS Sumut terbaru, Sumut hanya mencatatkan angka wisman sekira 98 ribuan dari Januari sampai Mei 2019. Artinya masih sangat jauh dibanding Manado, misalnya, yang tahun lalu saja lebih dari 1 juta dikunjungi wisman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun catatan pentingnya, pada akhir masa Orde Baru, Toba sebenarnya pernah mencatatkan angka kedatangan wisman yang signifikan, yakni mendekati satu juta. Memang, menciptakan pemerataan di sektor pariwisata secara regional adalah terobosan yang sangat perlu diapresiasi dan didukung dengan segala daya yang dimiliki pemerintah, tapi tetap harus menjaga agresivitas dalam menjual destinasi yang sudah jadi dan sudah mapan ekosistemnya, sehingga tren kenaikan wisman secara nasional tetap bisa dijaga.

Boleh jadi, salah satu penyebab turunnya angka wisman setahun belakangan karena pemerintah menghabiskan energi untuk 10 Bali Baru, yang notabene angka wismannya belum terlalu signifikan, karena harus memulai dari nol. Tapi di sisi lain pemerintah lupa untuk menjaga ritme agresivitas terhadap destinasi-destinasi lain yang justru sudah mapan dan sudah membukukan angka wisman yang signifikan.

Artinya, pemerintah harus tetap melalukan branding, promosi, dan sales secara masif untuk destinasi seperti Bali, Jakarta, Bandung, Manado, Bromo Tengger, Batam dan Kepri, karena semuanya telah terbukti terserap oleh pasar. Sementara itu, untuk empat destinasi superprioritas, selain fokus membenahi infrastruktur, amenitas, dan meng-create destinasi-destinasi baru, quick win yang paling cepat adalah dengan melakukan market mapping secara berbeda untuk keempat destinasi superprioritas, lalu langsung membuka akses internasional sesuai dengan target pasarnya masing-masing.

Misalnya untuk Toba, target utamanya adalah Malaysia, Singapura, Vietnam, China, Thailand, dan India. Maka pemerintah harus mengusahakan penambahan penerbangan di negara yang telah memiliki penerbangan ke Toba, dan membuka segera penerbangan langsung ke negara-negara target pasar yang belum memiliki penerbangan langsung. Tentu sebelumnya harus didahului oleh negosiasi dengan para pelaku bisnis pariwisata di negara-negara tersebut dan promosi yang terukur di negara mereka. Dengan didahului market mapping, maka setiap pekat-paket perjalanan wisata untuk wisman di negara target pasar nantinya akan lebih terjangkau dan sesuai.

Lalu Labuan Bajo dan Mandalika. Di kedua destinasi ini jalan tercepat selain mencari target pasar tersendiri,adalah dengan meraih pasar wisman Bali. Pemerintah harus duduk bersama dengan pelaku bisnis perjalanan yang banyak mendatangkan wisman ke Bali, baik domestik maupun dari negara asal wisman untuk menambahkan paket lanjutan ke Labuan Bajo dan Mandalika untuk beberapa hari. Paket tersebut bisa ditambahkan dari yang sebelumnya sudah ada untuk Bali, atau bisa pula disesuaikan dengan pasar alias dengan membuat paket-paket baru yang mengurangi sehari dua hari di Bali, lalu memindahkannya ke Labuan Bajo atau Mandalika.

Selain itu, penerbangan-penerbangan langsung pun tetap harus diupayakan, setelah melakukan market mapping yang terukur terlebih dahulu. Misalnya untuk Labuan Bajo dengan Pulau Komodo. Status warisan dunia pulau komodo bisa dieksploitasi dalam branding dan promosi wisata di tataran internasional.

Hal penting lainnya adalah menentukan Destination Management Organisation (Lembaga Pengelola) untuk setiap destinasi yang telah ditetapkan di keempat lokasi tersebut. Pemerintah akan gagal mendapatkan destinasi berkelas dunia jika destinasi-destinasi yang sudah ada tersebut tidak ditangani oleh lembaga yang "in charge" dan bertanggung jawab secara khusus terhadap destinasi tersebut. Perbedaan destinasi yang tidak berpengelola dengan yang berpengelola sangat mudah terlihat.

Lihat saja, Mandalika mulai bergeliat namanya setelah BUMN ITDC menjadi DMO kawasan Mandalika, dan berhasil melobi para pihak untuk bisa mengadakan acara internasional di sana. Kendati demikian, ITDC dan pemerintah harus tetap waspada, mengingat Sepang di Malaysia justru melepaskan status operatornya untuk acara olahraga semacam itu karena merugi. Artinya, ITDC harus fokus mengeksploitasi acara tersebut untuk branding dan promosi, dan menemukan ide-ide brilian lain untuk menjaga keberlanjutannya. Kalau tidak, maka setelah acara tunggal tersebut Mandalika berpeluang untuk terbengkalai lagi, lalu investasi-investasi swasta yang sudah masuk akan suram prospeknya.

Catatan yang dapat diambil dari Mandalika adalah bahwa selain hal-hal di atas, untuk Toba dan Labuan Bajo, harus diusahakan pula satu atau dua acara internasional yang sama sekali berbeda genre-nya. Di Toba, acara internasional utamanya harus berbasiskan pada danau, mengingat Danau Toba adalah "main attraction"-nya. Dan untuk Labuan Bajo, dengan pantainya yang luar biasa dan Pulau Komodonya yang hanya satu-satunya di dunia harus dilekatkan dengan acara-acara internasional yang berbasiskan pada "DNA Pariwisata"-nya sendiri. Seperti Pulau Komodo misalnya, yang notabene tipenya adalah special interest tourim, harus dikelola dengan sistem yang berbeda dan di-endorse dengan acara-cara yang juga sesuai dengan tipe kedestinasiannya.

Sementara itu untuk Borobudur yang sudah memiliki beberapa acara internasional harus dilebarkan daya jangkau ke semua daerah di Joglosemar, dengan Borobudur sebagai main attraction. Untuk itu, diperlukan desain kepariwisataan regional yang lebih komprehensif agar tidak hanya satu titik di Borobudur atau di Prambanan saja yang terimbas. Tujuan desain regional atau comprehensive regional tourism masterplan tersebut nantinya adalah untuk membuat length of stay dan spending wisman meningkat. Karena dua hal tersebut yang akan menentukan berapa angka devisa yang akan kita raih. Semakin panjang alur destinasi, akan semakin lama waktu yang dibutuhkan, dan akan semakin banyak uang yang akan dibelanjakan oleh para turis.

Langkah strategis selanjutnya yang juga tak kalah penting adalah digitalisasi destinasi. Sembari menyiapkan infrastruktur, amenitas, atraksi-atraksi, dan menggencarkan promosi serta penjualan di negara-negara target pasar masing-masing destinasi superprioritas, digitalisasi promosi dengan konten-konten kekinian untuk setiap destinasi harus mulai dikerjakan. Setiap destinasi superprioritas harus sudah mulai masuk ke peredaran pariwisata dunia secara digital, dibicarakan secara online di tingkat global, dan ada dalam barisan teratas dari setiap pencarian destinasi wisata Indonesia di mesin-mesin pencari. Kemudian, pemerintah harus duduk bersama dengan banyak perusahaan platform penjualan tiket untuk memberi ruang yang cukup kepada empat destinasi superprioritas di dalam setiap iklan wisata mereka, terutama di negara-negara target penjualan mereka.

Terakhir, sembari menjalankan itu semua, pemerintah harus super-aktif melakukan koordinasi dan supervisi kepada pemerintah-pemerintah daerah yang terpapar empat destinasi superprioritas tersebut. CEO Commitment dari semua kepala daerah yang terkait harus dibangun secara kuat dan supersolid, dengan dukungan tingkat literasi pariwisata yang mumpuni. Pemerintah pusat harus mendudukkan semua kepala daerah yang terpapar destinasi superprioritas, menyamakan visi, menyeragamkan literasi dan komitmen, dan menyepakati jadwal koordinasi bersama secara berkala untuk melahirkan energi terbaik dalam mengakselerasi pembangunan pariwisata di keempat destinasi prioritas.

Memang tak mudah untuk mem-boosting angka ekonomi pariwisata di destinasi-destinasi yang penataannya harus dimulai dari deret angka terbawah, tapi probabilitas keberhasilannya akan langsung menanjak tinggi jika komitmen tidak hanya datang dari pusat, tapi juga dari semua kepala daerah terkait.

Dityas Nandaristyani pemerhati dan penikmat pariwisata

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads