Deregulasi Media dari Masa ke Masa
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

"Common Sense" Ishadi SK

Deregulasi Media dari Masa ke Masa

Selasa, 27 Agu 2019 09:57 WIB
Ishadi SK
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Ishadi SK (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta - Di era Reformasi (1998) kuat desakan untuk mengubah semua paradigma pengaturan media. Simbol dari kontrol media berupa SIUPP diubah. Izin berdasarkan Kepmenpen No 1/1998 tidak lagi memerlukan 14 syarat sebelumnya, tapi hanya 4 syarat. Masing-masing akta notaris, izin pendirian perusahaan, nama jajaran pengelola, serta mengajukan permohonan untuk mendirikan usaha penerbitan. Izin dikeluarkan satu minggu setelah permohonan. Dalam beberapa kasus diselesaikan dalam empat hari.

Secara signifikan jumlah penerbitan baru bertambah. Dalam masa setahun pemerintahan di era Habibie, diterbitkan 1700 SIUPP baru. Sebagian besar media yang telah mendapat izin itu tidak pernah terterbitkan, sebagian lagi mati sebelum berkembang, namun nuansa kemerdekaan untuk menerbitkan usaha pers tampak jelas, dan menjadi pendorong kuat untuk menampilkan jurnalisme bebas yang amat bersemangat. Semangat yang makin lama makin membara dan besar.

Bersamaan dengan itu sisi balik dari kontrol terhadap media dihapuskan. Segala bentuk subsidi dana proteksi dihilangkan. Pemerintah memberi izin dua surat kabar internasional yakni The Asia Wall Street Journal dan The International Herald Tribune dicetak di Jakarta --melalui sistem percetakan jarak jauh dan bersaing bebas dengan koran lokal. Berbagai bentuk franchise majalah luar negeri juga dibiarkan berkembang, di antaranya Female bekerja sama dengan sebuah majalah wanita Singapura.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, jumlah media massa yang menggunakan sistem waralaba itu tumbuh bak jamur di musim hujan. Demikian pula dalam bidang TV Kabel. Paling tidak sudah ada dua kabel televisi, masing-masing Indovision yang menggunakan satelit digital untuk seluruh Indonesia dan Kabelvision, untuk wilayah Jakarta. Masing masing dengan 40 sampai 50 saluran. World Space Radio, sebuah sistem radio satelit dunia, juga diizinkan beroperasi dengan teknologi digital stereo, dibiarkan bersaing dengan ratusan radio swasta yang juga berkembang dengan pesat.

Prinsip dasar Habibie memberikan kebebasan pers seluas-luasnya waktu itu karena ia menyukai kebebasan. "Karena dengan kebebasan membuat orang berpikir bebas, kalau orang dibatasi pasti mandek pikirannya," kata Habibie.

Sebelum Reformasi, pada 1994 Majalah Tempo dibreidel karena membongkar kasus pembelian kapal perang eks Jerman Timur yang dilakukan pemerintahan Soeharto dianggap bermasalah. Pembelian itu disangkakan pula berhubungan dengan Menristek BJ Habibie. Pemberitaan itu berakibat pembreidelan Tempo. Ketika Presiden Soeharto lengser pada 1998 dan BJ Habibie menjadi Presiden, langkah pertama adalah mengizinkan Tempo terbit kembali dan melakukan liberalisasi pers lewat Undang-Undang No 40 Tahun 1999.

Di era Gus Dur menjadi Presiden (2001) menggantikan Presiden BJ Habibie, beberapa langkah kontroversial dilakukan. Tidak hanya memberikan kebebasan pers yang "tanpa batas", Gus Dur bahkan membubarkan Departemen Penerangan (Deppen) yang dituduhnya sebagai senjata utama rezim Soeharto untuk mengontrol media.

Pembubaran Deppen digantikan dengan Badan Informasi dan Komunikasi Nasional yang hingga dua tahun kepemimpinan Gus Dur tidak kunjung berfungsi. Pendulum sedang bergerak ke arah sebaliknya. Dari situasi pers terkontrol dan terkendali secara sempurna di awal Orde Baru ke arah kebebasan pers yang absolut hingga sekarang ini.

Tatkala Gus Dur menutup Deppen, lantas bagaimana dengan pemberian perizinan dan monitoring penyelenggaraan penyiaran di Indonesia dari pusat sampai ke daerah? Untunglah Komisi I DPR cepat tanggap. Pada 26 Juni 1999, DPR mengajukan RUU Penyiaran yang baru, menggantikan UU No 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran. Alasannya karena UU No 24 Tahun 1997 sulit dilaksanakan, sebab memberikan wewenang kepada Menteri Penerangan untuk menjalankannya. Padahal Menteri Penerangan sudah tidak ada lagi, sehingga jelas kewenangan itu tidak berlaku lagi.

Pada RUU Penyiaran yang baru, Pasal 5 (2) menyebutkan pengaturan spektrum gelombang elektromagnetik untuk penyelenggaraan siaran dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Komisi ini bersifat independen, ditetapkan oleh Presiden atas usul DPR. Namun dalam menjalankan tugas dan fungsinya, KPI bertanggung jawab kepada DPR (Pasal 6).

Gus Dur akrab dengan media sebelum menjadi Presiden, Majalah Tempo telah menyiapkan kolom khusus untuk tulisan Gus Dur setiap minggu. Gus Dur pernah ditetapkan sebagai Man Of The Year 1990 oleh Majalah Editor. Presiden Abdurrahman Wahid juga pernah menerima Tasrif Award 2006 dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sebagai pejuang kebebasan pers. Langkah Gus Dur telah amat sangat membuat jurnalis menikmati kebebasan maksimal.

Pada 23 Juli 2001 kepemimpinan Gus Dur digantikan oleh Megawati Soekarnoputri. Megawati menjamin kebebasan pers di Indonesia, dibuktikan dengan di masa pemerintahannya tidak pernah ada media massa yang dibreidel. Suasana itu dipertahankan di massa pemerintahan SBY selama sepuluh tahun (2004-2014).

SBY justru memberi contoh positif dengan menggunakan hak jawabnya ketika menerima kekeliruan dalam pemberitaan media, meskipun kerap merasa "tersudutkan" dengan pemberitaan yang ada di media massa. Menurut SBY kritikan pers bisa menjadi semacam "penyaluran" terhadap berbagai ketidakpuasan masyarakat.

Mengapa media perlu diregulasi? Amandemen Pertama AS mengatakan: "Congress shall make no law respecting an establishment religion, or prohibiting the free exercise thereof; abridging the freedom of speech, or the press; or the right of the people peaceably to assemble, and to petition the government for a redness of grievances".

Keputusan yang dibuat hampir dua setengah abad yang lalu itu menjadi obsesi dari banyak jurnalis muda yang mempelajari ilmu jurnalistik. Kebebasan yang absolut, kebebasan yang tidak boleh diatur atau diarahkan oleh peraturan perundangan apapun. Kebebasan yang bebas dari aturan. Sebuah mekanisme hukum pasar yang matang, sebuah masyarakat sipil yang madani dan intelektual, sebuah tatanan kesadaran dan kebanggaan kode etik profesional yang tinggi.

Mengapa media perlu diregeluasi? Jawaban epistemologinya adalah karena media menggunakan sumber daya publik. Media cetak menggunakan bahan baku kertas yang berasal sebagian besar dari non renewable resources. Setiap penambahan oplah berarti penambahan bahan dasar kertas baik dari kayu maupun sumber alam lainnya. Padahal sumber alam itu adalah publik domain.

Sistem penyiaran radio dan televisi menggunakan alokasi frekuensi yang juga merupakan publik domain. Pengaturan media tiada lain agar keberadaan media itu selektif terhadap atau untuk digunakan bagi hal yang bermanfaat terbesar bagi public, dan tidak untuk mengurangi atau membatasi kebebasan pers yang pada dasarnya adalah hak publik.

Di era milenial sekarang teramat sulit untuk mengatur media. Karena perubahan berlangsung demikian cepat. Dan setiap waktu memiliki "aturan" sendiri sesuai dengan perkembangan teknologi. Di era 4.0 sekarang, setiap orang bisa membuat "media" sendiri, lebih cepat, lebih beragam, lebih mudah, lebih bebas, dan lebih tidak terbatas. Terdapat sekitar 10.000 media yang berselancar di Twitter, Facebook, Instagram, dan paling banyak di Youtube. Majalah raksasa Newsweek yang berjaya sejak diterbitkan 17 Februari 1933 ditutup di pengujung 2012 karena tidak mampu lagi bersaing melawan ratusan majalah online.

Diramalkan dalam dua dekade dari sekarang media mainstream akan tergantikan oleh new media yang berselancar dan berbisnis di internet, tidak lagi dalam wujud media "tradisional" seperti sekarang.

Dalam suatu diskusi di kantornya, Menteri Kominfo Rudiantara mengatakan, akan teramat sulit membuat peraturan tentang media, karena apabila satu usulan selesai dibahas dan diajukan ke DPR, pada waktu telah tercapai aturan UU yang baru, sudah ada perubahan signifikan dalam tata kelola media.

So, kita harus bersiap menghadapi perubahan dan guncangan terus menerus dari masa ke masa.

Ishadi SK Komisaris Transmedia

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads