Mengoptimalkan Peran Jak Lingko

Kolom

Mengoptimalkan Peran Jak Lingko

Ki Darmaningtyas - detikNews
Rabu, 21 Agu 2019 13:50 WIB
Foto: Pradita Utama
Jakarta - Gagasan OK-O-Trip yang kemudian sekarang berubah menjadi Jak Lingko sungguh merupakan gagasan yang cerdas untuk peningkatan layanan transportasi umum di Kota Jakarta. Jak Lingko bukan hanya sebagai solusi kongkret untuk menyediakan angkutan pengumpan (feeder transport) bagi layanan Transjakarta Busway saja, tapi yang utama justru sebagai usaha kongkret untuk membenahi layanan angkutan kota (angkot) di Kota Jakarta yang selama ini turut menciptakan kesemrawutan lalu lintas dan makin kurang diminati oleh warga. Sebab layanan Jak Lingko ini memakai sistem layanan modern: berjadwal, tidak ngetem, tidak boleh salip-salipan, dan untuk sementara masih gratis.

Ngetem (berhenti lama menunggu penumpang dengan tanpa kepastian waktu berangkat) merupakan keluhan terbesar pengguna angkot selama ini, dan itu yang membuat angkot semakin kurang diminati, terlebih setelah adanya ojek online (ojol) karena warga memilih menggunakan ojol yang lebih pasti waktunya daripada naik menggunakan angkot. Ngetem yang tidak jelas ukuran waktunya inilah yang kemudian melahirkan lingkaran setan dan mengantarkan angkot ke ujung kematian. Lantaran ngetem-nya lama, penumpang makin kurang berminat, dan semakin banyak penumpang tidak berminat, maka semakin lama pula ngetem-nya untuk mendapatkan penumpang, dan karena semakin lama ngetem-nya, maka semakin hilang pula penumpangnya. Itulah lingkaran setan dari ngetem-nya Angkot.

Jak Lingko memotong lingkaran setan tersebut.

Membeli Layanan

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu cara yang ditempuh oleh Pemprov DKI Jakarta untuk memotong lingkaran setan dalam layanan angkot tersebut adalah dengan membeli layanan angkot (buy the service) sehingga pengemudi angkot tidak mengejar setoran dengan cara ngetem berlama-lama untuk menunggu penumpang. Dengan layanan angkot yang dibayar berdasarkan kilometer tempuh tersebut, angkot tidak perlu ngetem lagi sehingga diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan angkot dan para operator maupun pengemudi juga tidak rugi karena ada penumpang maupun tidak ada penumpang angkot akan berjalan terus.

Operator dibayar berdasarkan kilometer tempuh yang dicapai dalam satu hari, yang diakumulasi dalam satu bulan, sedangkan pengemudi juga dibayar berdasarkan upah minimum provinsi (UMP). Jadi semua pihak --operator/pemilik angkot, pengemudi, maupun penumpang-- sama-sama untung dengan adanya layanan Jak Lingko ini. Sedangkan Pemprov DKI Jakarta menjalankan pemerintahan yang benar karena melayani warganya untuk bertransportasi yang berkeselamatan, aman, nyaman, terjangkau, dan terjadwal.

Berdasarkan hasil percakapan dengan sejumlah pengemudi yang saya lakukan pada saat naik Jak Lingko di semua rute dapat ditarik kesimpulan yang sama bahwa semua pengemudi Jak Lingko senang dengan sistem baru ini, karena mereka tidak stres mencari penumpang untuk menutup setoran yang sudah dipatok oleh pemilik kendaraan, jalan tidak diburu-buru, bekerjanya separuh hari saja, tidak seharian penuh, karena Jak Lingko ini menerapkan jam kerja pengemudi, yaitu hanya delapan jam sehari, sehingga satu angkot Jak Lingko dalam sehari dijalankan oleh dua pengemudi.

Pada saat model setoran, umumnya satu angkot dijalankan oleh satu pengemudi. Memang ada yang satu angkot dijalankan oleh dua pengemudi (sopir "batangan" dan sopir cadangan), tapi itu akan berpengaruh pada besaran uang yang dibawa pulang oleh masing-masing pengemudi. Pada sistem Jak Lingko ini, meskipun pengemudi hanya bekerja separuh hari, tapi besaran uang yang dibawa pulang sama, yaitu sebesar UMP di Jakarta.

Pada sisa waktu dalam sehari, pengemudi dapat mengembangkan usaha lain, termasuk ada yang ikut ojol. Dengan kata lain, Jak Lingko bukan hanya memperbaiki layanan angkot saja, tapi juga meningkatkan kesejahteraan pengemudi angkot secara nyata.

Kurang Sosialisasi?

Setelah naik seluruh rute Jak Lingko yang ada di Kota Jakarta, saya berkesimpulan bahwa Jak Lingko ini sebetulnya merupakan jawaban cerdas atas kebutuhan layanan transportasi di awal/akhir perjalanan (firs mile/last mile) yang selama ini menjadi problem di Jakarta, karena rute Jak Lingko ini sampai ke kampung-kampung tempat warga Jakarta tinggal, sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak mau menggunakan angkutan umum.

Pada masa lalu orang boleh mengeluh bahwa naik angkot malas karena lama ngetem, banyak pengamen, dan pencopet. Tapi dengan Jak Lingko ini layanan angkot sudah terjadwal, berhenti menaikkan/menurunkan hanya di bus stop, hanya melayani yang memiliki kartu sehingga sejauh ini belum pernah ada pengamen yang ngamen di Jak Lingko karena memang tidak boleh. Dan karena tidak berhenti di sembarang tempat itu pula tindak kriminalitas berupa copet juga bisa dikikis karena mereka tidak dapat berhenti sembarang tempat.

Pada angkot reguler masih memungkinkan copet beraksi karena setelah mendapatkan korban mereka bisa langsung minta turun. Sedangkan pada Jak Lingko mereka hanya dapat turun di bus stop.

Layanan Jak Lingko juga lebih berkeselamatan karena kecepatan angkot dibatasi maksimal 50 km/jam, dilarang menggunakan HP saat mengemudi, dilarang merokok di dalam angkot, terlebih pada saat membawa penumpang, dan sesame angkot Jak Lingko dilarang saling menyalib. Semua itu ada sanksinya. Artinya, ketika penumpang menyaksikan pelanggaran tersebut dan mengadukan kepada petugas di lapangan atau di call center PT Transportasi Jakarta (TJ) --pasti akan direspons, dan pengemudi akan langsung terkena sanksi. Jadi aturan itu bukan hanya sekadar aturan.

Dan, sampai sekarang layanan Jak Lingko masih gratis. Modal dasar yang dikeluarkan oleh warga Jakarta cukup membeli kartu Jak Lingko seharga Rp 20.000 - Rp 30.000, (tergantung saldonya). Kartu Jak Lingko yang ada saldonya juga dapat dipakai untuk naik BRT (bus rapid transit) Transjakarta.

Berdasarkan praktik-praktik baik dalam layanan Jak Lingko tersebut, kiranya tidak ada alasan lagi bagi warga Jakarta dan sekitarnya untuk tidak menggunakan angkutan umum, khususnya yang dioperasikan oleh PT TJ. Seorang staf yang saya minta untuk melakukan survei Jak Lingko berkomentar, "Setelah tahu layanan Jak Lingko, ya saya heran, mengapa kok orang lebih memilih capek-capek naik motor daripada angkutan umum." Komentar itu mengisyaratkan bahwa saatnya warga Jakarta yang pada mengeluhkan macet itu meninggalkan kendaraan pribadinya, baik mobil maupun motor dan pindah ke angkutan umum.

Sayang, semua praktik baik yang ada pada Jak Lingko tersebut belum direspons secara maksimal, sehingga peran Jak Lingko untuk mengurangi kemacetan juga belum optimal. Hal itu terbukti dengan armada Jak Lingko yang masih sering kosong dan masih banyak warga yang menyetop Jak Lingko belum memiliki kartu Jak Lingko. Kurang optimalnya peran Jak Lingko itu boleh juga disebabkan oleh kurang tersosialisasikannya program Jak Lingko.

Sosialisasi Jak Lingko mesti menembus ke sekolah-sekolah dan kelurahan, bahkan kalau perlu ke RT-RW agar semua warga Jakarta paham dan membeli kartu Jak Lingko. Para pelajar di Jakarta tidak saatnya menggunakan motor lagi untuk pergi/pulang sekolah, tapi mereka dapat menggunakan Jak Lingko. Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Sehat (KJS) harusnya juga dapat dipakai sebagai kartu untuk naik Jak Lingko.

Saya membayangkan, bila sebagian besar warga DKI Jakarta paham program Jak Lingko dan mau menggunakannya sebagai sarana transportasi sehari-hari, maka peran Jak Lingko untuk mengurangi kemacetan Kota Jakarta akan makin meningkat, sehingga tidak diperlukan lagi kebijakan ganjil-genap, karena 60% lebih warga Jakarta akan menggunakan angkutan umum, baik itu Jak Lingko, Transjakarta, KRL, MRT, maupun nanti LRT.

Ki Darmaningtyas Ketua INSTRAN (Institut Studi Transportasi) di Jakarta, pengguna angkutan umum

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads