Pertama, melaksanakan salat fardhu berjamaah di masjid.Dari Abi Umamah RA, sesungguhnya Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa yang berjalan menuju salat fardhu berjamaah, maka ia seperti melaksanakan ibadah haji. Dan barangsiapa yang berjalan menuju salat sunah, maka ia seperti menunaikan ibadah umrah sunah."
Kedua: birru'l walidain (berbuat baik kepada kedua orangtua). Dari Anas bin Malik RA, ia berkata, seorang laki-laki pernah datang menemui Rasulullah SAW, lalu ia mengatakan, "Sesungguhnya aku ingin sekali berjihad, tetapi aku tidak memiliki kemampuan untuk itu." Rasulullah SAW lalu bertanya kepadanya, "Apakah salah seorang dari kedua orangtuamu masih ada yang hidup?" Lelaki itu menjawab, "Ibuku". Rasul pun kemudian mengatakan kepadanya, "Bertakwalah kepada Allah dengan berbuat baik kepada ibumu. Sebab, jika engkau berbuat baik kepadanya, maka engkau seperti berhajii, berumrah, dan berjihad."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keempat, menunaikan umrah di bulan Ramadan. Dari Ibnu Abbas RA, sesungguhnya Nabi SAW bersabda, "Melaksanakan umrah di bulan Ramadhan itu (berpahala) seperti haji atau (seperti) haji bersamaku."
Kelima, duduk di masjid setelah salat subuh berjamaah untuk berzikir lalu salat dua rakaat setelah matahari terbit, yakni waktu syuruq. Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa salat subuh berjamaah, kemudian ia duduk (menunggu) sambil berzikir hingga terbit matahari, lalu ia melaksanakan shalat dua rakaat, maka baginya pahala haji dan umrah, sempurna, sempurna, sempurna."
Keenam, berzikir setelah salat. Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya orang-orang fakir dari kaum Muhajirin pernah mendatangi Rasulullah SAW, lalu mengadu, "Orang-orang kaya pergi membawa derajat yang tinggi dan tempat yang bergelimang nikmat." Nabi bertanya, "Apa itu?" Mereka berkata, "Mereka salat sama seperti kami salat, dan mereka berpuasa sama seperti kami berpuasa, hanya saja (bedanya) mereka memiliki kelebihan harta sehingga mereka bisa menunaikan ibadah haji, umrah, berjihad dan bersedekah (dengan hartanya sementara kami tidak bisa karena miskin)."
Lalu beliau bersabda, "Apakah kalian ingin aku ajari sesuatu yang (jika kalian amalkan) kalian dapat mengungguli orang-orang yang mendahului kalian, dan mengalahkan orang-orang setelah generasi kalian. Dan tidak ada seorang pun yang lebih utama dari kalian, kecuali orang yang mengamalkan hal yang sama seperti yang kalian amalkan?" Mereka menjawab, "Ya, wahai Rasulullah". Beliau bersabda, "Kalian ber-tasbih, ber-tahmid dan ber-takbir setiap selesai shalat (masing-masing) sebanyak 33 kali."
Ketujuh, berniat dan ber-'azam (tekad kuat) untuk haji. Sebab, barangsiapa yang telah bertekad kuat untuk haji, diantaranya dibuktikan dengan membayar ONH (Ongkos Naih Haji), namun ada uzur yang menghalanginya atau wafat, maka ia dicatat seperti telah menunaikannya. Hal ini termasuk dalam keumuman hadits berikut:
Dari Jabir RA, berkata, kami pernah bersama Nabi SAW dalam suatu peperangan (yakni Perang Tabuk tahun 9 H), lalu beliau bersabda, "Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang yang tidak ikut melakukan perjalanan perang, juga tidak menyeberangi suatu lembah, namun mereka bersama kalian (dalam pahala). Padahal mereka tidak ikut berperang karena terhalang sakit." Dalam riwayat lain, "Melainkan mereka yang sakit itu membersamai kalian dalam pahala."
Kedelapan, membantu orang yang menunaikan ibadah haji. Karena membantu orang yang berbuat kebaikan dan ketaatan, termasuk membantu orang yang beribadah haji, maka ia akan memperoleh pahala seperti orang yang melakukan kebaikan, ketaatan dan haji tersebut. Hal ini didasarkan pada hadits berikut: "Barangsiapa menyiapkan bekal bagi orang yang berjihad/berjuang di jalan Allah, maka benar-benar ia telah berjihad. Dan barangsiapa merawat/menjaga dengan baik keluarga yang ditinggalkan orang yang berjihad, maka benar-benar ia telah berjihad."
Imam Ibnu Rajab menyebutkan riwayat yang dinisbatkan kepada Imam Fudhail bin 'Iyadh, berkata, "Barangsiapa belum dapat Wukuf di Arofah, maka hendaknya ia wuquf (berhenti/tidak melampaui batas) pada batasan-batasan Allah yang ia ketahui. Barangsiapa tidak sempat mabit (bermalam) di Muzdalifah, maka hendaknya ia me-mabit-kan (meniatkan dari malam) tekadnya untuk taat kepada Allah supaya dapat selalu dekat kepada-Nya. Barangsiapa tidak mampu menyembelih hadyu (hewan sembelihan) di Mina, maka hendaknya ia sembelih hawa nafsunya di sini agar sampai kepada muna (keinginan dan cita-citanya). Dan barangsiapa tidak dapat sampai ke Baitullah karena jarak yang jauh, maka hendaknya ia menjadikan Rabbu'l Bait (Tuhan Baitullah/Kabah) sebagai tujuannya, karena sesungguhnya Dia (Allah) lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya."
Semoga dengan mengamalkan amalan-amalan di atas, bisa menjadi pembuka jalan menuju Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji yang hakiki.
Dr. Ahmad Kusyairi Suhail, Lc, MA dosen FDI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekjen Ikatan Dai Indonesia
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini