Amblasnya duit sebesar Rp 17 miliar yang dibawa kabur bos PT Krishna Alam Sejahtera, perusahaan yang bergerak di bidang pengeringan bahan jamu herbal di Klaten, Jawa Tengah seperti diberitakan detikcom baru-baru ini adalah salah satu contohnya. Uang senilai Rp 17 miliar itu merupakan uang dari 1.800 mitra PT Krishna Alam Sejahtera. Perusahaan tersebut menawarkan kepada masyarakat untuk berinvestasi dan menjanjikan keuntungan berlipat. Investasi mulai dari jutaan hingga miliaran rupiah.
Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan(OJK) memperkirakan kerugian akibat investasi bodong dalam sepuluh tahun terakhir (2008-2018) ditaksir sekitar Rp 88,8 triliun. Ironisnya, mayoritas korban investasi bodong justru berasal dari kalangan berpendidikan tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain iming-iming keuntungan menggiurkan dalam tempo yang singkat, ada juga pengelola investasi bodong yang pengelola bisnis investasi bodong yang mengiming-imingi para nasabahnya dengan bonus serta fasilitas aduhai. Misalnya, jalan-jalan ke luar negeri, umrah gratis, hadiah mobil serta rumah baru dan sebagainya. Untuk menggaet lebih banyak nasabah, pengelola investasi bodong tidak jarang pula memanfaatkan tokoh agama maupun pesohor tertentu. Testimoni mereka umumnya menjadi rujukan dan sekaligus magnet para calon nasabah untuk berbondong-bondong melakukan investasi, yang pada kemudian hari ternyata bermasalah.
Legal dan Masuk Akal
Melakukan investasi memang merupakan sebuah keharusan. Pendapatan yang kita miliki tidak boleh habis hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rutin. Bagaimanapun, kita perlu menyiapkan masa depan yang lebih baik bagi diri dan keluarga kita.
Uang yang kita miliki dari sisa pengeluaran rutin sebaiknya tidak dibiarkan dalam keadaan menganggur dan tidak produktif. Artinya, uang tersebut mesti kita manfaatkan untuk aktivitas yang produktif. Berinvestasi adalah salah satu cara memanfaatkan uang secara produktif dan sekaligus salah satu cara menyiapkan masa depan.
Saat ini, pelbagai peluang investasi ditawarkan, baik secara offline maupun online, dengan skema keuntungan yang tidak jarang sangat menggiurkan. Sayang, banyaknya tawaran untuk berinvestasi ini sering tidak dibarengi dengan sikap kritis para calon investor. Padahal, sikap kritis sangat dibutuhkan agar para calon investor benar-benar paham dan lebih berhati-hati mengenai sejumlah risiko yang terkait dengan produk investasi yang akan dipilihnya.
Tidak sedikit para calon investor yang cuma fokus kepada raihan keuntungan yang bakal mereka peroleh dari produk investasi yang mereka pilih. Mereka abai terhadap aspek-apek lainnya, seperti aspek legalitas maupun rasionalitas.
Akibatnya, mereka dengan mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Cukup diiming-imingi keuntungan fantastis, para calon investor tanpa pikir panjang langsung menyetorkan sejumlah uang yang mereka miliki. Mereka baru kelabakan dan pusing tujuh keliling pada saat keuntungan yang dijanjikan tak pernah kunjung datang dan pengelola investasi tiba-tiba lenyap bak ditelan bumi.
Para calon investor sebaiknya paham rumus dasar investasi bahwa keuntungan investasi itu menunjukkan risiko yang bakal kita tanggung. High risk high return, itulah hukum yang lazin berlaku dalam dunia investasi. Semakin besar keuntungan investasi yang dijanjikan, maka semakin besar pula risiko finansial yang bakal kita hadapi.
Rasionalitas harus menjadi pijakan utama para calon investor. Jangan sampai karena pingin cepat meraup untung besar dan pingin cepat kembali modal, lantas kita mengesampingkan aspek ini. Karenanya, sebelum memutuskan berinvestasi, ajukan terlebih dahulu pertanyaan kepada diri sendiri, rasionalkah keuntungan yang dijanjikan pengelola investasi? Bila masih sulit menjawabnya, mintalah bantuan teman atau kenalan yang memiliki pengetahuan mumpuni seputar investasi.
Bila keuntungan yang dijanjikan ternyata tidak masuk akal, sebaiknya hindari untuk berinvestasi. Yang penting juga dilakukan para calon investor adalah mempelajari secara seksama pihak pengelola investasi. Anda perlu tahu siapa mereka, apa bisnis utama mereka, bagaimana rekam jejak mereka, apakah usaha mereka legal atau ilegal dan lain sebagainya. Bila belum yakin, lakukan pengecekan langsung ke OJK untuk memastikan apakah perusahaan investasi mereka itu terdaftar atau tidak di OJK.
Banyak calon investor yang buru-buru melakukan investasi gara-gara takjub setelah mendengar dan melihat testimoni atau kesaksian tentang kesuksesan dari sejumlah investor. Padahal, boleh jadi testimoni tersebut adalah palsu dan merupakan sebuah trik demi merekrut calon investor sebanyak-banyaknya. Pengelola investasi dapat saja bersekongkol dengan beberapa orang yang pura-pura menjadi investor dan memberi kesaksian demi memberi kesan positif atas aktivitas bisnis investasi yang mereka jalankan.
Masih banyaknya anggota masyarakat yang menjadi korban empuk penyelenggara investasi bodong menunjukkan pula ihwal masih rendahnya tingkat literasi keuangan di negeri ini. Maka, selain memperketat perizinan dan pengawasan terhadap lembaga-lembaga pengelola investasi, yang juga perlu terus gencar dilakukan adalah melakukan edukasi keuangan kepada masyarakat. Edukasi keuangan dibutuhkan untuk mendongkrak tingkat literasi keuangan masyarakat kita. Dengan demikian, masyarakat akan semakin cerdas dan mampu membedakan mana investasi yang legal serta masuk akal, dan mana investasi yang bodong dan cenderung menipu.
R Wulandari peminat masalah ekonomi dan bisnis, lulusan Program Manajemen Keuangan dan Perbankan Indonesia, AKPI, Bandung
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini