Performativitas Warga Negara dalam Aksi Protes Hasil Pemilu
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Performativitas Warga Negara dalam Aksi Protes Hasil Pemilu

Rabu, 22 Mei 2019 11:08 WIB
Hartmantyo Utomo
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta -

Pengumuman hasil Pemilu 2019 disambut oleh dua pihak dengan cara berbeda. Pihak petahana tentu menyambut dengan sorak sorai dan ucapan selamat. Sedangkan pada pihak oposisi melancarkan mosi tidak percaya yang digaungkan riuh, dari media sosial melalui tagar "RakyatTolakHasilPilpres" di Twitter hingga aksi turun ke jalan yang mendebarkan dan mencekam.

Aksi turun ke jalan terjadi di beberapa titik Jakarta. Dari Jalan Sabang, Pasar Tanah Abang, dan tentu juga di sekitar Gedung Bawaslu pusat di protokol utama Jakarta. Aksi tersebut sudah dimulai sejak siang hingga dini hari berikutnya --yang jelas sudah melampaui waktu izin yang dibatasi hanya sampai pukul enam sore dan membatalkan prosesi negosiasi yang sudah disepakati sebelumnya.

Aksi tersebut mempertemukan warga negara sipil dari pihak oposisi untuk bentrok dengan aparat kepolisian yang bertugas sebagai aparatur negara. Hal yang menarik dari aksi tersebut adalah bentuk performativitas warga negara yang hadir melalui militansi dari pihak oposisi. Meminjam konsep Performative Citizenship dari Engin F. Isin, aksi tersebut dapat dilihat dari 5 (lima) unsur.

Pertama adalah fokus utama yang mengarah pada perjuangan dan perlawanan yang dibasiskan pada isu-isu untuk menggugat hasil Pemilu 2019. Kedua, fokus dari keseluruhan bentuk performativitas sebagai upaya memperjuangkan hak dan partisipasi masing-masing baik dari warga negara sipil maupun aparatur negara.

Ketiga, terdapat perjuangan untuk merengkuh pengakuan sebuah hak terhadap identitas politik yang dibela secara militan dan radikal. Keempat, terdapat cakupan dari upaya merengkuh pengakuan secara konvensional antara nilai-nilai politik kelompok untuk mengintervensi struktur politik pada aras nasional. Kelima adalah unsur yang hampir tidak mungkin hadir dalam aksi tersebut: solidaritas, kesetaraan, dan keadilan yang justru menjadi tujuan terpenting dari performativitas.

Bentuk performativitas warga negara sipil dalam aksi tersebut kontras dengan aparatur negara. Mulai dari melemparkan puluhan petasan secara acak, membawa bendera merah putih, wardrobe polos yang tak kedap peluru, hingga seorang yang mengenakan jaket dan helm dari salah satu jenama transportasi online asal Singapura.

Militansi dari perfomativitas warga negara tak surut meski pihak aparatur negara melakukan beberapa upaya. Dari menambah pasukan yang dilakukan beberapa kali, menghadirkan dukungan pihak TNI, hingga menembakkan gas air mata. Ada pula beberapa upaya yang sedikit memicu gelak tawa, yaitu pembalasan dari pihak kepolisian yang turut menggunakan petasan secara tiba-tiba dan mengingatkan waktu sahur untuk menghentikan aksi turun ke jalan tersebut dengan menyematkan status "adik-adik".

Ketidakhadiran unsur kelima yang bertujuan untuk menghadirkan solidaritas, kesetaraan, dan keadilan justru menjadi dilema bagi posisi tawar warga negara sipil pasca Reformasi. Polarisasi identitas hasil dari kekacauan elite menjadi penyebab warga negara sipil terbelah. Keterbelahan itu memicu intervensi aparatur negara dengan sifat militeristik yang seolah-olah kembali menjadi begitu vital.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak lain dapat diartikan bahwa warga negara sipil tidak lagi mampu berdialog untuk menyelesaikan persoalan politik pada ruang publik yang demokratis. Performativitas aksi turun ke jalan dari warga negara sipil tentu menjadi puncak kejengahan dan ketidakmampuan warga negara mengelola persoalannya sendiri.

Hartmantyo Utomo mahasiswa jurusan Sosiologi Fisipol UGM

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads