Di antara berbagai soal yang bisa kita diskusikan terkait gejala ini, pertanyaan paling penting untuk diajukan adalah, ke mana orangtua mereka? Sulit untuk mengatakan bahwa mereka tidak punya orangtua, karena mereka punya sepeda motor. Mereka tidak mungkin membeli sepeda motor itu. Pasti ada orangtua atau wali yang membelikan mereka.
Kenyataan bahwa mereka (sangat mungkin) punya orangtua itu justru menjadi ironi yang sangat tajam. Orangtua macam apa yang memberi anak-anaknya sepeda motor dan membiarkan mereka memakai sepeda motor itu tanpa kontrol?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anak-anak naik sepeda motor di jalan raya itu sudah merupakan pelanggaran serius terhadap UU Lalu Lintas. Itu pun belum cukup. Mereka naik sepeda motor dengan melanggar berbagai aturan, seperti tidak memakai helm, berboncengan tiga orang, melawan arus, dan menerobos lampu rambu-rambu lalu lintas.
Kecelakaan yang melibatkan anak-anak seperti itu tidak sedikit. Ada banyak kecelakaan yang menyebabkan korbannya luka parah, cacat, bahkan mati. Tapi fakta itu tak kunjung membuat para orangtua sadar. Seakan ancaman kecelakaan fatal itu adalah perkara remeh.
Bagaimana dengan polisi? Polisi menindak para remaja itu, tapi tindakannya jauh dari cukup. Buktinya, para remaja itu bebas berkeliaran. Tak jarang polisi membiarkan mereka, hanya sekadar memandang saja. Boleh jadi ini bagian dari lingkaran setan. Polisi enggan menindak karena sudah terlalu banyak kejadian dan pelakunya. Diamnya polisi membuat kejadian dan pelakunya makin banyak. Bila dibiarkan terus, keadaannya akan makin parah.
Kembali ke soal gerombolan remaja tadi, mereka boleh naik sepeda motor sebelum waktunya. Mereka biasa naik sepeda motor dengan melanggar berbagai aturan. Ketika mereka berkumpul, keinginan untuk unjuk diri menguat, dan itu diwujudkan dalam bentuk perilaku negatif. Makin besar perkumpulannya, makin negatif perilaku yang dipamerkan.
Lagi-lagi kontrol orangtua menjadi masalah utama. Tidakkah para orangtua itu tahu dengan siapa saja anak-anak mereka berteman, ke mana saja mereka pergi, dan apa yang mereka lakukan? Banyak orangtua yang tidak tahu perihal yang paling fundamental soal anak mereka. Kalau terjadi sesuatu yang mengerikan, barulah mereka terkejut.
Normalnya, orangtua tahu dengan siapa anak bergaul, apa kegiatan mereka. Kecenderungan perilaku teman-teman anak kita harus kita pantau. Yang terbaik adalah mengenali mereka serta orangtua mereka. Dengan begitu para orangtua dapat saling berkomunikasi tentang perilaku anak-anak. Jangan ada blank spot soal perilaku anak, yaitu wilayah di mana perilaku anak-anak tidak bisa dipantau. Di wilayah itulah terjadi hal-hal yang mengerikan tadi.
Dalam hal anak-anak pelaku kejahatan tadi, blank spot itu terlalu besar. Anak-anak dibiarkan naik sepeda motor keluar malam, bahkan hingga larut malam. Itu jelas tidak mencerminkan adanya kontrol dari orangtua. Lebih parah lagi, anak-anak itu bahkan punya senjata tajam!
Orangtua yang tidak punya kendali terhadap anak-anak adalah satu masalah besar dalam masyarakat kita. Anak-anak mereka tumbuh tak terkendali, bahkan menjadi kriminal. Mengapa itu bisa terjadi? Karena banyak orangtua yang sebenarnya tak siap jadi orangtua. Mereka membentuk keluarga sekadar mengikuti arus sosial, bahwa pada usia tertentu seseorang harus menikah. Mereka tidak mempersiapkan diri secara khusus untuk merawat dan mendidik anak. Banyak pula yang salah kaprah, bahwa mendidik anak itu identik dengan menyekolahkan anak.
Para orangtua jenis ini tidak paham bagaimana perkembangan anak-anak mereka. Juga tidak tahu bagaimana harus bertindak ketika anak mereka bermasalah.
Bagaimana dengan korbannya? Meski bukan pelaku tindakan brutal, pertanyaan yang sama tetap harus diajukan kepada para orangtua mereka. Yang dilanggar adalah prinsip yang sama, yaitu kontrol. Kesalahan pertama, anak diberi kesempatan naik sepeda motor sebelum waktunya. Kedua, mereka keluar rumah pada waktu-waktu yang tidak normal. Meski anaknya tidak nakal, orangtua seharusnya memperhitungkan risiko yang dihadapi anak di luar sana ketika ia keluar rumah.
Soal ini bukan soal remeh. Para orangtua, sekolah, kepolisian, mesti mengambil tindakan yang sangat serius untuk mengatasinya.
Hasanudin Abdurakhman cendekiawan, penulis dan kini menjadi seorang profesional di perusahaan Jepang di Indonesia
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini