Energi akan terus menjadi hal dasar paling krusial dalam roda kehidupan manusia. Kebutuhan energi yang semakin meningkat, mendorong insinyur-insinyur muda untuk mencari jawaban pada energi terbarukan. Namun, masih kurangnya penelitian akan energi terbarukan di Indonesia membuat negara kita masih bergantung dalam penggunaan batu bara untuk keperluan bahan bakar pembangkit-pembangkit listrik. Hal ini menyebabkan semakin tingginya kebutuhan batu bara. Bila ketergantungan ini tidak dihentikan, maka ketersediaan batu bara akan semakin menipis untuk beberapa tahun ke depan.
Selain faktor produksi yang semakin menipis, dampak lingkungan juga menjadi salah satu alasan penting mengapa kita harus cepat berpindah dari batu bara. Polusi udara yang dihasilkan batu bara dapat menyebabkan kematian bagi manusia, karena batu bara mengeluarkan partikel PM 2,5 yang mudah masuk ke tubuh manusia melalui udara yang dihirup dan dapat menyebabkan kanker. Menurut aktivis Greenpeace International Lauri Myllyvirta, penggunaan batu bara menyebabkan 60 ribu orang Indonesia meninggal dunia tiap tahun. Walaupun dampak lingkungannya sangat berbahaya, Indonesia masih tidak ingin lepas dari penggunaan batu bara karena harganya yang saat ini masih stabil di pasar dunia, dan Indonesia masih tergantung pada batu bara sebagai komoditas utama ekspor.
Berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, Indonesia harus cepat-cepat berpindah menggunakan energi terbarukan. Pemerintah harus menggencarkan penelitian-penelitian akan energi terbarukan mulai saat ini, karena apabila suatu saat batu bara sudah semakin menipis, kebutuhan akan energi tidak akan bisa dipenuhi secara mandiri. Energi terbarukan akan menjadi solusi jangka panjang akan kebutuhan energi Indonesia.
Namun, masalahnya, apakah kita mampu tidak menggunakan batubara pada tahun 2045? Saya beserta teman-teman dari Departemen Teknik Mesin UI melakukan studi forecasting, yang intinya kita mencoba analisis dari segi ilmu teknik apakah batu bara bisa sirna guna pada 2045?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awal mula, penggunaan terbesar dalam permintaan energi terdapat pada sektor transportasi, industri, dan rumah tangga. Dua sektor yang disebut terakhir sangat membutuhkan batu bara, dengan jumlah mencapai kisaran 2,100 juta Barrel Oil Equivalent (BOE). Untuk sektor rumah tangga akan menguasai 70%. Sedangkan, industri 19% untuk elektrisitas (aliran listrik yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari) --memang terlihat kecil, namun ini merupakan angka yang besar untuk semua permintaan sektor energi jika diakumulasikan dengan sektor lain. Batu bara merupakan bakar terbesar yang digunakan saat ini untuk elektrifikasi.
Menurut BPPT, produksi batu bara nasional diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan penambahan kontrak batu bara baru dan peningkatan kebutuhan batu bara nasional. Peran batu bara yang pada awalnya ditujukan sebagai komoditas ekspor pada akhirnya mayoritas akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Hal ini disebabkan karena batu bara masih merupakan jenis bahan bakar fosil yang murah dan sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan PLTU sebagai beban dasar dan kebutuhan beberapa industri, seperti semen, tekstil, dan baja.
Menurut BPPT, produksi batu bara nasional diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan penambahan kontrak batu bara baru dan peningkatan kebutuhan batu bara nasional. Peran batu bara yang pada awalnya ditujukan sebagai komoditas ekspor pada akhirnya mayoritas akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Hal ini disebabkan karena batu bara masih merupakan jenis bahan bakar fosil yang murah dan sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan PLTU sebagai beban dasar dan kebutuhan beberapa industri, seperti semen, tekstil, dan baja.
Solusinya apa? Tentunya pembaharuan energi atau Renewable Energy Development. Ini merupakan salah satu upaya untuk mengurangi penggunaan batu bara maupun energi tak terbarukan lainnya. Potensinya yang besar serta pemanfaatan yang mudah didapat di Indonesia bukan menjadi keraguan lagi jika bangsa ini sedang menuju ke hal tersebut. Hal ini terlihat dari keseriusan pemerintah dalam meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Diproyeksikan bahwa pada 2046 penggunaan energi terbarukan sudah mencapai angka 1000 juta BOE, atau setengah bagian dari permintaan sektor industri dan rumah tangga.
Tapi, balik lagi ke topik, bisakah kita pada 2045 hidup tanpa batu bara? Kami akan menampilkan hasil percobaan sederhana kami. Dengan menggunakan LEAP: the Long-range Energy Alternatives Planning system kami melakukan analisis dengan parameter di sektor industri dengan melibatkan faktor pendukung seperti pertumbuhan GDP, hingga interpolasi berdasarkan data ESDM. Hasilnya adalah stok energi tidak mengalami pertumbuhan, bahkan melemah, sementara kebutuhan terus meningkatkan tiap tahunnya. Ini mengindikasikan bahwa kita masih butuh dengan batu bara pada 2045.
Batu bara akan menjadi "santapan pokok" bagi kehidupan bangsa. Kita ketahui bersama bahwa energi menjadi penopang sebuah bangsa. Energi yang mapan mampu menjaga stabilitas negara. Sungguh kacaunya Venezuela dan Arab Saudi yang meronta akibat penggunaan minyak bumi yang makin krisis dan faktor politik. Maka, tak heran pada tahun politik seperti sekarang ini, masalah energi dimainkan sebagai isu bagi kemajuan bangsa ke depan.
Aswin Silanda, Rachman Setiawan Program Studi Teknik Mesin, Departemen Teknik Mesin - Universitas Indonesia
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini