Jakarta - Kita sempat berbangga diri karena bangsa ini masih punya solidaritas yang luar biasa untuk membantu saudara-saudaranya yang terkena bencana tsunami di Aceh dan Nias. Perasaan senasib dan sepenanggungan demikian kuat, sehingga tidak hanya orang berpunya, orang yang hidupnya pas-pasan pun ikut menyumbang untuk meringankan penderitaan sudara-saudaranya sebangsa.Barangkali, itulah kebanggaan tersisa dari satu bangsa besar ini; bangsa yang pernah dihormati dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Bagaimana tidak, berpuluh tahun kita mendapat cap sebagai bangsa yang hina dina: pembantai komunis, penjajah Timtim, pelanggar HAM, penjarah barang publik, pencuri di negeri jiran, dll. Bahkan sampai sekarang, Indonesia tetap masuk kategori sebagai bangsa terkorup di dunia.Perasaan sebagai bangsa yang beradap pada pascatsunami itu, menyadarkan kita semua bahwa solidaritas sebagai bangsa ternyata masih kuat, di tengah carut marut perpolitikan nasional. Para pemimpin, elit politik maupun elit ekonomi, boleh saja bertikai dan adu lihai untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun kelompok, tapi rakyat tetap utuh sebagai bangsa; rakyat tetap merasa senasib sepenanggungan.Oleh karena itu, hari-hari belakangan ini hati kita kembali sedih dan bertanya-tanya, sudah sedemikian bejatkah moral sebagian dari kita sehingga tanpa merasa bersalah mencuri BBM yang jelas-jelas dibutuhkan oleh saudara-saudarannya? Mengapa masih ada di antara kita yang dengan enak hati, menimbun BBM guna mendapatkan keuntungan kelak kalau harga sudah naik, sementara mereka tahu bahwa saudara-saudaranya berjam-jam antri untuk mendapatkan sejrigen dua jrigen BBM?Gugatan moral ini tak akan selesai dengan imbauan atau kecaman. Mesti ada tindakan kongkrit buat mereka yang menyengsarakan saudara-saudaranya. Warga yang mengetahui segera lapor ke aparat, dan polisi harus segera menangkapnya. Mereka yang tertangkap dipermalukan saja di depan publik dengan ditayangkan di media massa. Tidak cukup, polisi menyebut telah ada sekian tersangka. Karena dengan menutupi mereka, masyarakat tidak bisa mengikuti proses penanganannya. Sudah banyak kasus, tersangka hilang begitu saja, tanpa jelas alasannya.Tindakan-tindakan konkrit itu penting, agar perasaan bangsa yang senasib lantaran harga BBM internasional naik, benar-benar ditanggung semua orang; bukan sebagai bangsa yang senasib diguncang harga minyak, akibatnya hanya ditanggung sebagian orang, dan sebagaian orang yang lain malah menikmatinya. Kita benar-benar harus mempermalukan dan menghukum mareka yang mencuri dan menimbun BBM. Tentu saja, bukan hanya pekerja-pekerja pencurian atau penimbunan, tetapi juga cukong-cukong dan beking-bekingnya.Akhirnya, harus ditegskan di sisi, bahwa penderitaan yang dialamai oleh sebagian kita akibat kelangkaan BBM adalah buah kebijakan yang tak jelas dari pemerintah. Rencana mengurangi subsidi BBM yang berarti juga menaikkan harga minyak, terlalu lama diwacanakan, sehingga mengundang para pencuri dan penimbun untuk bereaksi. Bahwa harga minyak harus naik, sebagai besar rakyat juga sudah bisa mengerti, karena mereka setiap hari mengikuti pemberitaan media massa. Bahwa, subsidi BBM harus dikurangi agar APBN tidak njeblok, parlemen sudah oke. Tapi, mengapa pemerintah tidak segera bertindak? Apa pemerintah mau disebut bersekongkol dengan pencuri dan penimbun BBM? Atau pemerintah takut oleh
move-move politisi bangkotan yang sudah tak jelas kredibilitasnya itu?
(Didik Supriyanto/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini