Bajul Tobil
Catatan:
Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com

Den Haag - Prestasi Persebaya sebenarnya jeblok, lalu manajemen mencari alasan untuk lari mengundurkan diri. Langkah itu bukan watak Bajul (buaya), mencederai sepakbola dan ngenyek bonek. Bajul sejati mestinya akan gagah berani bertarung menghadapi lawan-lawannya hingga titik darah penghabisan. Tak peduli apakah kulitnya nanti akan dijadikan sepatu yang melekat di kaki Kris Dayanti atau jadi tas sexy yang dikempit Sarah Ashari. Tapi apa lacur? Manajemen Persebaya atas perintah Walikota, memilih tinggal gelanggang colong playu atau menurut lidah Melayu: kabur dari gelanggang, lari lintang pukang. Menyerah kalah sebelum bertarung. Ini nista dan aib besar. Bukan watak kaum Bajul Ijo, yang secara historis selalu lekat dengan watak ksatria, turunan pahlawan gagah berani nan tak pernah takut terhadap sekutu atau Buto Ijo sekalipun.Manajemen mencari-cari alasan kerdil di luar lapangan, yang belum teruji kebenarannya. Antara lain karena tak mau bonek disakiti. Lho, sakit-perih itu sudah bagian dari tekad dan semangat mendukung Bajul berlaga. Tak mau bersakit-sakit yang bukan bonek namanya, mending dikeloni Bapa Biyung saja di rumah. Yang penting Bajul berlaga saja dulu, bertarung hidup mati ala gladiator. Bukannya malah takut berlaga lalu mencari-cari alasan atas nama bonek. Itu namanya air mata buaya... eh, bajul.Alasan seperti itu juga menunjukkan bukan bonek sejati. Di Belanda, ribut di luar lapangan itu sudah biasa, terutama jika dua musuh bebuyutan Feyenoord - Ajax saling bersua. Mau tahu apa sumpah pengorbanan suporter Feyenoord? Met Bloed, Zweet en Traan! (dengan darah, keringat dan airmata!). Duel-duel Feyenoord - Ajax selalu diawali dan diakhiri dengan perang puputan suporter, baik duel digelar di stadion De Kuip Rotterdam maupun di ArenA Amsterdam. Kadang mereka saling berlomba membajak kereta pengangkut suporter lawan, lalu menyerang.Tapi itu semua adalah bumbu di luar lapangan, yang menjadi porsi polisi dan ada perangkat hukum yang berlaku. Urusan tim adalah di dalam lapangan. Ada rules of game (kompetisi) yang harus dihormati. Belum pernah Feyenoord atau Ajax mundur dengan alasan suporternya disakiti, apalagi dalam posisi tak punya harapan atau gelar juara bakal lepas. Kerdil dan cengeng sekali. Suporter Belanda terlalu cerdas untuk dikadali seperti itu. Mereka juga punya pengurus sendiri yang independen dan posisinya cukup disegani oleh pihak klub. Jika klub memble, suporter bisa memboikot. Klub rugi. Sejajar dengan 'sejawat' di Eropa, bonek-bonek sejati sebaiknya kritis terhadap manajemen Persebaya atas keputusan yang tidak sesuai dengan watak Bajul Ijo itu. Itu aib, ngisin-ngisini (bikin malu). Bonek harus punya tradisi menjaga kehormatan dan harga diri. Mereka punya arsenal pertanyaan untuk diberondongkan, mengapa mundur sebelum bertarung? Mengapa memakai alasan tak tega bonek disakiti, padahal sakit-perih itu sudah risiko bonek? Bonek sejati tidak cengeng seperti itu. Seperti legiun bonek Feyenoord yang rela berkorban darah, keringat dan airmata. Di luar haru-biru itu, kondisi obyektif sebenarnya menunjukkan bahwa prestasi Persebaya tahun ini jeblok, yang dapat dinilai sebagai kegagalan manajemen. Dalam duel 8 besar Grup Barat, Bajul Ijo terbenam dalam lumpur paling bawah akibat keok dari PSIS 1-0 (18/9/2005), lalu ditahan PSM 2-2 (16/9/2005). Dalam situasi seperti inilah manajemen memutuskan Persebaya mundur dari duel melawan Persija, dengan mencari alasan situasi di luar yang tidak ada relevansinya dengan situasi di lapangan. Seandainya manajemen Persebaya bermental bajul seperti mental bonek-boneknya, mestinya mereka akan berteriak kepada timnya, "Bertarunglah kalian sebagaimana bajul-bajul bertarung!" Urusan tidak puas dengan penyelenggaraan dapat dipertarungkan di tempat terpisah, juga dengan watak bajul yang pantang menyerah. Bila perlu sampai ke pengadilan. Bukan malah mundur sebelum bertempur.Jika ingin sepakbola Indonesia waras, maka PSSI perlu memberi sanksi berat kepada manajemen bermental tidak ksatria seperti itu. Bonek Persebaya juga perlu kritis kepada manajemen klubnya, sebab kalau tidak Bajul Ijo kelak bakal ditertawakan orang sebagai Tobil, anak kadal yang lari lintang pukang bila melihat lawannya.
(/)