Paradoks Golput

Kolom

Paradoks Golput

Teddy Firman Supardi - detikNews
Senin, 28 Jan 2019 10:38 WIB
Foto: detik
Jakarta - Demokrasi dikatakan baik jika ada ruang perdebatan publik yang dapat memperkaya kebajikan publik (public virtue). Demokrasi juga dapat berjalan cepat dan lambat ketika partisipasi politik dapat berjalan secara aktif dan kritis. Aktif artinya, kita sebagai warga negara menjadi lokomotif dalam setiap mekanisme demokrasi seperti pemilu. Kritis artinya, kita akan tetap dalam lokomotif mekanisme demokrasi dan memastikan jalannya pemerintahan dengan segala saluran partisipasi politik yang ada.

Demokrasi memang bukan sistem politik akhir yang menyelesaikan segala cara, tetapi melalui demokrasi kita dapat secara terbuka menyatakan apa yang baik dan tidak baik dengan kebebasan yang kita miliki. Perspektif baik dan tidak baik bisa dilihat sejauh mana pilihan-pilihan kita untuk meningkatkan kualitas demokrasi kita. Dan, keduanya memiliki konsekuensi yang dapat memajukan atau memundurkan demokrasi di Indonesia.

Saat ini persoalan apa yang baik dan tidak baik bagi demokrasi itu kembali diperbincangkan. Menjelang pemilu, seperti biasa perdebatan gelombang "golongan putih" (golput) kembali diperbincangkan. Tentu, sebagai negara demokrasi yang masih rentan seperti Indonesia, perjuangan politik kewargaan juga masih mencari bentuk yang lebih baik. Tetapi, yang menjadi permasalahan adalah ketika meluasnya gerakan golput hanya dijadikan sebagai bagian menguatnya intelektualisme yang hanya menyasar kelompok pemilih rasional saja, dan minim perdebatan bagaimana kualitas demokrasi diperbaiki.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Golput dalam praktiknya menjadi sinyal ketidakpercayaan terhadap pilihan dan saluran politik yang ada. Dalam kadar tertentu, golput juga menjadi ruang kritik untuk institusi dan aktor politik atas suksesi kepemimpinan yang terjadi. Jika masih dalam saluran politik yang baik, golput juga dapat dijadikan momentum untuk membenahi kekurangan kapasitas politik yang ada. Aspirasi golput biasanya terjadi karena proses agregasi kepentingan berjalan ditempat, tidak adanya saluran politik yang memadai untuk memenuhi kepentingan-kepentingan yang menyasar aspirasi kelompok ini.

Perjuangan Politik

Joseph Schumpeter pernah berkata bahwa demokrasi memang bukan ideologi yang terbaik, tetapi ada suatu proses di mana demokrasi memiliki sifat bebas untuk diperbaharui nilai dan pendekatannya. Demokrasi yang baik pasti akan selalu memberikan kesempatan untuk berkembangnya nilai-nilai baru sesuai dengan tantangan demokrasi itu sendiri.

Gus Dur pernah menulis sebuah esai yang berjudul Apa yang Kau Cari Golput? di Harian Kompas pada 20 Maret 2004. Gus Dur mengatakan, "Menyerahkan jalannya roda pemerintahan kepada para penguasa tanpa melalui pemilu rasanya amat berjauhan dari sikap hidup sebagai bangsa. Sebagai bangsa pejuang, kita sanggup hidup dalam keadaan apapun tanpa kehilangan akal sehat. Kita tetap dapat membedakan mana yang benar dan salah. Dengan melakukan pemboikotan atas jalannya pemilu, berarti kita kehilangan keuletan berjuang dan hanya mengingini sesuatu yang dibuat orang lain dan disajikan orang di luar diri kita."

Pesan Gus Dur itu memperteguh bahwa rakyat punya medan perjuangan politik yang luas. Jika kita sudah muak melihat akrobat politik oligarki yang membuat pilihan kita sudah berakhir, maka bukan berarti proses politik harus diserahkan pada mekanisme sikap abai dan menghilangkan tanggung jawab politik kita sebagai rakyat. Etos kerja politik masyarakat yang harus terus diperluas menjadi penanda bahwa demokrasi kita berjalan dengan baik.

Golput bisa saja dikatagorikan sebagai hak politik yang sah dalam demokrasi. Namun, jika kita sebagai manusia yang hidup di dalam sistem memilih untuk diam dan tidak bersuara, maka segala mekanisme kontrol kritis yang seharusnya dimiliki masyarakat akan kita serahkan pada kesempatan untuk kekuatan politik yang tidak baik untuk berkuasa.

Golput bukan saja menjadi masalah pada jalannya kehidupan demokrasi. Lebih dari itu, jalan perjuangan politik yang banyak disediakan oleh sistem demokrasi harus kita potong dengan memilih diam dan membiarkan sistem berjalan tanpa kontrol rakyat yang memadai. Masalah yang kemudian timbul bukan hanya hilangnya kepercayaan kita terhadap arah perjuangan yang disediakan oleh sistem demokrasi; munculnya budaya politik seperti ini juga memunculkan sikap apatis terhadap upaya merayakan kehidupan bangsa yang besar.

Daulat Rakyat

Pemilu bukan hanya momen ketika kita memberikan pilihan di TPS. Pemilu sejatinya bentuk utama dari kedaulatan rakyat dalam demokrasi. Untuk itu, hasil dari pemilu merupakan wujud dari realitas pilihan rakyat. Meskipun hari ini kita masih menghadapi masalah-masalah seperti politik uang, korupsi politik, dan gagalnya regenerasi kepemimpinan politik, memilih berhenti memperbaiki daripada melanjutkan merupakan tindakan politik yang salah.

Memang ada peningkatan angka golput dari pemilu ke pemilu. Pemilihan Presiden yang baru dilaksanakan langsung pada tahun 2004, 2009, dan 2014 saja menunjukkan fenomena angka golput yang meningkat. Pada 2004 golput pada putaran I menunjukkan angka sebesar 21.80 persen dan putaran II sebesar 23.40%. Pada 2009 meningkat sebesar 28.30 persen dan semakin meningkat pada 2014 sebesar 29.01 persen.

Pemilu 2019 dilaksanakan Pileg dan Pilpres secara serentak. Momen tahun politik harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari medan perjuangan politik rakyat yang sah. Ketika gelombang golput membesar dan mengabaikan pilihan politik yang ada, maka kita harus menimbang ulang apa yang dikatakan oleh Gus Dur untuk memikirkan kembali dan meneruskan keuletan kita untuk berjuang dalam saluran politik yang disediakan oleh demokrasi.

Demokrasi yang kita jalani memang bukan perangkat sempurna untuk memenuhi tujuan masing-masing dari kita. Tetapi, memilih membuang semua perangkat malah akan menjadikan kita kehilangan fungsi untuk memperbaikinya.

Teddy Firman Supardi peneliti, Direktur Eksekutif Depublica Institute (Center for Local Development Research and Studies) dan associate consultant di Visi Strategic Consulting (mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads