Jangan Remehkan Kopi
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

"Common Sense" Ishadi SK

Jangan Remehkan Kopi

Sabtu, 29 Des 2018 10:29 WIB
Ishadi SK
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Ishadi SK (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta - Ngopi sekarang sedang tren. Tidak hanya orang-orang tua, namun juga kaum milenial. Tidak harus di kafe mahal dan bermerek, tapi di warung-warung sederhana di pelosok gang sempit. Gerakan ini tentu saja akan mendorong industri kopi yang berbasis perkebunan-perkebunan, maupun petani-petani kopi dadakan akan meningkat.

Gejala ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Di Amerika Utara dan Eropa khususnya sepertiga dari air kran di rumah-rumah ternyata dipakai untuk konsumsi kopi. Di seluruh dunia tahun 2000 diproduksi 6,7 juta metrik ton kopi atau sama dengan 6,7 miliar kilogram. Sepuluh tahun kemudian tahun 2010 meningkat menjadi 7 miliar kilogram per tahun.

Negara penghasil kopi terbesar di dunia adalah Brasil, Vietnam di urutan kedua, disusul Indonesia dan Ethiopia. Dua puluh tahun lalu Indonesia berada di posisi nomor dua. Pohon kopi ditemukan dari Ethiopia pada tahun 1000 SM, namun untuk akhirnya digunakan sebagai minuman memerlukan waktu 1600 tahun. Sebelumnya kopi hanya digunakan untuk ternak kambing dan hewan gembalaan lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada tahun 1000 M, biji kopi dibawa dari Ethiopia melewati Laut Merah ke Jazirah Arab. Bangsa Arab memiliki peradaban yang lebih tinggi dibanding Ethiopia, serta memiliki teknologi untuk mengolah biji kopi menjadi konsumsi kopi sebagai minuman penambah energi, khususnya saat beribadah di malam hari.

Perdagangan kopi meningkat seiring dengan penyebaran agama Islam ke Afrika, Laut Tengah dan India. Pada abad ke-17 lewat pedagang Venesia, tanaman kopi menyebar sampai ke Turki. Orang Belanda kemudian pada tahun 1690 membawa biji kopi ke Pulau Jawa untuk ditanam secara besar-besaran.

Abad ke-18 Raja Prancis Louis XIV memperoleh hadiah pohon kopi dari Raja Belanda. Raja Louis kemudian mengembangkannya hingga ke Martinique, Prancis dan berkembang pesat di sana. Dari Martinique kopi menyebar hingga ke Amerika Latin, khususnya Brasil. Pemerintah Brasil kemudian berhasil membudidayakannya dalam skala yang sangat besar sehingga Brasil menjadi negara produsen kopi terbesar di dunia hingga sekarang.

Kopi kemudian berkembang khususnya di negara koloni Eropa, termasuk Amerika Utara dan Amerika Selatan. Pada awal abad ke-15 kopi masih dianggap sebagai minuman yang suci oleh Sultan Mekkah. Tahun 1600 Paus Clement VIII memberikan izin kaum Kristiani untuk minum kopi. Tahun 1645 kedai kopi pertama di Italia dibuka, disusul Inggris pada 1652, yang segera berkembang di berbagai daerah. Paris baru membuka kedai kopi pertamanya pada 1672. Setelah itu perkembangannya tidak terbendungkan.

Di New York, minuman terfavoritnya bir, tapi pada tahun 1668 tergantikan oleh kopi. Pada 1938 Swiss mempelopori industri komersial kopi Nescafe yang sekarang masih menjadi produk unggulan nomor satu di dunia.

Ada tiga jenis varietas utama kopi di Indonesia, Arabica (Coffea arabica), Robusta (Coffea robusta) dan Liberica (Coffea liberica). Perbedaannya, biji kopi Arabica umumnya tumbuh di ketinggian 600-3000 meter, pohon kopi dapat tumbuh hingga tiga meter bila lingkungannya baik. Cirinya biji yang dihasilkan cukup kecil dan berwarna hijau hingga merah gelap. Benih kopi Arabica pertama kali ditanam di daerah Kedawung dekat Batavia pada tahun 1696. Tanaman di Kedawung gagal karena iklim yang tidak memadai. Pemerintah Belanda memindahkan perkebunan kopi di Malabar, Jawa Barat dan ternyata sukses sehingga kemudian dibudidayakan ke Sumatera, Sulawesi, Bali, Timor dan pulau lainnya.

Varietas berikutnya Robusta, pertama kali ditemukan di Kongo pada 1898. Pemerinta Belanda baru mengembangkan jenis kopi ini pada awal abad ke-19, khususnya di daerah-daerah dataran rendah di seluruh Indonesia. Kopi ini dapat tumbuh di ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Kopi Robusta bisa disebut sebagai kopi kelas dua, sebab rasanya lebih pahit, sedikit asam, dan kandungan kafeinnya kadarnya jauh lebih banyak. Kopi Robusta kemudian paling banyak berkembang di Lampung, yang kemudian menjadi gudang kopi utama Indonesia. Selanjutnya kopi Liberica, kopi ini berasal dari Liberia. Meskipun bukan kopi khas Indonesia, kopi Liberica menjadi bahan ekspor penting dari Indonesia.

Di luar varietas itu ditemukan varietas jenis kopi luwak. Kopi luwak adalah produk asli Indonesia. Pada dasarnya kopi luwak adalah kopi jenis Arabica yang dijadikan makanan utama oleh luwak. Tidak seluruhnya biji yang dimakan dapat dicerna, sebagian kemudian keluar bersama kotorannya. Karena mengalami fermentasi singkat oleh bakteri alami dalam perutnya, membuat kopi luwak mempunyai cita rasa tambahan yang unik sehingga harganya sangat mahal.

Di Thailand, biji kopi dicoba untuk menjadi makanan gajah sebagai eksperimen awalnya, dan ternyata sukses. Pada tahun 2000-an, sebagian dari biji kopi yang masih utuh bersama kotoran dikumpulkan dan dijual seharga USD 1.100. Menjadi kopi termahal di dunia, tiga kali lebih mahal dari kopi luwak Indonesia.

Di Indonesia konsumsi kopi per kapita meningkat dengan tajam sejak 2014. Menurut Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEIKI), konsumsi kopi Indonesia mencapai 260.000 kilogram, naik menjadi 280.000 kilogram pada 2015. Tahun 2018 diperkirakan mencapai 300.000 kilogram. Menurut Euromonitor pertumbuhan penjualan kopi untuk konsumsi pribadi mencapai pertumbuhan 7% setahun. Nilai perdagangannya bisa mencapai Rp 11,9 triliun pada tahun 2020.

Kopi di Indonesia ditanam hampir di seluruh pelosok, namun ada empat daerah penghasil kopi yang amat populer dan disukai oleh kalangan peminum kopi di Indonesia, yaitu kopi Sumatera (kopi Mandailing), kopi Jawa (moka kopi), kopi Toraja (kalasi kopi), dan kopi Aceh (kopi gayo).

Buku Tahunan Komoditas pada Konferensi PBB tentang Perdagangan pada periode 1970 - 1998 menunjukkan di "dunia ketiga" minyak mentah berada di posisi pertama, sedangkan kopi pada posisi kedua. So, jangan remehkan kopi. Untuk Indonesia kopi adalah masa depan Indonesia asalkan Indonesia menata kembali tanaman kopi menjadikannya sebagai tanaman industri. Mulai dari industri penanaman kopi hingga menjadi branding bubuk kopi mulai dari industri tanaman kopi Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara hingga Papua.

Dua puluh tahun lalu ekspor kopi Indonesia berada pada posisi kedua dunia setelah Brasil, namun kemudian disusul oleh Vietnam dan menjadi negara ketiga ekspor kopi. Pada kurun waktu sepuluh tahun ke depan, lewat tata kopi yang lebih baik dan moderen Indonesia harus bisa meningkatkan ekspor kopinya dan mengembalikan pada posisi sebagai ekspor kopi kedua dunia setelah Brasil.

Yuk, kita ngopi!

Ishadi SK Komisaris Transmedia

(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads