Catatan Kaki Kebijakan Publik 2018
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Catatan Agus Pambagio

Catatan Kaki Kebijakan Publik 2018

Kamis, 27 Des 2018 11:40 WIB
Agus Pambagio
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Agus Pambagio (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta - Kebijakan publik merupakan langkah pemerintah untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melalui implementasi kebijakan, pemerintah mengatur jalannya roda pemerintahan. Tanpa kebijakan, pemerintah tidak dapat memberikan pelayanan publik yang baik. Tanpa kebijakan, pemerintah tidak dapat memfasilitasi pelaku usaha untuk dapat tumbuh dan membayar pajak dengan baik.

Dari sisi kebijakan pembangunan infrastruktur (bandara, pelabuhan laut dan penyeberangan, jalan tol, bendungan, pembangkit listrik, dan sebagainya), pemerintahan Presiden Jokowi menunjukkan angka kemajuan yang baik dibanding pada era sebelumnya yang nyaris tak terlihat adanya pembangunan infrastruktur secara masif. Berbagai proyek infrastruktur telah dibangun. Namun, sayang ada kelemahan di sisi tata kelola proyeknya karena atas nama percepatan sering melupakan kajian teknis-sosial-ekonomi yang matang serta unsur konektivitasnya antarsektor.

Kebijakan energi di tahun 2018 agak membingungkan publik terkait dengan perintah Presiden agar BBM Premium kembali masuk ke jaringan Jawa-Madura-Bali (Jamali) beberapa hari menjelang Hari Raya Idul Fitri 2018 lalu. Kebijakan ini membuat tambahan beban finansial bagi Pertamina untuk membiayai pembuatan dan penyaluran Premium. Begitu pula dengan kebijakan penggunaan Biosolar 20 (B-20) yang diterapkan tanpa komunikasi publik yang baik, sehingga membuat heboh industri transportasi, energi dan alutsista TNI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Catatan lain yang sempat menghebohkan dari sisi kebijakan adalah kebijakan impor beras, garam, dan gula yang antara lain sempat memicu debat kusir antara Menteri Perdagangan dengan Kepala Bulog yang kita kenal dengan tragedi "matamu". Sayang, sampai hari ini data tentang beras masih diragukan akurasinya. Lalu, ada juga heboh kebijakan Online Single Submission (OSS), Kebijakan Ekonomi Paket 16, Kebijakan Pariwisata, dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa catatan pribadi, saya akan mengulasnya secara singkat dengan tujuan supaya pemerintah lebih berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan di tahun politik 2019. Keluarnya kebijakan harus ada manfaatnya untuk publik dan dunia usaha tanpa harus menambah beban APBN terlalu signifikan, misalnya melalui subsidi.

Persoalan Dasar

Model pembangunan yang dilakukan pemerintah saat ini memang memunculkan pembangunan infrastruktur yang masif. Hanya saja pembangunan infrastruktur tanpa disertai studi kelayakan, khususnya sosial ekonomi yang baik akan membuat beban APBN di masa datang bertambah berat karena tingginya biaya operasi dan perawatan infrastruktur itu sendiri.

Sebagai contoh, ada bandara internasional yang patut diduga dibangun bukan untuk kepentingan publik, sehingga tidak feasible untuk maskapai menerbangkan armadanya dari dan ke bandara tersebut. Lalu, ada pelabuhan laut yang dibangun namun belum menunjang program tol laut pemerintah karena jenis komoditi yang akan diangkut tidak melalui kajian yang matang terkait resiprokalitas logistik antardaerah. Sehingga muncul masalah kapal kekurangan muatan atau tidak ada kapal yang singgah ke pelabuhan tersebut.

Dari sisi pembangunan Tol Trans Jawa maupun Tol Trans Sumatra, terlihat upaya pemerintah sangat agresif. Jujur kita harus angkat topi pada Kementerian PUPR yang terus semangat membangun. Namun, dalam pengoperasian, khususnya untuk mempercepat angkutan logistik belum tercapai. Akibatnya kerugian cukup besar akan ditanggung oleh operator/investor jalan tol, karena angkutan logistik masih enggan menggunakan tol terkait dengan mahalnya tarif tol saat ini.

Dengan tarif lebih dari satu juta rupiah sekali jalan dari Jakarta hingga Surabaya membuat sopir truk enggan menggunakan tol. Meskipun waktu tempuhnya lebih cepat, tetapi karena muatan diangkut secara borongan, mau cepat atau lambat pendapatan sopir truk tetap. Pengeluaran sopir truk untuk istirahat, makan, dan biaya pungli di jalan arteri masih lebih murah dibanding melalui jalan tol. Akibatnya pengelola jalan tol butuh waktu lebih lama untuk dapat menarik angkutan logistik masuk tol. Tentunya hal ini merugikan investor tol secara finansial.

Terkait dengan kebijakan memasukkan kembali BBM Premium ke Jamali membuat Pertamina tambah berdarah-darah karena harus menanggung biaya subsidi Premium lebih besar. Selain itu, kebijakan ini membuat rakyat yang sudah tidak lagi pusing dengan bensin Premium karena sudah tergantikan dengan Pertalite kembali mencari dan menggunakan Premium meskipun tidak signifikan. Kebijakan ini ibaratnya menggugah macan tidur, apalagi didorong dengan harga minyak mentah yang masih mahal.

Masih tingginya makelarisasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) ternyata juga menghambat pembangunan ketenagalistrikan berbasis non fosil. Belum lagi bisnis model di PT PLN, sebagai satu-satunya pembeli listrik (off taker), belum berubah sehingga investor ketenagalistrikan masih akan menghadapi kendala terkait perjanjian jual beli listrik (PJBL) dengan PT PLN yang seharusnya bisa diselesaikan secara business to business.

Begitu pula dengan kebijakan penggunaan Biosolar 20 (B-20) yang diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 66 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas Perpres Dana Sawit dan Peraturan Menteri (Permen) No. 41 Tahun 2018 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, belum berhasil meyakinkan pengguna bahwa B-20 akan tersedia secara berkelanjutan dan tidak berdampak negatif terhadap mesin.

Hambatan tersebut muncul karena patut diduga banyak menyenggol kepentingan importir (makelar) solar bersubsidi. Akibat kebijakan ini pendapatan mereka berkurang sekitar 20%. Buruknya komunikasi publik pemerintah sebelum diterapkan pada September 2018 lalu membuat banyak pihak menentang kebijakan Kementerian ESDM tersebut. Padahal ini merupakan kebijakan multisektoral yang dalam implementasinya melibatkan 7 K/L lain, bukan hanya kebijakan Kementerian ESDM saja.

Beberapa kebijakan lain yang juga membuat kehebohan akibat kurangya komunikasi publik pemerintah di tahun 2018 ini adalah kebijakan OSS. Kebijakan ini masih menyisakan kebingungan kalangan investor atau dunia usaha terkait proses perizinan. Demikian pula dengan Kebijakan Paket Ekonomi 16 yang membuat heboh kalangan UMKM, termasuk mitra transportasi online terkait dengan dibukanya sektor ini 100% ke asing atau di lepas dari Daftar Negatif Investasi (DNI).

Kebijakan sektor pariwisata juga menjadi catatan saya, karena bisa dipastikan tahun 2018 ini kunjungan wisman belum mencapai target 17 juta dan tentunya 20 juta wisman di tahun 2019 juga tidak akan terpenuhi. Kalaupun nantinya diumumkan oleh Kementerian Pariwisata bahwa target tercapai, publik harus paham bahwa angka itu termasuk pelintas batas yang mondar mandir di perbatasan dan tahun 2017 jumlahnya mencapai 2 juta lebih.

Sudah terbukti juga bahwa kebijakan bebas visa kunjungan ke Indonesia untuk 167 negara, penambahan bandara internasional, iklan luar ruang "Wonderful Indonesia" di beberapa negara, dan percepatan 10 destinasi pariwisata juga belum berpengaruh terhadap peningkatan jumlah wisman secara signifikan dibandingkan dengan anggaran yang dikeluarkan. Keberhasilannya masih terbatas pada gerakan public relations saja. Untuk itu data resmi yang selama ini digunakan oleh Kementerian Pariwisata perlu diuji lagi keakuratannya.

Langkah Pemerintah 2019

Banyak kemajuan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Hanya sayang, di lapangan masih banyak gangguan yang sulit dihindari. Misalnya masih munculnya kebijakan "asal bapak senang" atau menyalahi azas good governance bahkan banyak laporan yang patut diduga dibuat dengan memanipulasi data. Hal ini dapat menyebabkan Presiden salah mengambil keputusan. Di tahun 2019 Presiden harus lebih tegas lagi kepada para pembantunya, untuk itu supaya akurasi dan implementasi supaya di-cross check lagi.

Selain itu di tahun 2019 yang merupakan tahun politik sebaiknya pemerintah tidak lagi membuat kebijakan yang kontroversial dan membuat gaduh. Utamakan membuat kebijakan publik yang dampaknya terukur dan berdampak positif pada publik, sehingga akan menjadi legacy di pemerintahan ini. Selamat Tahun Baru 2019. Salam.

Agus Pambagio pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads